TAJDID.ID~Jakarta || Akademisi Hukum Pidana yang juga penggagas genre Sastra Hukum, Azmi Syahputra, tertarik melanjutkan puisi Emil Salim tentang KPK dilemahkan.
Puisi Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto, melalui akun Twitter Emil Salim yang menulis puisi singkat tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berisi:
“Terang bulan, teranglah dikali. Buaya timbul disangka mati, Jangan percaya mulut resmi KPK, Berani pecat anak, karena takut mati” .
Puisi di atas disitir dan dilanjutkan oleh Azmi Syahputra dengan membuat sebuah puisi baru yang berjudul “KPK Dibunuh, Mati di Rumahnya Sendiri”.
Kepada TAJDID.ID Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) ini menjelaskan, bahw puisi yang diciptakannya ini sebagai sebuah bentuk sastra hukum.
“Puisi sastra hukum ini katanya merupakan keresahan akademik melihat fenomena arah peta perjalanan KPK pasca revisi UU KPK yang organnya semakin dilemahkan fungsinya. Ada pihak pihak yang diduga
umbar demi kekuasaan dan terlihat ada kepentingan yang ingin dilindungi, dan kini ada narasi menggugah diserukan sehingga menjadikan gambaran opini publik yang kontroversi lari dari tujuan Undang undang KPK,” ujar Dosen Pidana Universitas Tri Sakti ini, Jum’at (14/5).
Azmi Syahputra yang merupakan alumni Fakultas hukum UMSU ini imenuturkan, bahwa selama ini banyak yang menilai bahwa narasi bahasa hukum itu adalah sesuatu yang kesannya membosankan, kaku dan serba tekstual, yang cuma berkutat pada teks-teks peraturan perundang-undangan dan berisi pasal-pasal semata.
Karena itu, ia tertarik untuk menggagas genre sastra hukum sebagai sebuah terobosan dan alternatif agar narasi bahasa hukum lebih dapat diterima di tengah-tengah masyarakat.
“Saya adalah seorang akademisi dan praktisi hukum, dan kebetulan saya juga pencinta dunia sastra, terutama puisi. Menurut saya dunia hukum dan sastra sangat mungkin disinergikan,” sebutnya.
Dengan mata penanya, Azmi Syahputra ingin menerbangkan nalar dan jiwa merdekanyanya untuk senantiasa berani mengatakan kebenaran dan berani mengajukan pertanyaan- pertanyaan akademik, kritis, objektif dan tajam, salah satunya dengan bahasa sastrawi dan puitis yang lebih lentur.
“Semoga dengan adanya genre sastra hukum ini bisa memperkaya literasi dan narasi dunia hukum Indonesia,” tutupnya. (*)