Syahdan. Ada sebuah keluarga miskin yang terdiri dari tiga orang, yakni seorang ibu, seorang ayah dan seorang anak perempuan yang masih duduk di sekolah dasar.
Kehidupan keluarga mereka sangat sederhana. Keluarga ini tidak memiliki kecukupan harta, namun alhamdulillah masih bisa bertahan hidup dari hari kehari. Meskipun mereka tidak kaya dalam hal harta benda, mereka kaya dalam hal kebahagiaan dan kedamaian.
Mereka adalah keluarga muslim yang taat berlatih, selalu menunaikan shalat lima kali sehar tepat pada waktunya dan selalu mematuhi aturan Allah SWT serta menjauhi laranganNya. Keluarga ini sagat takut dengn murka Allah SWT, jadi mereka selalu memilih untuk mentaati hukum-hukumNya, betapa pun sulitnya itu.
Ya.Mereka begitu hidup susah di tempat ini, tetapi mereka terus bertahan. Kabarnya, di desa kampung halaman, mereka tidak memiliki pekerjaan. Karena itu mereka memutuskan pindah ke kota tua yang besar ini untuk kehidupan yang lebih baik. Sekolah juga gratis bagi siswa yang membutuhkan di sana.
Suatu hari, keluarga itu diuji dengan ujian besar. Sang Ayah harus meninggalkan kota itu selama berbulan-bulan untuk pekerjaannya. Ia tidak punya pilihan, selain menitipkan istri dan putrinya di apartemen kecil milik kakek yang berada di kota sebelah, hingga ia kembali nantinya. Dia meninggalkan keluarga dengan sedikit perbekalan. Cukup bagi mereka untuk bertahan hidup berbulan-bulan tanpa dia.
Sebulan berlalu dan putrinya tiba-tiba jatuh sakit. Dia mengalami demam yang sangat tinggi. Sang ibu memang sangat khawatir. Tapi dia tidak punya uang untuk membawa putrinya ke klinik. Dia hanya ada cukup uang untuk pegangan dan makan. Dia ingin memberitahu suaminya, tetapi dia tidak ingin membuatnya khawatir. Lagi pula, mereka tidak memiliki telepon di rumah. Dia harus pergi ke telepon umum di pusat untuk memanggil suaminya, dan itu membutuhkan biaya. Menelepon ke luar kota sama sekali tidak murah. Karena itu, dia mengurungkan niat memberi tahu suaminya.
Begitulah, kemudian yang bisa dia lakukan adalah berdo’a kepada Allah SWT setiap usai menunaikan shalat. Selain itu, dia juga berikhtiar meletakkan handuk basah kecil di kepala putrinya sembari tak putus-putusnya memanjatkan do’a kepada Allah dengan penuh ketulusan berharap pertolonganNya. Kemudian dia juga membaca ayat suci al-Qur’an setiap beberapa jam dan berusaha menenangkan dirinya.
Alhamdulillah, Allah SWT menjaga harapannya, dia tetap tenang dan sabar menghadapi cobaan ini. Dia yakin Allah SWT akan merawat mereka.
Dia terus memberi anak perempuannya dekapan dan parasetamol. Alhamdulillah, parasetamol bekerja untuk menjaga demam tinggi putrinya di bawah kendali.
Namun selang beberapa waktu, stok obatnya habis. Mereka terpaksa mamakai obat demam si kakek. Akan tetapi demam putrinya tidak kunjung hilang. Tak bisa dipungkiri, tampak ada sedikit kekhawatiran pada wajah sang ibu, namun dia tidak punya pilihan. Matanya basah oleh air mata setiap kali dia memanjatkan do’a. Dalam hatinya, dia tahu bahwa segala yang diberikan oleh Allah itu baik baginya.
Pernah terbersit di untuk meminta bantuan kepada tetangga. Namun dia tidak kenal siapa pun di lingkungan ayahnya. Dia juga sangat berhati-hati untuk tidak meminta uang kepada orang lain. Dia diajarkan untuk tidak meminta atau meminta pinjaman kepada orang-orang.
Sang kakek juga orang yang sangat pendiam. Lagi pula kondisi fisiknyayang sudah renta membuatnya tidak bisa berbuat banyak untuk membantu anak dan cucunya. Dia hanya menyibukkan diri beribadah malaksanakan sholat dan membaca buku-buku dari perpustakaan. Namun di dalam shalatnya ia selalu menyisipkan do’a untuk kesembuhan cucunya.
Beberapa hari berlalu. Ibu dan kakek semakin khawatir. Kondisi gadis kecil itu masih belum membaik. Bahkan, suhu tubuhnya tampaknya sedikit meningkat setiap hari. Dosis obat terakhir hampir habis.
Kemudian, tiba-tiba, pada jam 1 dini hari, mereka mendengar ketukan keras di pintu depan. Sang ibu mengenakan hijabnya dan bergegas ke pintu. Sang kakek juga ikut menghampiri pintu.
Mereka berdua tampak begitu gugup dan cemas untuk mencari tahu siapa orang itu, tetapi tidak satu pun dari mereka ingin membuka pintu. Hingga akhirnya, mereka sepakat untuk membuka pintu bersama. Dengan mengucapkan “Bismillah” mereka membuka kunci pintu.
“Assalamu’alaikum,” kata tamu itu, yang mengenakan pakaian dan dasi rapi. Di tangannya ada tas hitam besar.
“Wa’alaikumsalam,” kata ibu dan kakek itu bersamaan.
“Bisakah aku masuk untuk memeriksa cucumu yang sakit?” kata pria itu.
Terkejut, ibu dan kakek itu saling memandang, berbalik ke lelaki itu dan berkata, “Tentu, silakan masuk, tuan! ”
Pria itu ternyata seorang dokter! Subhanallah. Dia melakukan beberapa prosedur tindakan medis pada gadis kecil itu.
Ibu dan kakek hanya memandang dengan cemas. Mereka tidak percaya apa yang terjadi. Mereka tidak mengatakan apa pun kecuali di benak mereka, mereka memiliki begitu banyak pertanyaan. Siapa yang menyuruh dokter ini untuk datang? Bagaimana dia tahu mereka butuh bantuan? Kenapa dia datang meski semua klinik tutup? Kapan dia mendengar tentang mereka? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak ada habisnya.
“Kasus cucu Anda agak sulit. Tapi saya akan memberi Anda resep untuk beberapa obat lagi kamu dapat membeli di pagi hari dari apotek. Saya memiliki beberapa obat penghilang rasa sakit dan antibiotik tambahan sekarang. Dan itu bisa dimanfaatkan untuk beberapa jam ke depan,” kata sang dokter.
“Saya juga sudah menyuntiknya. Tapi jangan khawatir. Demamnya akan segera mereda dan dia akan mulai merasa lebih baik dalam dua jam ke depan. Jangan lupa berikan dia minum air putih sebanyaknya, biar terhindar dari dehidrasi. Dan dua hari kedepan, bawa cucu perempuan Anda ke klinik saya, saya akan memeriksa perkembangannya, “kata dokter itu sembari menyerahkan kartu namanya.
Ibu dan kakek saling tersenyum. “Alhamdulillah. Alhamdulillah, ”bisik mereka.
Mereka tentu saja lega tetapi pada saat yang sama, mereka tahu bahwa mereka tidak mampu membeli obat lebih lanjut.
Meskipun demikian, mereka tetap mengucapkan; “Terimakasih, dokter. Kami sangat menghargainya. Terima kasih. Terima kasih banyak.”
Dokter kemudian berjalan ke pintu depan dan menunggu dengan canggung di sebelahnya selama beberapa detik.
Sang ibu membuka pintu, bermaksud membiarkannya keluar. Sekali lagi perempuan itu berucap, “Syukron, jazakallah khayran, barakallahu fiik,”.
“Wa iyyakum, wa iyyakum,” jawab dokter dengan cepat, berjalan melewati daun pintu, tetapi dia belum berjalan pergi. Dia hanya berdiri di sana, masih menunggu dengan canggung.
“Maaf, saudari. Ini sulit, tetapi saya harus meminta Anda untuk biaya konsultasi pribadi setelah jam bekerja di rumah, ”dokter menjelaskan.
“Biaya? Biaya? Astaga. Maaf, dokter. Kami tidak tahu kami harus membayar, ” ujar si ibu
“Apa maksudmu, saudari? Kamu menelepon klinik saya dan meminta dokter segera ke rumah Anda malam ini. Kamu mengatakan bahwa kamu tidak bisa menunggu pagi karena situasinya sangat mendesak. Untuk sampai kemari saya harus menempuh perjalanan selama beberapa jam. Saya minta maaf, tetapi rasanya kurang pantas kamu berpura-pura tidak tahu kamu harus membayar untuk apa yang sudah saya kerjakan, “salak dokter.
“Demi Allah, kita tidak pernah memanggilmu! ” sang ibu tergagap.
“Astaga. Saya tidak percaya. Kamu pelit dan pembohong juga? ” dokter itu menuduh dengan tiba-tiba. Dia lelah. Itu hari yang panjang dan sekarang dia pikir dia harus pulang dengan tangan kosong.
“Tidak, dokter. Saya bersumpah, demi Allah, kami bahkan tidak memiliki telepon di rumah ini. Kami tidak mampu membelinya, dokter. ”
“Apa? Bukankah ini nomor apartemennya?” tanya dokter dengan kasar.
“Tidak. Dokter keliru. Itu tetangga kami di sebelah,”ibu itu menangis, merasa sangat sedih.
“Ya Allah! Subhanallah! Astarghfirullah!,” si dokter merasa bersalah dan menyesali sikapnya.
“Demi Allah, aku tidak tahu bahwa aku telah sampai ke alamat yang salah! Wallahi, Allah yang mengutus aku kepadamu malam ini! Tidak ada yang namanya kebetulan. Subhanallah. Adalah ditakdirkan oleh Allah bahwa saya mengobati putri Anda malam ini. Ibu, saya minta maaf. Saya akan pergi ke rumah tetangga Anda sekarang dan saya akan segera kembali,” ujar dokter
Dokter segera pergi untuk merawat putri tetangga dan benar, dia kembali segera setelah itu.
“Sekali lagi maafkan saya, buk dan kek. Saya telah menjadi seorang yang ceroboh dan kasar. Saya seharusnya tidak menuduh kalian. Saya salah. Saya telah membuat kalian cemas dan sedih. Saya terlalu lelah dan membiarkan kemarahan menguasai saya,” kata dokter.
“Jika ibu tidak keberatan saya bertanya, bolehkah saya menanyakan sesuatu? Tolong beri tahu saya apa yang terjadi pada Anda dan keluarga di rumah ini?,” tanyanya.
“Suami saya sedang pergi untuk pekerjaan yang sulit di luar kota. Dia pergi selama beberapa bulan, karena disini dia tidak dapat pekerjaan. Tapi Alhamdulillah, kita selalu punya cukup. Ya, kami miskin tapi kami tidak pernah meminta atau meminta pinjaman. Kami selalu bekerja keras dan Allah SWT selalu memberi kami cukup,”.
“Alhamdulillah. Meskipun suamiku tidak meninggalkan uang yang banyak, tapi itu seharusnya cukup. Ini adalah rumah ayah saya dan saya tinggal bersamanya sampai suami saya kembali. Setiap malam, saya shalat 2 rakaat Sunnah dan saya memanjatkan doa tulus, memohon kepada Allah SWTuntuk membantu kami dalam segala hal.
“Tetapi sekarang, karena anak saya sakit, saya lebih banyak doa. Yang bisa saya lakukan selain memanjatkan doa, saya juga memberinya sedikit obat-obatan dan meletakkan dua handuk basah untuk menjaga demam anak saya, ” ungkap si ibu sambil menangis.
“Subhanallah. Allah-lah yang mengutus aku kepadamu. Jangan khawatir, oke? Saya akan membayar semua perawatan dan obat-obatan anakmu. Saya juga akan memberi tunjangan bulanan sampai suami kamu kembali, ”dokter itu dengan tenang menawarkan.
Ibu dan kakek terkejut dengan kemurahan hati dokter dan menangis; “Alhamdulillah! Alhamdulillah! JazakAllah khayran.”
Sang kakek memeluk sang dokter dengan sangat erat hingga sang dokter pun meneteskan air mata.(*)
cerita yang syarat makna.
Terimakasih.