Batasan Jelas dalam Regulasi
Merujuk pada Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Pasal 283 ayat (1) berbunyi melarang pejabat negara dan ASN melakukan kegiatan yang mendukung peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye. Larangan ini mencakup pejabat negara, struktural, fungsional, dan aparatur sipil negara lainnya, termasuk presiden dan Menteri. Tujuannya adalah mencegah penyalahgunaan jabatan dengan memberikan keuntungan kepada peserta pemilu tertentu dalam akses terhadap program, anggaran, dan fasilitas negara.
Menurut KIPS, larangan tersebut berlaku secara luas untuk periode sebelum, selama, dan sesudah kampanye, sesuai dengan kerangka hukum UU Pemilu.
“Jika kita tafsirkan bunyi pasal 283 ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 ini mengatur untuk pejabat negara yang punya kekuatan akses seperti program, anggaran, dan fasilitas negara untuk tidak disalahgunakan yang bertujuan untuk kepentingan pemenangan pemilu kelompok tertentu. Maka aturan perundang-undangan sebenarnya sudah memberikan batasan-batasan yang jelas,” terang Edward.
Atas dasar itu, KIPS mendesak Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan untuk bersikap sebagai seorang negarawan sejati di masa akhir periode jabatannya, sehingga tidak menimbulkan potensi-potensi penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan politik di Pemilu 2024 oleh para pejabat negara.
KIPS juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk melakukan klarifikasi pernyataannya agar narasinya tidak menimbulkan potensi penggiringan pejabat dan aparatur negara untuk melakukan tindakan-tindakan politik untuk kepentingan kelompok tertentu, dengan pengunaan program, anggaran, dan fasilitasi milik negara.
“Pernyataan klarifikasi ini kami nilai penting agar tidak menimbulkan persepsi yang semakin liar di masyarakat bahwa Pemilu 2024 tidak legitimate dan juga mendorong adanya penyelenggaraan pemilu yang tidak adil dan demokratis,” tegas Edrward.
Selain itu, KIPS juga mendesak lembaga penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu, untuk bertindak secara berani dan tegas dalam melakukan tindakan terhadap potensi-potensi ketidaknetralan aparatur dan pejabat negara.
“Bawaslu harus menunjukan keberaniannya di hadapan masyarakat agar Masyarakat mempercayai bahwa Bawaslu merupakan lembaga yang dapat dipercaya. Upaya ini penting dilakukan, selain merupakan kewajiban Bawaslu, juga sekaligus mengembalikan kepercayaan publik mengenai hasil pemilu, yang harapannya jauh dari tindakan-tindakan yang tidak etis,” pungkasnya. (*)