Syahdan. Setiap kali para sahabat mememetik panen buah dari ladang, ada tradisi mereka membawa buah-buahan segar itu dan biasanya yang pertama diberikan kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW akan membagikannya di antara mereka yang duduk di sekitarnya.
Suatu hari di musim panen, seorang lelaki miskin membawa buah dari tanah pertaniannya yang tak luas dan memberikannya kepada Rasulullah SAW.
Dengan senang hati Rasulullah SAW menerima hadiah itu. Namun tak seperti biasa, kali ini Rasulullah SAW mencicipi dan memakan buah sendirian, sementara para sahabat cuma menonton Rasulullah SAW menyantap buah tersebut.
Karena merasa aneh dengan sikap Rasulullah SAW, salah satu sahabat yang hadir berkata: “Wahai Nabi Allah SWT, tidakkah ada rasa empati Anda melihat orang-orang di ruangan ini cuma menonton saat Anda makan?
Mendengar sindiran itu Rasulullah hanya tersenyum dan menunggu sampai laki-laki miskin yang membawa buah itu pergi.
Setelah laki-laki itu pergi baru Rasulullah SAW bicara dan mengklarifikasi sikapnya yang aneh tersebut.
“Ketahuilah, Saya memang sengaja mencicipi sendiri buah yang diberikan sahabat kita tadi, karena buah itu belum masak. Jika saya membagikannya kepada kalian, saya khawatir seseorang di antara kalian akan menunjukkan ketidaksukaannya, sehingga mengecewakan orang miskin yang membawa hadiah itu. Jadi, dari pada membuatnya merasa pahit, lebih baik langit-langit mulut saya saja yang menerima kepahitannya,” ungkap Rasulullah dengan penuh bijaksana. (*)