Bagaimana dengan UINSU? Sama sekali tidak terdengar bahwa perpustakaannya menjadi bagian penting dalam usahanya menjadi UKD, apalagi UKA. Yang ada adalah warisan proyek-proyek masa lalu, dan rencana proyek-proyek masa depan, yang dapat diduga keras menjadi mainan atau bancakan para elite eksekutif dan legislatif dari Jakarta, sebagaimana yang sudah terjadi selama hampir satu dekade terakhir.
Pada bagian terakhir doa sapu jagat di atas, bunyinya adalah “peliharalah kami dari siksa neraka”. Agaknya para sivitas akademika UINSU perlu bekerja keras, cerdas, tuntas, dan ikhlas untuk berusaha melengkapi doa ini. Salah satunya adalah dengan mengkhatamkan buku ‘The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization of Knowledge’ oleh Profesor Wan Mohd Nor Wan Daud, murid yang juga sekaligus tangan kanan Profesor al-Attas. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul ‘Filsafat Dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas’, walaupun tentu saja membaca dalam bahasa aslinya tetap lebih mengesankan!
Banyak sekali dosa sebenarnya yang dilakukan oleh para sivitas akademika seluruh kampus di Indonesia yang mengekor gagasan dan konsep UKD. Kalau mengacu kepada buku di atas, antara lain yang terjadi adalah korupsi ilmu, yang mengakibatkan kehilangan adab dan pemahaman konsep keadilan yang keliru. Sekarang keadilan hanyalah dianggap sebagai cara atau prosedur yang benar, yang direduksi kepada proses hukum.
Profesor al-Attas menambahkan, keadilan tidak hanya terletak pada sistem, tetapi juga pada individu, pada suatu hal, seperti tindakan, yang dilakukan oleh manusia kepada dirinya sendiri terlebih dahulu. Hal ini tercermin dalam konsep pilihan dan kebebasan dalam tindakan manusia yang beliau utarakan. Pilihan adalah kemampuan untuk memilah suatu hal, seperti tindakan, kepada dua: hal (tindakan) yang baik atau hal (tindakan) yang buruk. Kebebasan, jika dicontohkan dalam tindakan, adalah pemilihan untuk melakukan sesuatu yang baik daripada yang buruk, di mana sesuatu yang baik ini dilandaskan kepada ilmu yang dilahirkan oleh pandangan hidup yang benar. Keadilan lalu adalah pengaktualisasian kebebasan untuk memilih tindakan yang baik, atau yang benar, atau yang sesuai, di dalam diri, dan masyarakat.
Akibat korupsi ilmu, telah terjadi kehilangan adab dan pemahaman konsep keadilan yang keliru pada hampir seluruh lapisan masyarakat kita. Maka muncullah pemimpin-pemimpin yang tidak bertanggung jawab di segala bidang, yang seharusnya memerlukan pemikir dan pemikiran yang mendalam, seperti politik, hukum, ekonomi, teknologi, dan yang paling utama, pendidikan.
Profesor al-Attas masih hidup dan tetap produktif hingga sekarang. Malah buku terbarunya yang terbit pada tahun 2015 berjudul ‘On Justice and the Nature of Man’ telah digelar sebagai buku terbaik yang terbit di Malaysia tahun tersebut. Begitu juga muridnya Profesor Wan Daud. Mereka terus berkarya secara lisan dan tulisan. Sangat dianjurkan bagi para ilmuwan Muslim di Indonesia, Asia Tenggara, dan dunia, untuk memahami karya-karya mereka sehingga dapat mewujudkan Universitas Kelas Akhirat! Sekali lagi, “Kejar dunia, dapat dunia. Kejar akhirat, dapat dunia dan akhirat.” WaLlahu a’lam bish shawab. (*)
Penulis adalah penggagas Intelektual Independen Indonesia dan alumnus UINSU.