Perombakan Legal Framework
Kedepan, Shohibul menyarankan agar dilakukan perombakan legal framework politik dan demokrasi di Indonesia sehingga lebih substantif dengan ukuran standar rujukannya Pancasila dan Pembukaan/Batang Tubuh UUD 45. Artinya, Pancasila dan UUD 45 harus dilihat dan dipahami sebagai satu dokumen yang selaras dengan aturan-aturan di bawahnya.
“Perombakan radikal atas legalframework sistem demokrasi, politik dan pemilu Indonesia penting dilakukan sebagai tawaran untuk ikhtiar perbaikan,” kata Shohib.

Untuk melakukan ikhtiar perombakan legal framework politik dan demokrasi di Indonesia itu, Shohib menawarkan beberapa syarat.
Pertama, Ormas yang menjadi jihadis Indonesia yang telah berjuang bahkan sebelum Indonesia ada, diberi jatah kursi proporsional sesuai kuota berdasarkan jumlah warga (penduduk) tanpa pemilu.
“Dengan begitu, ormas mengontrol anggota legislatif utusannya dan ketika terjadi penyimpangan langsung dapat diganti. Ada yang bilang, ini hanya akan memindahkan ketidak beresan politik di parpol ke ormas. Tuduhan itu tidak benar,” tegas Shohibul.
Kedua, ormas jihadis itu diberi hak untuk mengajukan sendiri calon-calonnya untuk konstestasi politik eksekutif semua tingkatan. Terserah kepada ormas akan menggunakannya atau berkoalisi dengan kekuatan lain (parpol).
“Ini secara radikal akan merombak motivasi dan tradisi serta kultur pemerintahan yang keperduliannya kepada rakyat dapat saja diabaikan sebagaimana terjadi selama ini,” kata Shohib.
Shohib juga menegaskan, kritik atas format demokrasi tidaklah sesuatu yang diharamkan. Menurutnya, demokrasi tidak mesti mencopy-paste tradisi politik dan budaya politik dalam praktik negara-negara Barat yang memang terus memaksakan model mereka ke mana-mana.
“Mempertuhankan demokrasi ala Barat, sebagaimana kita saksikan selama ini, akan meniscayakan orang beriman menjadi kafir, karena rivalitas berbayar telah menjadi tradisi kuat,” pungkasnya.
Selain itu, Shohib juga menyoroti terkait keberadaan partai politik. Ia mengusulkan agar segera dibuat UU Pendanaan Parpol yang mengatur kewajiban negara melalui APBN untuk membiayai parpol Rp 1 triliun setiap partai setiap tahun.
“Cerdaskan rakyat agar ia tahu bahwa tidak masuk akal demokrasi bisa berkembang kalau partainya terus merampok meski tetap bermantel negarawan,” jelasnya.
Selanjutnya, kata Shohib, pastikan juga dibuat UU Pemilu yang kejurdilannya tidak sekadar dead metaphor (pameo mati) tetapi akuntable dan bertanggung jawab.
Selanjutnya, dalam sambutannya mewakili PW Muhammadiyah Sumut, Rektor UMSU Prof Dr Agussani menuturkan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan Seminar Nasional dan Rakorwil LHKP PW Muhammadiyah Sumut.
“Kita mengapresiasi diselenggarakannya kegiatan yang sangat penting dan strategis ini. Mudah-mudah acara ini bisa menghasilkan rumusan yang mencerahkan bagi keluarga besar Muhammadiyah Sumatera Utara dalam menyongsong perhelatan suksesi 2024,” kata Agussani.