TAJDID.ID || Aktivis gerakan koperasi dan pemberdayaan ekonomi rakyat, Ferry Koto mengatakan, bahwa persoalan terbesar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan soal utang, bukan soal gencarnya pembangunan infrastruktur, bukan soal TKA China, melainkan soal komunikasi politik.
“Amatan sy, problem terbesar pemerintahan Presiden @jokowi bukan soal utang, bukan soal gencarnya pembangunan infra, bukan soal TKA China, Tapi soal komunikasi publik. Pejabat acap ambil posisi KONFRONTATIF dlm komunikasi. Padahal tdk sdg berhadapan dg musuh, tapi rakyat sendiri,” tulis Ferry dalam sebuah utas di akun @ferrykoto, 12 Mei 2021.
Sebagai contoh, kata Ferry, dapat dilihat dari gaya komunikasi politik Tenaga Ahli KSP Bidang Diseminasi Informasi Ali Mochtar Ngabalin yang selalu konfrontatif dengan pihak-pihak yang kritis atau berseberangan dengan pemerintah.
“Contohnya bisa dilihat misal dari gaya komunikasi Tenaga Ahli KSP yadz @AliNgabalinNew yg selalu Konfrontatif dgn pihak2 yg kritis ataupun bersebrangan. Padahal beliau tenaga Ahli dibidang DISEMINASI Informasi? apa tdk paham arti diseminiasi Informasi?, ” sebut Ferry Koto.
“Diseminasi informasi jelas tugasnya menyampaikan informasi, menjernihkan informasi agar masyarakat mendapatkan infromasi yg sebenarnya, sejelas2nya atas kebijakan pemerintah. Dgn diseminasi informasi diharapkan publik menjadi paham atas duduk masalah. Bukan malah antipati.” imbuhnya.
·
Menurut Ferry, wajar publik sulit sulit memahami duduk masalah dan menerima kebijakan pemerintah, jika dalam setiap pernyataannya pejabat publik pemerintahan Jokowi selalu konfrontatif dan cenderung menggiring publik ke arah polarisasi.
“Bagaimana publik akan paham duduk msalah, bisa menerima penjelasan pemerintah, apabila pejabat publik malah dalam setip statemen selalu konfrontatif, memberi stempel “Kadrun”, “Otak sungsang” dan sejenis. Publik bukannya dibuat mengerti, tapi malah digiring dlm polarisasi,” kata Ferry.
·Ferry melihat, gaya komunikasi konfrontatif bukan cuma terlihat pada Staf Ahli KSP Ngabalin, tapi juga ditunjukkan oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman. Menurutnya, tugas Jubir Presiden itu seharusnya adalah selain untuk menjernihkan informasi yang disampaikan presiden, tapi juga untuk menenangkan kegelisahan publik atas kontroversi ucapan presiden.
“Gaya komunikasi Konfrontatif ini jg nampak di Jubir Pres @jokowi @Fadjroel. Padahal mestinya tugas jubir selain menjernihkan informasi atas apa yg disampaikan Pres, jg mestinya dpt menangkap apa yg digelisahkan publik atas ucapan Pres. Bukan membenar2kan setiap kata Presiden,” kata Ferry.
Ia juga menyinggung soal keberhasilan pembangunan ifrastruktur yang dilakukan oleh rezim Jokowi. Menurutnya itu bentuk beranian luar biasa presiden Jokowi dalam mengeksekusinya.
“Jalan2 yg dibangun, seperti Tol Trans Sumatera, itu karya besar, yg memang sdh dirancang di era Pak SBY lewat MP3EI, tapi keberanian Pres @jokowi mengeksekusi, itu luar biasa. Membangun luar Jawa yg selama ini tertinggal. Walau dampaknya negara harus berutang,” ungkapnya.
Lebih lanjut Ferry menyarankan, di tengah banjir kritik dari publik, agar dalam mengkomunikasikan apa yang dikerjakan presiden Jokowi tetap dengan kepala dingin,
·
“Mengkomuniksikan apa yg dikerjakan Presiden @jokowi dengan tetap berkepala dingin, ditengah kritik yg acap juga keras, itu hemat saya yg tak dipunyai pejabat di sekeliling Presiden, utamanya yg dibidang komunikasi. Rakyat perlu didengar, diberi pemahaman, bukan dihardik,” tuturnya.
“Semoga sisa 3 tahun pemerintahan Pres @jokowi ini dapat memperbaiki komunikasi publik.Yg memilih dan tdk memilih Pak @jokowi, tetaplah rakyat yg harus dilayani. Semoga kenangan ttg @jokowiadalah kenangan2 yg baik, yg penuh keberhasilan. Bukan kenangan hardikan para penguasa,’ tutupnya. (*)