Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Pada video acara “05.05 Hari Bangga Buatan Indonesia”, menit 08.23 hingga 11.23 Presiden Joko Widodo menegaskan sikapnya mendukung produk Indonesia, sekaligus menyatakan kebanggan membeli online.
Presiden, selain meresmikan “Hari Bangga Buatan Indonesia” dan tekad mengenakan produk Indonesia setiap hari Rabu, juga berusaha persuasif meminta agar berlebaran saat pandemi covid-19 ini mematuhi larangan mudik oleh pemerintah. Tanpa mudik tetap masih dapat mempererat persaudaraan.
Tetapi pada menit 09.43-0945 Presiden Joko Widodo menyebut “Bipang Ambawang dari Kalimantan”. Inilah yang menjadi kontroversi itu. Apa gerangan Bipang Ambawang kuliner dari Kalimantan ini, terbuat dari apa?
Beberapa hari yang lalu akun Instagram “bipangambawang” menayangkan foto sebuah sajian (hidangan) kuliner khas yang diberi keterangan demikian:
“……babi yang kami panggang adalah babi kampung muda usia 3-5 bln (10-20kg)”
Diterangkan juga alamat lengkap Bipang Ambawang yang berlokasi di Jl. Trans Kalimantan Km. 23, Kalimantan Barat ini dan jam operasional Senin s.d. Minggu pukul 09.00 – 21.00.
Seorang pengusaha Bipang Ambawang merespon “Sebuah kebanggaan kami dapat disebut oleh bapak Presiden Jokowi dalam pidato tadi malam.” Bipang sendiri merupakan makanan yang bahan utamanya adalah daging babi muda.
Akun facebook “Ko Pigi Keliling” tanggal 4 Januari menulis promosi tentang “Bipang dan atau Jipang’. Bipang’ asal dari kata: Bi arti Beras, Pang arti: Wangi, Bipang berarti: beras wangi. Sedangkan dalam bahasa Inggris makanan ringan Bipang lebih dikenal dengan sebutan: ‘puff rice cakes’ (‘kue beras gumpal’) dan entah kenapa kata Bipang bisa berubah jadi nama Jipang pada lidah orang Indonesia.
Bipang dibuat dari beras dipanaskan dengan suhu tinggi sampai mekar, dicampur dengan gula telah dicairkan dan vanili, kemudian dicetak dan dipotong-potong.
Baca Juga: Heboh! Jokowi Sebut Bipang Ambawang Kuliner Lebaran
Senada dengan “Ko Pigi Keliling”, Mokhammad Misdianto dalam tulisannya pada situs Kompasiana yang tayang tanggal 23 September 2011 berjudul “Bipang? Jipang? It’s Puff Rice Cakes” yang ia perbarui tanggal 26 Juni 2015, menjelaskan pengalaman mudik beridulfitri di sekitar kota Malang. Momentum itu istimewa, bertemu banyak makanan kenangan yang dibawakan oleh kerabat, di antaranya Bipang atau Jipang.
Bibang Ambawang dari Kalimantan yang dipromosikan oleh Presiden Joko Widodo tampaknya tidak identik dengan Bipang dan atau Jipang yang mungkin terdapat di berbagai daerah di Indonesia (bukan Kalimantan) sebagaimana disebut Staf Khusus Bidang Komunikasi sekaligus Juru bicara Presiden Joko Widodo, Mochammad Fadjroel Rachman, melalui akun instagramnya @fadjroelrachman berusaha memberikan penjelasan.
“Ini BIPANG atau JIPANG dari beras. Makanan kesukaan saya sejak kecil hingga sekarang. BIPANG atau JIPANG dari beras ini hit sampai sekarang. Terimakasih”.
Jadi bagi Mochammad Fadjroel Rachman, Presiden Joko Widodo tidak mempomosikan produk makanan yang bahan utamanya adalah daging babi muda, meski secara jelas disebut Bipang Ambawang dari Kalimantan.
Berbeda dengan Mochammad Fadjroel Rachman, menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pernyataan mengenai Bipang Ambawang oleh Presiden Joko Widodo harus dilihat dalam konteks keseluruhan. Pernyataan itu mengajak masyarakat Indonesia untuk mencintai dan membeli produk lokal yang disampaikan dalam rangka peringatan Hari Bangga Buatan Indonesia. Jelas bahwa dalam berita berjudul “Mendag Minta Maaf dan Klarifikasi soal Promosi Bipang oleh Jokowi” yang ditayangkan oleh viva.co.id.
Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi secara implisit mengakui bahwa Bipang Ambawang tidak tepat dipromosikan dalam konteks lebaran yang dirayakan oleh umat Islam karena produk kuliner itu haram bagi mereka.
Jaminan Produk Halal
Setidak-tidaknya terdapat terdapat beberapa kealpaan besar Indonesia seputar penerbitan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan JPH baru dapat terbit pada tanggal 29 April 2019 (Nomor 31 Tahun 2O19). Akibat ada kekosongan pengaturan teknis yang sekaligus dapat dilihat sebagai pengabaian atas kewajibannya menindaklanjuti pembentukan berbagai ketentuan teknis bersifat imperatif yang lahir dari UU JPH.
Membaca trend soal halal tourism sebetulnya saat ini JPH sudah tumbuh pesat menjadi bisnis multi-miliar dolar di seluruh dunia dibuktikan dengan pembentukan lembaga yang memiliki kewenangan mengurusi masalah halal. Di wilayah Asia organisasi itu memiliki jejaring NPO Japan Halal Association, Japan Muslim Association (JMA), Japan Halal Foundation (JHF), Jamiat Ulama I Hind Halal Trust, Jamiat Ulama Halal Foundation (India), Taiwan Halal Integrity Development Association (THIDA), Halal Certification Agency (Vietnam), Korea Moslem Federation (KMF), Halal Accreditation Council (Guarantee) Limited (HAC)-Sri Langka, Halal International Authority Gulf (Arab Saudi), Halal Development Institute of the Phillipines, INC.
Di Australia dan Selandia Baru ada belasan Lembaga sepeeti Australian Federation Of Islamic Council (AFIC), Global Halal Trade Center (GHTC), Supreme Islamic Council of Halal Meat in Australia Inc. (SICHMA), Asia Pacific Halal Services New Zealand PTY 2011 LTD, New Zealand Islamic Development Trust (NZIDT), dan lainnya.
Di Amerika dan Amerika Latin ada America Halal Foundation (AHF), Halal Food Council USA (HFC USA), Halal Transaction of Omaha, Federation of Muslim Association in Brazil (FAMBRAS), Islamic Dissemination Centre for Latin America (CDIAL), dan lainnya.
Eropa sendiri telah memiliki Halal Certfication Services (HCS), Eurasia Halal Service Center, Halal Food Council Of Europe (HFCE), Halal Institute of Spain, Halal Quality Control (HQC), The Grand Mosque of Paris – SFCVH, The Muslim Religious Union of Poland, Total Quality Halal Correct Certification (TQHCC), dan lainnya.
Harus ada yang memberitahu Presiden Joko Widodo tentang keseriusan masalah ini, dan kita tidak dapat lagi terus-menerus berlindung di belakang dalil lama “The King Can Do No Wrong”. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU