TAJDID.ID || Apabila wacana jabatan Presiden tiga periode ataupun penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan dan diusulkan oleh sejumlah elite politik benar-benar diwujudkan, maka Indonesia tidak bisa lagi disebut negara demokrasi.
Hal itu ditegaskan Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto dalam Diskusi Publik Pusat Media dan Demokrasi, LP3ES dengan tema ‘Menunda Pemilu, Membajak Demokrasi’, Selasa (1/3/2022).
“Dua wacana tersebut sama-sama menyalahi aturan main demokratis. Dalam negara demokrasi kekuasaan harus dibatasi melalui Pemilu. Di mana seorang Presiden dapat dipilih maksimal dua periode,” ujar Wijayanto.
Baca Juga:
- Hamdan Zoelva: Skenario Penundaan Pemilu itu Rampas Hak Rakyat
- Yusril: Penundaan Pemilu Potensial Timbulkan Konflik Politik
- Titi Anggraini: Hentikan Narasi Presiden 3 Periode dan Penundaan Pemilu
- Hensat: Pengusul Penundaan Pemilu 2024 Anggap Remeh Intelejensia Rakyat
Lantas dia mengutip sebuah dalil populer dalam ilmu politik yakni pernyataan Lord Acton yakni ‘Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely’ (Kekuasaan itu cenderung korup. Kekuasaan absolut korup sepenuhnya).
Maksudnya, kata Wijayanto, semakin besar kekuasaan maka kemungkinan penyalahgunaan jabatan dapat terjadi.
Wijayanto melihat kecenderungan kekuasaan berlebihan terlihat dari pelemahan KPK, pengesahan Omnibuslaw.
“Kalau pemilu ditunda atau Presiden tiga periode maka Indonesia tidak bisa dianggap lagi memiliki sistem Pemilu yang teratur dan demokratis,” sebutnya.
Kemudian dia mengkritisi alasan munculnya perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode ataupun penundaan Pemilu 2024 karena pandemi Covid-19. Ia menilai itu sebagai hal mengada-ada.
“Situasi pandemi Covid-19 global menurut WHO sudah mulai menuju endemi di mana wabah sudah tertangani dengan baik karena capaian vaksinasi lebih baik,” katanya.
Baca Juga:
- Muhammadiya Sumut: Usulan Penundaan Pemilu 2024 Dorong Pelanggaran Konstitusi
- Setuju Pemilu 2024 Diundur, Pertimbangan PAN Mulai dari Pandemi Hingga Survei Kepuasan terhadap Jokowi
- Setelah PKB dan PAN, Golkar Beri Sinyal Dukung Penundaan Pemilu 2024
Kondisi ekonomi saat ini juga disebutkan Wijayanto bukan menjadi alasan untuk memperpanjang kekuasaan. Justru dia menecurigai adanya kecenderungan skema politik oligarki yang menjadi alasan kuat munculnya wacana perpanjangan masa jabatan Presiden atau penundaan Pemilu 2024.
“Wacana penundaan Pemilu 2024 pada hakikatnya upaya untuk memperpanjang masa jabatan secara konstitusional yang merupakan bentuk lain dari jabatan Presiden tiga periode. Ini merupakan upaya tidak demokratis dan menjadi ciri-ciri kematian demokrasi. Jika Indonesia benar-benar melakukan penundaan pemilu maka bisa disebut Indonesia bukan lagi negara demokrasi,” tutupnya. (*)