TAJDID.ID~ Medan || Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PW Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Anshor Siregar berpandangan, bahwa sama sekali tidaklah cukup menelaah dan mengusulkan Ngabalin dipecat untuk bisa memahami Indonesia saat ini. (Baca: Sebut Busyro Punya “Otak Sungsang”, Anwar Abbas: Ngabalin Merusak Citra Presiden Jokowi)
Untuk diketahui, kata dosen FISIP UMSU ini, ibarat mekanisme diagnosis atas sebuah penyakit, Ngabalin itu hanyalah simptoma (gejala) karena sebagaimana papan catur, peran seperti yang dimainkan Ngabalin itu hanyalah pion atau bidak.
“Saya tak bermaksud kasar mengatakan ini. Saya sulit mencari terminologi dan saya memilih bidak sebagai penamaan dalam analisis ini,” ujar Shohib kepada TAJDID.ID, Jum’at (14/5).
Baca Juga:
- Busyro Muqoddas: Riwayat KPK Tamat di Tangan Presiden Jokowi
- Busyro Muqoddas: LBH Muhammadiyah Siap Bantu 75 Pegawai KPK yang Dinonaktifkan
- Ferry Koto: Problem Terbesar Pemerintahan Jokowi adalah Soal Komunikasi Politik
- Abdul Hakim Siagian Desak Moeldoko dan Jokowi Pecat Ngabalin
Secara akademis, kata Shohib, Presiden Jokowi bukanlah orang yang terbiasa dengan konsep-konsep rumit dan sama sekali tidak akan faham perdebatan ilmiah. Dikatakannya, berulang kali muncul fenomena yang menerangkan kapasitas yang di bawah standar itu, termasuk usulan presiden Jokowi yang terkenal dengan pendirian Fakultas Kopi.
“Ini tak bisa disesali. Karena dalam demokrasi populisme yang diformat adalah sebuah senjata elaktoral dan legitimasi politik,” jelasnya.
Baca Juga:
- Azmi Syahputra: SK Penonaktifan Pegawai KPK adalah Bentuk Keputusan Hukum Ala Kekuasaan
- Resmi Dinonaktifkan oleh Pimpinan KPK, Novel Baswedan Cs: Kami Akan Melawan!
- Febri Ungkap Upaya Singkirkan Novel Baswedan dari KPK Sudah Terjadi Berulang Kali
“Anehnya mengapa tipe seperti Ngabalin ini juga yang dibikin menjurubicarai orang terpilih tersebab populisme?” tanyanya heran.
Shohib mengungkapkan dirinya tak tahu mekanisme bekerjanya sebuah kabinet. Tetapi dirinya menjadi sangat heran kok para mantan rektor yang ada dalam kabinet tidak berusaha memberi sesuatu agar Presiden Jokowi terus berusaha memerankan diri setiap saat makin baik, makin sejuk dan makin mudah difahami.
“Haruskah seorang ilmuan yang masuk ke kabinet harus selalu berpura-pura tidak tahu ketidak beresan atau mencari dalih seperti kancil pilek yang berdalih sedang flu ketika raja bertanya soal parfum kesenangannya?,” katanya.
Shohib menegaskan, bahwa Ngabalin bukan akar masalah. Menurutnya, Ngabalin hanya seorang loyalis yang dalam kisah-kisah masa lalu kerap diidentikkan dengan terbunuhnya raja karena dilempar batu oleh pengawal tepat di kening karena seekor lalat singgah dan oleh pengawal diputuskan untuk dieksekusi.
“Lalat itu memang mati. Tetapi pengawal tak akan pernah faham bahwa dialah yang mengeksekusi mati raja yang dikanalnya,” pungkas Shohib. (*)