Ilmuan Autodidak
Walau tidak menyandang gelar sarjana dan tidak lazim digelari kiyahi atau ustaz, ND Pane memiliki basis pengetahuan agama yang mendalam. Meskipun begitu ia banyak mendengar, tetapi tidak pernah risih dengan pikiran-pikiran progresif dari para warganya.
H.T.A.Lathief Rousydiy terkenal memiliki kajian-kajian dan pengamalan ketarjihan yang di mata banyak kalangan sering sedikit berbeda dengan keputusan resmi organisasi yang sudah ditarjihkan. Begitu pun HM Joesoef So’uyb yang selalu unggul dalam kajian memadukan intelektualitas Barat dengan kajian tafsir, fiqh, filsafat dan sejarah Islam dan yang sering menggelitik pemahaman-pemahaman konvensional.
ND Pane menganggap itu tak lebih dari ijtihad yang berakar pada sunnatullah, yang pada saatnya akan memupuk gairah penemuan-penemuan brilian yang untuk penerapan dalam jama’ah memang masih selalu memerlukan mekanisme organisasi, yakni sidang Majlis Tarjih. Silakan orang memiliki perbedaan dengan keputusan tarjih, tetapi tanggungjawabnya sebatas untuk pribadi, saatnya tiba untuk dimasyarakatkan ketika penjelasannya sudah diperdapat melalui sidang Majlis Tarjih.
ND Pane memiliki bahan bacaan yang luas. Ia bisa bercerita tentang hasil-hasil analisis dari orang terkemuka seperti Snouck Hurgronje, Wertheim, Clifford Geetrz dan bahkan memberi sanggahan terhadap teori Darwin. Kajian klasik Auguste Comte, Emile Durkheim, dan pemikir Barat lainnya ia tekuni. Marxisme/Leninisme /komunisme dan Kapitalisme sebagai idiologi-idiologi yang saling bertabrakan dan berebut dunia ini juga dia baca bukan dari literatur-literatur subjektif penuh kebencian politik sesama, melainkan dari sumber-sumber objektif masing-masing. Sejarah hidup dan pemikiran Muhammad Rasyid Ridha, Kemal Attaturk, Gamal Abdelnassher, Abol A’la Almaudhudhi, Jamaluddin Al-Afghani, Mahatma Gandhi, Jose Rizal dan pejuang kemerdekaan dunia ketiga yang lain membuatnya tidak begitu mendewakan tokoh kaliber lainnya seperti Bung Karno.
Di antara para pemikir Indonesia pun ia amat telaten membedakan Bung Karno, Bung Hatta dan Syahrir. Ia juga tidak akan menjadi orang yang kelabakan jika diajak diskusi ekonomi dan pemikiran para tokoh dalam bidang ini termasuk misalnya Gunnar Myrdal, Mahbubulhaq, Boeke, dan tak terkecuali mereka yang disebut-sebut sebagai “mafia” Berkley itu.
Baca Juga: Mengenal HR Mohammad Said, Pendiri Muhammadiyah Sumatera Utara
Sebagai orang yang begitu bersimpati kepada Masyumi bagi kader partai yang pendiam ini tentu pemikiran politik Mohd Natsir maupun Prawoto amat difahami. Meskipun ia amat menghargai ijtihad RM Kartosuwirjo soal Negara Islam, tetapi ND Pane bukanlah orang yang dapat menyetujui itu. Ketika gerakan-gerakan sempalan marak antara lain adanya Komando Jihad, ND Pane tidak bisa diajak kompromi untuk itu. Pendiriannya tegas dalam dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang dijalankan secara taratur meski perlahan menuju baldah thayyibah wa rabbun gafur. Ia tidak larut dalam obsesi misalnya untuk menjadi semacam pemimpin gerakan Wahabiyah baru.
ND Pane dapat memahami naskah-naskah Arab maupun Inggeris dan itu membuatnya menjadi orang yang tak mudah “dihadapi”. Saya heran ketika suatu saat (tahun 1977) seorang pastor yang datang ke Kampus UMSU untuk mencari seseorang lawan diskusi tentang konsep “hidayah” dalam Islam, lebih memilih tokoh lain ketimbang ND Pane dan HM Joesoef So’uyb. Rupanya pastor itu sedikit banyaknya sudah pernah membaca pemikiran kedua tokoh itu. Memang ND Pane bukan cuma bersedia diundang dalam seminar maupun diskusi, begitu dugaan seorang aktivis yang wartawan, Musbir Ibrahim Meuraxa. Banyak tulisan yang dibuat sekaitan dengan kegemaran dan misi yang lain melalui aktivitas yang jamak termasuk media cetak.