TAJDID.ID~Yogyakarta || Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah menggelar acara bedah buku “Parmusi: Pergulatan Muhammadiyah dalam Partai Politik 1966-1971” karya Ridho Al-Hamdi,
Buku ini mengupas dinamika Muhammadiyah dalam dunia perpolitikan, khususnya melalui Parmusi. Ridho Al-Hamdi menjelaskan bahwa karya ini lahir dari keresahannya setelah menyelesaikan buku “Paradigma Politik Muhammadiyah” pada 2020.
“Saya menyadari belum ada buku yang secara khusus mengulas Parmusi, padahal peran Muhammadiyah di dalamnya sangat luar biasa,” ungkap Ridho Al-Hamid di Aula Grha Suara Muhammadiyah, Selasa (19/11).
Ridho juga menyoroti keterlibatan aktif para kader Muhammadiyah dalam berbagai partai, mulai dari Sarekat Islam hingga Partai Ummat, dengan Parmusi menjadi contoh paling intensif dalam keterlibatan kelembagaan Muhammadiyah.
Menurut Ridho, hubungan antara Muhammadiyah dan Parmusi (1968-1971) lebih mendalam dibandingkan dengan Masyumi, meskipun berlangsung lebih singkat. Ia menjelaskan bahwa Masyumi dan Parmusi sama-sama hanya sekali berpartisipasi dalam pemilu, tetapi intensitas pengaruh Muhammadiyah terhadap Parmusi lebih kuat.
“Bulan madu antara Muhammadiyah dan Parmusi lebih pendek daripada dengan Masyumi, tetapi dampaknya jauh lebih besar,” tegasnya dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.
Politik Tanpa Partai
Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah, David Efendi, memandang saat ini Muhammadiyah mungkin telah memasuki babak baru yang disebut “politik tanpa partai.” Ia mencermati bagaimana Muhammadiyah kini mendorong kader-kader terbaiknya untuk mengisi jabatan strategis di pemerintahan tanpa harus terikat secara formal dengan partai.
“Fenomena ini mencerminkan bentuk baru dari politik tingkat tinggi yang berlandaskan konsensus dan diaspora,” ujarnya.
Diskusi ini juga menekankan pentingnya memahami sejarah perpolitikan Muhammadiyah. Direktur Media dan Publikasi Suara Muhammadiyah, Isngadi Marwah Atmadja, mengajak generasi muda untuk memandang sejarah dengan perspektif yang segar dan optimistis.
“Sejarah tidak perlu ditakuti atau disesali, tetapi diulang dengan cara baru,” tuturnya.
Musibah Berbuah Hikmah
Sementara itu, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Siti Syamsiyatun, memberikan testimoni tentang buku ini sebagai “Musibah berbuah Hikmah.” Menurutnya, dinamika hubungan Muhammadiyah dengan partai politik adalah pelajaran berharga yang harus dipahami oleh generasi mendatang.
“Sejarah ini mengajarkan bagaimana mengambil hikmah terbaik untuk melanjutkan gerakan Muhammadiyah,” jelasnya.
Diskusi ini menjadi ruang refleksi atas perjalanan sejarah Muhammadiyah dalam politik, membuka wawasan tentang bagaimana persyarikatan ini terus beradaptasi tanpa kehilangan nilai-nilai dasarnya.
Tampak turut hadirnya tokoh-tokoh Muhammadiyah dari pelbagai lintas disiplin memperkaya perspektif acara dan menggali kembali relasi Muhammadiyah dengan dunia perpolitikan nasional. (*)