TAJDID.ID || Kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang meminta kepada pihak Kementerian dan Lembaga (K/L) Negara menghemat pengeluaran belanja Tahun Anggaran 2021 melalui pemotongan nominal gaji ASN dari alokasi tunjangan (tukin) hari raya dan gaji ke-13 terus menuai kritik dan protes dari Publik.
Salah kritik datang dari tokoh aktivis gerakan “Manusia Merdeka” Muhammad Said Didu. Ia kebijakan pemotongan Tukin ASN seperti mengurangi Jatah makan anak-anak di dalam rumah, tapi kepala keluarganya sibuk membangun pagar rumah yang mewah.
Said Didu mengatakan hal itu saat diwawancarai oleh wartawan senior Hersubeno Arief dari FNN yang video wawancaranya di tayangkan di akun youtube MSD.
Dalam wawancara itu, mantan Sekretaris Menteri BUMN itu secara gambang membeberkan soal Anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, terkait hal ini, publik harus terlebih dahulu diberi pemahaman yang benar tentang APBN.
Dijelaskannya, bahwa dalam APBN itu ada yang namanya pendapatan dan pengeluaran. Pengeluaran sangat tergantung pada pendapatan. Pendapatan terdiri dari pajak, dan non pajak.
Pajak itu termasuk di dalamnya royalti dari tambang, PPn, PPh. Sedangkan non pajak bersumber dari pendapatan Negaara Bukan Pajak PNBP.
Sementara penegeluaran itu terdiri dari gaji aparatur negara, transfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta belanja kementrian dan lembag. Kemudian ada juga dana cadangan untuk bencana alam dan lain-lain.
“Daan sekarang pengeluaaran terbesar adalah untuk pembayaran utang,” kata Said Didu.
Dari sisi belanja negara, kata Said Didu, biasanya yang paling tidak bisa diganggu atau dipotong adalah pembayaran utang.
“Itu tidak bisa, itu otomatis,” tegasnya.
Kemudia yang kedua, kata Said Didu, adalah gaji, ini biasanya terakhir. Sementara dana alokasi untuk bencana biasanya tidak dipotong, disisakan terakhir. Lalu dana bantuan sosial dan dana perjalanan dinas dan rapat-rapat.
“Lazimnyai itulah prioritas dana yang akan dipotong kalau pendapatan negara berkurang. Berarti sekarang sudah pada peringkat kedua yang dipotong, yakni gaji ASN,” sebutnya.
Lebih lanjut Said Didu mengungkapkan gambaran Rancangan APBN tahun 2021, dimabelanja negara diperkirakan mencapai Rp 2700 triliun, sementara pendapatan cuma Rp 1600 triliun. Maka akibatnya mau tak mau pemerintah merancang utang sebesar Rp 1.100 triliun.
“Jadi, karena pendapatan cuma Rp 1600 triliun, semntara pemerintah mau belanja Rp 2700 triliun, berarti dia harus berutang 1100 triliun” kata Said Didu.
“Soal utang, ini net utang lho, di luar pembayaran bunga dan pokok. Nah, besar bunga dan pokok tahun 2021 sekitar Rp 800 triliun, Jadi pemerintah sekarang harus mencari uang untuk membayar tambah bunga sekitar Rp 370 triliun, itu Rp 1650 triliun utang yang harus dicari, dengan rincian sekitar Rp 2.700 T untuk bayar bunga dan sisanya masuk APBN,” imbuhnya.
Berarti, kata Said Didu, pemerintah sudah menyadari bahwa mencari dana sebesar Rp 2700 triliun yang bersumber dari pajak dan utang tidak akan tercapai. Dengan demikian harus melakukan pemotongan gaji.
“Saya 30 tahun ada di dalam (pemerintah-red). Sepengetahuan saya biasanya yang dipotong pertama itu adalah biaya perjalanan dinas, tempat rapat harus dikurangi, itu yang harus dipotong pertama. Setelah itu masuk kepada pemotongan proyek-proyek berjangka panjang. Sedangkan pemotongan gaji seharusnya terakhir.Dan seingat saya baru kali ini sampai ke titik pemotongan gaji,” tegasnya.
Said Didu mengatakan selama ini banyak yang keliru memahami soal pemotogan tersebut dan anehnya ini dijadikan pihak tertentu untuk menjustifikasi bahwa tak ada pemotongan dengan argumentasi gaji pokok tak dikurangi.
“Padahal yang dimaksud dengan pemotongan adalah dikurangi dari yang direncanakan,” kata Said Didu.
Itulah kenapa, kata Said Didu, dia menyimpulkan bahwa sekarang APBN Indonesia sudah sangat sulit.
“Jadi tak usah berkelit, lebih baik mengaku. Karena pendapatan dan utang sudah tidak bisa sama sekali menutupi kebutuhan anggaran,” tegas Said Didu..
Said Didu mengatakan, pemotongan gaji itu sudah pada tititik pengurangan jatah makan di rumah. Pertanyaanya, kata Said Didu, apakah betul APBN karena kurangnya APBN maka jatah makan dikurangi ? Menurut Said Didu, pertanyaan ini akan muncul, karena mestinya yang dipotong duluan adalah yang lain-lain.
“Kenapa langsung gaji yang dipotong? Ini aneh, sementara pemerintah sekarang masih sibuk dalam rencana membangun Ibu Kota baru, masih mempertahankan sejumlah lembaga-lembaga negara yang sama sekali tak berguna dan proyek-proyek infrastruktu terus dilakukan,” tukasnya.
Ketika pendapatan dikurangi, lanjut Said Didu, langsung semua indikator ekonomi goyang dan kepercayaan publik turun.
“Jadi tidak masuk akal, mengurangi jatah makan anak-anak di dalam rumah, sementara anda membangun pagar yang mewah di luar rumah. Apa gak ditimpuki anda oleh istri sama anak-anak ? Apa tetangga gak ketawa, Anda meminjam beras tetangga untuk makan anak istri anda?, tapi anda membungun pagar mewah rumah Anda?. Padahal pagarnya masih ada,” tutur Said Didu.
Said Didu menjelaskan, perempamaan pagar itu adalah rencana pembangunan Ibu Kota baru sementara Ibu Kota sekarang masih ada.
Work from Bali
Said Didu melihat sudah terjadi kerumitan dalam kabinet. Dimana, disaat Menkeu meminta untuk melakukan penghematan dengan mengurangi gaji ASN, tapi bersamaan dengan itu pula muncul ide atau kebijakan Work From Bali (WFB), membawa pekerja ke Bali untuk bekerja dari Bali.
“Ini aneh. Kalau Bali memang dihidupkan, cari aja program lain, karena memindahkan orang bekerja ke Bali itu sama saja menguragi pengeluaran orang itu di kampungnya. Jadi dimana keadilannya?,” tanya Said Didu.
Misalnya, kata Said Didu, orang Jakarta dipindahkan ke bali, maka ia akan membelanjakan uangnya di Bali. Menurutnya itu tidak adil dan mestinya Pemda lain protes.
“Ini sama dengan ingin meyehatkan suatu daerah, tapi membuat penyakit di daerah lain, dan membuat penyakit di kementrian dan lembaga lain,” kata Said Didu.
Coba bayangkan, kata Said Didu, orang kementrian dan lembaga yang diinstruksikan bekerja dari Bali akan mengeluarkan untuk beli tiket pesawat dan biaya hotel yang berasal dari uang negara.
“Uang itu kemana? jelas masuk ke yang punya pesawat dan masuk ke yang punya hotel. Pemilik pesawat dan hotel siapa?,” tanya Said Didu.
Menurut Said Didu, lebih adil misalnya menginstruksikan ASN untuk belanja produk kerajinan Bali dan dikirim secara online, dari pada habis untuk tiket dan hotel.
“Bahkan saya mengusulkan pemerintah lebih baik membuat program bagaimana menjadikan distenasi wisata yang bebas Covid-19 dan kemudian diproklamirkan keseluruh dunia,” tutupnya. (*)