Syahdan. Di sebuah desa kecil, seorang bocah lelaki berusia sepuluh tahun tinggal bersama orang tuanya. Bocah itu memiliki temperamen buruk. Dia gampang marah dan sering mengamuk. Dia juga suka mengejek teman-temannya dengan kata-katanya yang kasar dan menyakitkan.
Watak dan tabiat anak tersebut membuat orang tuanya sangat sedih. Karena sifatnya yang jelek, semakin banyak teman dan tetangganya yang mulai menghindarinya.
Si ayah terus memperhatikan perangai si anak dan berusaha menasihatinya sesering mungkin. Sayangnya, semua upayanya gagal.
Sang ayah sangat mengkhawatirkan sifat sang anak yang kian hari semakin bertambah mudah marah. Namun sebagai orang tua ia tidak putus asa. Ia terus berpikir bagaimana cara mengubah sifat buruk anaknya tersebut.
Suatu hari, sang ayah menemukan sebuah ide untuk menjinakkan prilaku buruk anaknya.
Lantas ia pun segera memanggil anaknya. Si ayah mengajak anaknya bicara empat mata dan berusaha berdialog dari hati ke hati.
Dengan bahasa yang lembut si ayah meminta anaknya untuk berjanji mau melakukan sesuatu untuknya. Setelah membujuk dan meminta dengan sangat sulit, akhirnya si anak bersedia mengikuti keinginan ayahnya
Permintaan sang ayah adalah; setiap kali anaknya marah, ia harus mengambil paku dan menancapkannya ke sebuah papan ada di belakang rumah mereka.
Keesokan hari, sang anak mulai melakukan permintaan ayahnya. Ia menancapkan paku setiap kali ia marah. Banyak sekali paku yang tertancap. Karena saking seringnyanya marah, sehari puluhan paku tertancap di papan itu.
Kemudian, keesok harinya, si anak mencoba menahan kemarahan, tetapi masih belum berkurang.
Hari demi hari berlalu, si anak terus berusaha belajar menahan kemarahan dengan harapan dapat mengurangi jumlah paku yang tertancap di papan.
Tentu bukan hal yang mudah bagi si anak, tetapi ia berusaha untuk mengurangi jumlah paku yang tertancap.
Akhirnya, pada suatu hari, si anak berhasil menahan amarahnya. Hari itu tidak ada satu pun paku yang harus ditancapkan olehnya.
Dengan gembira si anak berlari dan menceritakan hal tersebut kepada ayahnya.
Namun alangkah terkejutnya si anak. Bukannya pujian yang didapat, si ayah malah memberi satu lagi permintaan.
Mendengar permintaan ayahnya, nyaris saja emosi si anak kumat dan meledak. Tetapi syukurnya ia berhasil menahan amarahnya, karena tidak ingin merusak kegembiraannya karena hari itu tidak ada paku yang ditancapkannya.
“Permintaan kedua ayah adalah, setiap kali merasa gembira, maka kamu harus mencabut satu paku dari sekian paku yang sudah kau tancapkan selama ini di papan itu,” ujar si ayah.
Si anak mulai melakukan permintaan ayahnya. Perlahan-lahan paku-paku yang tadinya tertancap di papan pun dicabuti satu demi satu, seiring dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang dirasakan si anak.
Akhirnya, beberapa hari kemudian semua paku berhasil dicabut oleh si anak.
Dengan gembira si anak menceritakan kepada ayahnya bahwa sudah tidak ada lagi paku yang tertancap di papan.
Kali ini ayahnya memeluknya dengan penuh haru dan berkata kepada sang anak;
“Anakku. Masih ingatkah kamu ketika dulu sering marah, berapa banyak paku yang tertancap di papan di belakang rumah kita ?”
“Ingat, ayah” jawab si anak sembari mengangguk.
“Sekarang paku-paku itu sudah tidak ada lagi pada papan itu, karena kamu tidak lagi marah dan berubah menjadi anak yang gembira. Sekarang, apa yang kamu lihat pada papan itu ?” tanya si ayah sambil meminta anaknya untuk melihat papan yang sudah tidak ada pakunya lagi itu.
“Banyak lubang bekas paku di papan itu,” kata sang anak.
“Betul, anakku. Ada begitu banyak lubang yang masih tersisa di papan itu, meski pakunya sudah tidak ada lagi. Demikian jugalah yang terjadi ketika kamu marah, kamu melukai hati orang lain. Meski kemudian kamu menyesali perbuatanmu itu dan meminta maaf, kadang bekas luka hati itu tidak akan pernah kamu hapus sepanjang hidupnya. Mungkin luka itu sudah tidak lagi perih, itu tandanya ia memaafkanmu. Tetapi bekasnya tetap tersisa. Karenanya, jagalah kata-katamu, jagalah sikapmu agar tidak melukai perasaan hati orang lain,“ jelas si ayah.
Pesan Moral
Senantiasalah berkata dan bersikap lembut saat berhadapan dengan orang lain. Pikirkan sebelum Anda berbicara dan bertindak. Serta selalulah berusaha mengontrol emosi dalam situasi yang bagaimanapun dan kapanpun. (*)