Oleh: M. Risfan Sihaloho
Di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita membutuhkan kehadiran para pemimpin, baik pemimpin formal kenegaraan maupun informal. Pemimpin merupakan pemandu, sekaligus panutan bagi yang dipimpin. Ketiadaan pemimpin membuat masyarakat menjadi kacau, berseteru satu sama lain.
Kehadiran pemimpin memang sangat diperlukan untuk mempersatukan dan mengelola berbagai potensi konflik yang ada dalam bingkai kebersamaan, sehinga menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan. Karenanya, disadari, betapa tidak mudahnya menjadi pemimpin. Tidak sembarang orang dapat tampil menjadi pemimpin, kecuali melalui serangkaian ujian kepemimpinan, dari yang sederhana hingga yang rumit.
***
Selama ini kepemimpinan kerap disoroti sebagai salahsatu fator penyebab krisis multidimensi bangsa. Namun, perlu dikaji lebih jauh, apakah sesungguhnya yang menjadi masalah dengan kepemimpinan. Kalau kepemimpinan disoroti dari aspek kompetensi dan kecakapan memimpin, hampir dipastikan saat ini kita tidak kekurangan pemimpin-pemimpin yang mampu dan terampil. Hanya masalahnya di era sekarang rasanya sulit mencari pemimpin yang berkarakter.
Dalam banyak hal, dewasa ini pemimpin hanya mampu mempertontonkan kesenangan, kemewahan dan kepongahan mereka sehingga melupakan masalah riil yang dihadapi masyarakat. Realitas Ini justru melahirkan sikap sinis masyarakat sehingga kewibawaan pemimpin, khususnya di pemerintahan menjadi berkurang. Masyarakat tidak lagi memandang pemimpin ini, apalagi mendengarkan himbauan dan perintahnya.
Bahkan masyarakat sudah kehilangan harapan terhadap pemerintah sehingga mereka tidak lagi menganggap eksistensi pemerintah tersebut dalam kehidupannya. Dalam banyak hal, mereka terlanjur kecewa dengan para pemimpin tersebut. Akibatnya masyarakat lebih senang memilih caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bahkan cara tersebut cenderung demonstratif yang disertai dengan tindakan sering anarkis dengan menyerang dan bahkan membakar simbol-simbol kedaulatan pemimpin itu.
Tak dapat dipungkiri, selama ini dunia politik lebih dominan dihuni oleh para politisi yang relatif sudah “mapan” secara kapital finansial. Dalam berpolitik mereka begitu lihai menanam investasi dengan tujuan kelak bisa melipatgandakan keuntungan materi setelah kursi kekuasaan mereka raih. Dan sebaliknya, dunia politik kita sangat miskin dengan sosok politisi yang “matang”, yakni mereka yang menjadikan politik sebagai medan perjuangan dan wadah pengabdian.