Oleh: Fitriani Retno Wardani
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia.” ~ Nelson Mandela.
Dilihat dari petikan quote dari Nelson Mandela tersebut, dapat diartikan bahwa pendidikan adalah hal utama yang menjadi tolak ukur untuk mengubah dunia. Ada banyak hal yang dapat kita ubah dengan adanya pendidikan akan kondisi didunia, seperti halnya ketika keadaan dunia sudah tidak jelas, banyak kehancuran dimana-mana, peperangan merajalela, dan kedamaian sangat diacuhkan, maka pendidikanlah menjadi peran untuk dapat mengatasi semua masalah yang sedang terjadi.
Banyak yang beranggapan bahwa pendidikan tinggi-tinggi itu tidak begitu perlu, apalagi bagi kaum wanita. Seperti halnya rumor yang beredar dikalangan masyarakat bahwa, untuk apasi perempuan sekolah tinggi-tinggi bahkan sibuk meraih gelar? Toh nantinya pasti bakal jadi istri orang, tempatnya didapur.
Nah, hal-hal seperti ini yang kebanyakan berasal dari orang tua kita yang masih percaya pada zaman sebelum kemerdekaan. Minimnya pengetahuan mereka akan pendidikan, bahwasanya perempuan juga memiliki hak yang sama untuk mencapai pendidikan setinggi-tingginya. Jangan salah, mendidik seorang anak dirumahpun perlu dengan ilmu,yang notabenya didapat ketika sedang menempuh pendidikan.
Pemikiran-pemikiran seperti ini hanya akan menurunkan kualitas negara kita. Apa salahnya perempuan menempuh pendidikan tinggi? Apa salahnya ketika seorang perempuan menempuh gelar Dokter hingga meninggalkan kampung halamannya? Tidak ada yang salah akan hal itu! Ingat, seorang anak yang cerdas terlahir dari rahim seorang ibu yang juga cerdas.
Banyak contoh yang dapat kita lihar dari wanita-wanita hebat di Indonesia. Misalnya Maudy Ayunda dan Tasya Kamila. Maudy Ayunda menempuh pendidikan S2 nya di Oxford University Inggris, sedangkan Tasya Kamila menempuh pendidikannya di Columbia University, Amerika Serikat. Ini sebagai pembuktian, bahwa perempuan pun dapat memiliki gelar yang tinggi.
Pandangan orang tua pada perempuan zaman dahulu kini perlahan mulai berubah. Tidak banyak orang yang menyetujui seorang perempuan menjadi “wanita karier”,karna dianggap gila bekerja dan akan lupa dengan keluarganya. Kondisi seperti ini masih menjadi pro kontra dikalangan laki-laki dan perempuan. Banyak laki-laki berpikiran bahwa hanya merekalah yang pantas menempuh pendidikan yang tinggi karna akan menjadi kepala keluarga.
Seperti yang kita ketahui, bahwa kebanyakan perempuan menempuh pendidikan yang tinggi karna mereka ingin giat bekerja. Hal-hal seperti ini memang tak dapat terelakan, tetapi jangan sampai mengurangi semangat kita untuk menempuh pendidikan yang sejauh,setinggi,dan seluas apapun. (*)
Fitriani Retno Wardani adalah Mahasiswi UIN Prof KH Saifuddin Zuhri (SAIZU) Purwokerto.