Negarawan Musiman
Harus diakui, kebanyakan negarawan yang ada saat ini hanyalah negarawan “musiman”, yang secara ajaib muncul begitu saja menjelang pemilu. Negarawan hanya dijadikan sebagai simbol dan stastus saja. Rakyat tidak mengetahui seberapa besar pengabdian yang telah dilakukan oleh orang tersebut kepada negara. Slogan-slogan yang dikumandangkan di masa kampanye hanya menjadi janji manis karena setelah pemilu berakhir dan kekuasaan didapatkan maka janji tersebut dianggap lunas tanpa perlu dibayar.
Sosok negarawan yang digambarkan mendadak lenyap setelah kursi kekuasaan didapatkan. Kepemimpinan negarawan musiman hanya akan membuat kelangsungan nasib suatu negara menjadi terancam. Para politisi yang menjadi negarawan musiman akan melepaskan tanggungjawabnya begitu saja setelah kekuasaan didapatkan. Dia akan bertindak ketika tindakan yang dia lakukan memberikan keuntungan bagi diri atau kelompoknya.
Sekarang ini, kesatuan bangsa hanya menjadi sketsa mati di atas teks-teks pidato, dari podium ke podium. Berperilaku egois yang lebih mementingkan diri dan kelompok partainya ketimbang keutuhan NKRI, dan seluruh kekayaan yang ada di dalamnya, termasuk rakyat kecil.
Selain itu, kita sering kali melihat wajah buruk elit politik saling serang, bertikai memperebutkan kekuasaan. Konflik yang terjadi hanyalah alat sandera untuk melanggengkan kepentingan.
Tak ayal lagi, gaya kepemimpinan yang lahir hanya mampu mempertontonkan kesenangan, kemewahan dan menghambur-hamburkan uang, serta menafikan masalah sesungguhnya yang dihadapi masyarakat. Implikasinya, adalah galib jika kemudian masyarakat merasa kehilangan harapan terhadap pemimpinnya. Dan wajar apabila masyarakat lebih senang bertindak dengan caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah.
Pada hal dulu NKRI dibangun di atas semangat kenegarawanan para pendiri bangsa, bukan individulisme dan antagonisme seperti yang terjadi sekarang ini. Jika para pendiri bangsa tidak punya sikap negarawan, maka pasti kita tidak akan bisa merdeka dari penjejahan bangsa lain. Dulu, perdebatan parlemen energinya untuk membangun bangsa sehingga perdebatannya sangat idiologis. Tapi sekarang, sudah tidak lagi seperti itu.
Dalam ilmu politik, konsep negarawan mencakup beberapa kriteria khusus antara lain memiliki pengalaman panjang di dunia politik, punya kemampuan di dunia pemerintahan dan punya respect, visioner dan seseorang yang tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompoknya.
Saat ini, seseorang gampang untuk menjadi pemimpin, walaupun ditempuh dengan berbagai macam cara, termasuk dengan melakukan pembenaran terhadap aturan, sampai membeli suara (money politic), dan lain sebagainya. Namun belum tentu mereka berhasil di dalam menjalankan kepemimpinannya. Lihat kondisi saat ini, tidak sedikit kepala daerah menjadi tersangka atau tersangkut masalah hukum, karena besarnya modal politik untuk mencapai tujuan menjadi seorang pemimpin.
Seharusnya, seseorang benar-benar sudah terlepas dari pengaruh ‘warna’ partainya ketika menjabat di eksekutif maupun di parlemen, sehingga benar-benar mampu mengedepankan kepentingan rakyat. Itulah yang disebut sebagai negarawan sejati. Mereka tidak memikirkan golongan, tetapi memikirkan rakyat serta mampu berpikir visioner. (*)