Syahdan. Pada suatu hari, Ibnu Sina — yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran Dunia– melakukan perjalanan dengan menunggangi kuda kesayangannya.
Sampai pada suatu tempat yang dianggap nyaman, ia pun memutuskan berhenti untuk beristirahat. Ia menambatkan kudanya di tempat yang sedikit teduh sembari memberikannya makanan berupa jerami yang dicampur rumput pilihan. Ibnu Sina tahu binatang itu binatang memang selayaknya disayang dan diperlakukan dengan baik, karena ia telah membantu manusi. Karenanya binatang tidak boleh dimusih, apalagi disiksa.
Setelah mengurus kudanya, Ibnu Sina duduk di bawah sebuah pohon rindang tak jauh dari kuda. Ia menyandarkan badannya pada batang pohon itu sambil menikmati bekal yang dibawanya.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba muncul seseorang menunggang keledai. Ia turun dan mengikat keledai berdekatan dengan kuda milik Ibnu Sina. Maksud orang itu supaya keledainya bisa memakan jerami dan rumput pilihan yang dimakan kuda Ibnu Sina.
Usai mengikat keledainya, orang itu duduk di dekat Ibnu Sina. Tidak lama kemudian Ibnu Sina berkata kepada orang itu.
“Kalau dapat, jauhkan keladaimu dari Kudaku, supaya nanti tidak ditendang.”
Mendengar Ibnu Sina bicara, orang itu cuma tersenyum sini sambil menoleh ke kuda dan keledai.
Namun, tiba-tiba terdengar suara; “Plak!!!”. Si keledai ditendang kuda hingga terluka cidera.
Melihat insiden itu, pemilik keledai marah-marah kepada Ibnu Sina dan meminta tanggung jawabnya.
Ibnu Sina diam saja dan tidak memberikan tanggapan. Sampai akhirnya kemudian si pemilik keledai mengajak Ibnu Sina untuk mendatangi hakim untuk menyelesaikan konfilk mereka.
Ibnu Sina tetap diam. Tapi dia menuruti keinginan si pemilik keledai itu untuk menemui Hakim.
Singkat cerita, sampailah mereka di rumah Hakim yang kebetulan tidak begitu jauh dari tempat tersebut.
Masih dengan nada penuh emosi, di depan Hakim pemilik keledai itu meminta agar Ibnu Sina membayar atas cedera luka yang dialami keledainya.
Saat ditanya oleh Hakim pun Ibnu Sina tetap terdiam. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Hakim kemudian berkata kepada si pemilik kelai, “Apakah ia bisu?”
“Tidak, tadi dia bicara padaku,” jawab si pemilik keledai.
Lalu Hakim bertanya lagi, “Apa yang ia katakan padamu?”
“Begini. Tadi dia mengatakan: kalau dapat, jauhkan keladaimu dari kudaku, supaya nanti tidak ditendang,” kata si pemilik keledai.
Setelah mendengar jawaban itu, sang Hakim tersenyum dan berkata kepada Ibnu Sina,
“Anda ternyata sangat cerdas. Cukup dengan diam dan kebenaran terungkap,” kata sang Hakim.
Sambil tersenyum Ibnu Sina berkata kepada Hakim.
“Tidak ada cara lain untuk menghadapi orang bodoh adalah dengan diam. Dan kebenaran akan menunjukkan jalannya sendiri. Itulah kenapa sebabnya kenapa saya memilih diam,”. (*)