TAJDID.ID || Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengakui ada mafia dan spekulan yang ingin mengambil keuntungan di tengah masalah minyak goreng. Menurutnya, seharusnya distribusi minyak goreng di setiap provinsi cukup untuk masyarakat.
Lutfi membeberkan, ada tiga provinsi yang sebenarnya memadai dalam pasokan minyak goreng, yakni Provinsi Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.
“Jadi ada tiga derah yang mirip seperti itu, pertama Surabaya, Jawa Timur yang distribusinya mencapai 91 juta, di Jakarta yang totalnya 85 juta dengan 11 juta rakyat, dan di Sumatera Utara yang mestinya berlimpah,” ungkap Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis, (17/3/2022).
Baca Juga:
- Akui Tak Mampu Kontrol Mafia Minyak Goreng, Mendag Mohon Maaf
- Mengapa Harga Minyak Goreng Harus Naik?
Dikatakannya, sepanjang 14 Februari-16 maret 2022, kebijakan DMO berhasil mengumpulkan 720.612 ton minyak sawit. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 551,069 ton sudah didistribusikan kepada masyarakat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), normalnya setiap orang Indonesia mengkonsumsi satu liter minyak goreng tiap bulan. Oleh karena, kata Lutfi, seharusnya dengan 551.069 ton minyak goreng tersebut, tiap orang mendapatkan dua liter atau melebihi konsumsi per bulannya.
Lutfi mencontohkan di Kota Medan (Sumatera Utara) kucuran minyak goreng sudah sebanyak 25 juta liter. Sementara jumlah warga di daerah tersebut berdasarkan data dari BPS sebanyak 2,5 juta orang. Artinya, dengan jumlah minyak goreng tersebut, satu orang warga bisa mendapat jatah 10 liter minyak goreng.
“Namun, saya pergi ke Kota Medan, saya pergi ke pasar, saya pergi ke supermarket tidak ada minyak goreng,” ungkapnya.
Lutfi menduga, ada pihak-pihak yang memang sengaja mengambil kesempatan dalam kesempitan terkait minyak goreng.
“Jadi, spekulasi kami, deduksi kami ini ada orang-orang yang mendapatkan, mengambil kesempatan di dalam kesempitan,” kata Lutfi. Lutfi pun menegaskan, mengapa minyak goreng bisa menjadi langka kemarin, terutama di tiga provinsi yang disebutkan tadi. Mendag mencurigai, lantaran adanya indrustri dan kedekatan dengan pelabuhan.
Baca juga:
- HET Dicabut, Jubir Muda PAN Sebut Pemerintah Telah “Dikalahkan” dan Masyarakat “Dipaksa” Beli Migor dengan Harga Tinggi
- Aktivis 98: Kasus Kelangkaan Migor Bukti Negara Kalah dengan Pemilik Modal
Sementara adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dianggap Mendag, tak kuat dalam melawan adanya mafia-mafia tersebut.
“Jadi bapak dan ibu, yang terjadi adalah ketika banyak dari minyak ini tidak bisa dipertanggungjawabkan, makanya terjadilah kemiringan-kemiringan tersebut. Jadi pelajaran yang kami dapat di sini adalah ketika harga berbeda melawan pasar segitu tinggi dengan permohonan maaf Kementerian Perdagangan tidak bisa mengontrol. Karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat,” katanya. (*)