TAJDID.ID~Medan || Di dalam perselisihan hasil pemilihan umum pada hasil Pilpres yang sekarang ini sidangnya sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) timbul penafsiran dan asumsi adanya faktor ketidaknetralan yang mempengaruhi hasil Pilpres oleh penyelenggara Negara. Salah institusi negara yang disoroti adalah Polri.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum Dr Alpi Sahari SH MHum mengatakan
Mahkamah Konstitusi bukan menguji netralitas Polri.
“Ya, Mahkamah Konstitusi itu bukan untuk menguji netralitas pemilu,” ujar Disen dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini, Selasa (2/4).
Alpi menjelaskan, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang diberikan kewenangan oleh Konstitusi antara lain untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Kewenangan tersebut, kata Alpi, diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kewenangan ini kemudian diturunkan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2020) juncto Pasal 29 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kewenangan ini disamping mengadili terkait menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, juga mengadili perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
“Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili perselisihan tentang hasil pemilihan umum bukan mengadili netralitas Polri dalam penyelenggaraan Pemilu. Undang-Undang Pemilu secara tegas mengatur terkait netralitas penyelenggara Negara dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu termasuk sanksi yang diberikan terhadap penyelenggara Negara yang tidak netral,” jelas Alpi.
“Seharusnya mekanisme ini yang dilakukan, sehingga kurang relevan Mahkamah Konstitusi untuk meminta keterangan Kapolri terkait netralitas Polri atas usulah TPN Ganjar-Mahfud,” imbuhnya.
Dalam hal adanya oknum anggota Polri yang tidak netral dalam penyelenggaraan Pemilu, lanjut Alpi, tentunya pihak yang mengetahui, mendengar dan mengalami sendiri dapat menggunakan sarana yang telah ditetapkan dalam undang-undang Pemilu yakni melaporkan ke Bawaslu atau Sentra Gakumdu.
Menurut Alpi, Inilah seharusnya paradigma prinsip keadilan substantif dengan tidak mengesampingkan keadilan prosedural.
“Untuk itu Mahkamah Konstitusi tidak hanya mendasarkan pada aliran progresif dengan meninggalkan aliran positivism yang berbasis pada nullum delictum, namun Mahkamah Konstitusi dapat menerapkan aliran hukum integrative yang dimaknai tidak didasarkan pada prinsip stare decisis seperti Negara yang menganut sistem hukum common law” ujarnya.
Alpi mengatakan, aliran integrative dengan memposisikan prinsip keadilan substantif dengan tidak mengesampingkan keadilan prosedural terdeskripsikan dalam statemen Kapolri atas adanya pihak yang mengajukan agar Kapolri memberikan keterangan pada sidang perkara PHPU Pilpres 2024 yang berharap mendapatkan penjelasan yang akuntabel mengenai kebijakan-kebijakan dan perintah-perintah yang dikeluarkan oleh kepolisian.
Diketahui, atas pengajuan ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku siap hadir memberikan keterangan dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024, bila diminta oleh Mahkamah Konstitusi.
“Alhamdulillah kalau Hakim MK nanti mengundang dengan senang hati, kami akan hadir,” ujar Listyo Sigit seusai kegiatan buka puasa bersama TNI-Polri di Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Selasa (2/4) malam.
Kapolri mengatakan kehadirannya sebagai wujud warga negara yang taat dan patuh terhadap aturan perundang-undangan.
Statemen Kapolri ini menurut Dr. Alpi menunjukkan keteladan Jenderal Polisi. Drs. Listiyo Sigir Prabowo sebagai insan bhayangkara sejati Satya Bakti Prabu (kesatria yang mengabdi dengan setia, jujur dan benar) bagi bangsa dan negara.
Alpi mengungkapkan, kebijakan-kebijakan dan perintah-perintah yang dikeluarkan oleh Kepolisian secara jelas telah mengatur netralitas Polri yang dikeluarkan oleh Kepolisian dengan melandaskan pada prinsip good governance antara lain Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/240/X/HUK7.1/2023 tanggal 20 Oktober 2023, tentang Pedoman Perilaku Netral Anggota Polri dalam tahapan Pemilu 2024. Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 Pasal 4 Huruf H berbunyi, “Setiap Pejabat Polri dalam etika kenegaraan wajib bersifat netral dalam kehidupan politik. Surat Telegram No : STR/246/III/OPS.1.3/2022 yang diterbitkan tanggal 22 Maret 2022 tentang Dalam Rangka Menjaga Peofesionalisme dan Netralitas Polri dalam Kehidupan Berpolitik. Lembar Penerangan Kesatuan Nomor: 4/I/ HUM.3.4.5/ 2023/ Pensat tentang Netralitas Polri Dalam Pemilu 2024 dan Lembar Penerangan Kesatuan Nomor: 54/X/HUM 3.4.5/2023/Pensat tentang Arahan Bagi Personel Polri Jelang Pesta Demokrasi. (*)