• Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Top Bar Navigation
Rabu, Juli 2, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Moralitas Demokrasi

Shohibul Anshor Siregar by Shohibul Anshor Siregar
2020/07/29
in Opini, Ulasan
0
Moralitas Demokrasi

Ilustrasi (foto: internet)

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Jurnalis itu bertanya “Izin bang untuk menanggapi dua berita di bawah ini. Apakah kedua berita itu menandakan tensi politik di Medan sudah memanas?

Berita yang dimaksud oleh jurnalis itu ialah https://www.tagar.id/djarot-singgung-akhyar-merapat-ke-partai-demokrat dan https://www.tagar.id/demokrat-sumut-sebut-yang-haus-kekuasaan-itu-djarot.

Rivalitas dalam Kesejukan
Setelah membaca kedua berita tersebut di atas, saya amat berharap setiap elit politik, dari partai apa pun itu, yang berbicara tentang agenda nasional Pilkada Serentak 2020, tak terkecuali untuk Kota Medan, benar-benar berusaha menjadikan kesempatannya itu sebagai upaya edukasi dan penyejukan bathin bagi rakyat banyak.

Selain upaya edukasi dan penyejukan, inti pembicaraan politik para elit itu pun, jika bisa, seyogyanya memiliki nilai yang berhubungan dengan upaya memperkokoh persatuan di tengah fakta keterbelahan rakyat yang kelihatannya masih terus berlanjut.

Karena itu, tak hanya dalam pilihan diksi, pilihan isyu juga hendaknya benar-benar diperhitungkan agar dapat menyumbang kesejukan. Jangan sampai terjadi bahwa karena ambisi penguasaan politik daerah, elit politik kerap tak sadar menjadi lebih mengedepankan kepentingan partainya. Kemenangan tetaplah selalu penting, sepenting kekuasaan yang menjadi tujuan akhir capaian partai politik. Tetapi kemenangan yang memperkokoh persatuan alangkah indahnya.

Sebagaimana diketahui, bahwa akibat penderitaan covid-19 yang berkepanjangan, rakyat kita terus mengalami kemerosotan daya tahan. Secara psikologis beberapa bulan terakhir rakyat kita semakin sensitif sebagai dampak covid-19. Dalam keadaan seperti itu, apalagi dalam suasana rivalitas Pilkada, rakyat kemungkinan besar juga dapat mengalami penurunan daya kritisisme untuk membedakan mana fakta dan mana opini, mana black campaign dan mana negative campaign, mana hoaks dan mana yang bukan hoaks.

Hal lain yang terus diharapkan dari para elit politik dalam kaitan Pilkada Serentak 2020 ialah kemampuan mereka memilah isyu internal partai dan isyu umum. Isyu internal partai silakanlah diurus sendiri secara bijak. Jangan dipaksakan seolah mewarnai atmosfeer politik nasional. Saya kira memang etika politik juga mementingkan kemampuan memilah isu apa yang tepat menjadi pengisi wacana di ruang publik.

Defisit Demokrasi
Sebetulnya belakangan ini saya pribadi kurang dapat menikmati pemberitaan-pemberitaan media tentang pengerucutan dua nama (Bobby Nasution dan Akhyar Nasution) dalam pilkada Kota Medan 2020 karena beberapa alasan.

Pertama, Kota Besar sekelas Medan, suka atau tidak, rupanya “akan hanya terbentur” pada dua nama saja yang, faktanya, keduanya sama-sama bermarga Nasution. Selain sama-sama bermarga Nasution, suka atau tidak, keduanya pun sama-sama berasal dari satu partai, PDI Perjuangan.

Faktanya memang Akhyar Nasution adalah kader yang dibesarkan oleh PDI Perjuangan dan ikut membesarkan partai itu. Juga adalah fakta bahwa untuk proses pencalonan Pilkada Kota Medan 2020 ini Bobby Nasution pun diberitakan oleh media sudah mendaftar menjadi anggota PDI Perjuangan.

Ini jelas tidak menggambarkan kesehatan proses politik. Secara demografis dan sejarah politik, Kota Medan ini adalah miniatur Indonesia. Tetapi demokrasi seakan sudah berhenti di sini. Mandeg, dipadakan menjadi tak begitu indah. Gagal mengembangkan dirinya menjadi proses pembelajaran.

Mereka yang keberatan dengan pendapat saya tentu akan memberi tahu saya sesuatu yang sudah saya ketahui lama bahwa, sesungguhnya tidak ada regulasi yang memantangkan perebutan kekuasaan melalui pilkada di antara dua atau lebih dari maga yang sama (Nasution) dan dari satu partai (PDI Perjuangan) saja.

Kedua, menurut hitung-hitungan politik, jika Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat (PD) tidak membentuk sebuah koalisi yang menjagokan Akhyar Nasution di dalamnya, diperkirakan Pilkada Kota Medan 2020 akan mempertandingkan keperkasaan satu pasangan usungan PDI Perjuangan dengan kotak kosong.

Tentu orang di luar sana juga akan ada yang berkata bahwa semua biasa saja dan tidak ada ketentuan yang dilanggar, karena kontestasi satu pasangan dengan kotak kosong dalam pilkada adalah konstitusional.

Namun bagi saya, yang namanya Pilkada adalah sebuah proses seleksi. Hakekat seleksi itu sesungguhnya hak, kesempatan dan peluang untuk menentukan yang terbaik berdasarkan perbandingan di antara sejumlah pilihan.

Jadi dengan terbentuknya koalisi PKS dan PD yang berencana mengusung Akhyar Nasution, wajah demokrasi di Kota Medan sedikit banyaknya sudah terselamatkan juga. Dari segi itu saya pun ingin berucap terimakasih kepada Presiden PKS Sohibul Imam dan Ketum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Akar Masalah
Legalframework (kerangka hukum) Pilkada kita buruk, jika bukan sangat buruk. Karena itu regulasi mengenai hal ini paling banyak mengalami revisi. Sayangnya revisi demi revisi kebanyakan hanya berkisar pada perubahan-perubahan semantik yang tidak substantif.

Cara mengukur buruknya legalfranework pilkada antara lain dengan mengajukan pertanyaan “di daerah mana rakyat beroleh kepuasan atas kinerja Walikota, Bupati dan Gubernur?”

Selain itu orang sekarang banyak yang berteriak “Saya Indonesia, Saya Pancasila”, tetapi tidak pernah menyadari seberapa besar pertentangan model pemilihan langsung eksekutif (Walikota, Bupati, Gubernur dan Presiden) dengan sila keempat Pancasila (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan).

Jangan lupa pada akhir masa jabatan Presiden SBY (2014) DPR pernah berhasil membuat revisi ketentuan pemilihan kepala daerah dari langsung kembali menjadi pemilihan di legislatif sesuai sila keempat Pancasila sebagaimana diterapkan selama Orde Baru.

Tetapi UU itu hanya berumur sekejap, karena SBY sendiri menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang membatalkan UU yang baru disahkan dan berbiaya mahal itu. Perppu itu segera disahkan menjadi Undang-Undang begitu Joko Widodo dilantik menjadi Presiden selepas pilpres 2014.

Hingga sejauh ini kebudayaan politik nasional yang terbentuk melalui pilkada adalah mekanisme politik yang bercirikan transaksi secara berjenjang dan bertahap. Kerawanan money bombing tak sekadar membuka jalan lebar bagi penguasa modal untuk menguasai pemerintahan dan sistem sumberdaya, tetapi juga sekaligus menjauhkan rakyat dari proses politik yang elegan. Resep money bombing umumnya terbukti sangat efektif di tegah rakyat yang ditimpa oleh kemiskinan struktural dan tingkat kesenjangan ekonomi yang parah.

Pemilihan langsung juga sangat mudah terjebak dengan populisme tak berperspektif. Hal itu bisa terjadi karena kadar literasi rata-rata pemilih yang masih rendah sehingga tak menolong terhadap peningkatan kualitas pilihan. (*)


Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU

Tags: Akhyar Nasutionbobby nasutionMoralitas DemokrasipilkadaPilkada Medan
Previous Post

Tekan Polusi, Kota Medan Diminta Terapkan BBM Ramah Lingkungan

Next Post

Kebijakan POP Mendikbud Tidak Bijak dan Tidak Populis

Related Posts

Karni Ilyas Pertanyakan Apa Kerja KPU dan Bawaslu Usai Pilkada

Karni Ilyas Pertanyakan Apa Kerja KPU dan Bawaslu Usai Pilkada

4 Desember 2024
143
Ex Ketua OSIS SMK Mandiri Percut Sei Tuan, Taufik Prima sebut Deli Serdang Perlu Pemimpin yang Kuat

Ex Ketua OSIS SMK Mandiri Percut Sei Tuan, Taufik Prima sebut Deli Serdang Perlu Pemimpin yang Kuat

8 November 2024
174
FKWJ Sumatera Utara Khawatir Dampak Berkelanjutan Politik Dinasti

FKWJ Sumatera Utara Khawatir Dampak Berkelanjutan Politik Dinasti

30 Oktober 2024
209
Pilkada dan Tirani Parpol

Pilkada dan Tirani Parpol

2 September 2024
424
Dr Mujahiddin: Daerah Hendaknya Diberi Ruang Lebih Luas Tentukan Pilihan Kepemimpinan Politik Lokalnya

Dr Mujahiddin: Daerah Hendaknya Diberi Ruang Lebih Luas Tentukan Pilihan Kepemimpinan Politik Lokalnya

31 Agustus 2024
157
Pakar: Putusan Progresif MK Runtuhkan Hegemoni Parpol

Pakar: Putusan Progresif MK Runtuhkan Hegemoni Parpol

20 Agustus 2024
268
Next Post

Kebijakan POP Mendikbud Tidak Bijak dan Tidak Populis

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In