TAJDID.ID~Jakarta || Penggiat Perlindungan Anak, Misran Lubis menuturkan, kelahiran seorang anak merupakan amanah dan anugerah bagi orang tua dan bangsa dari Sang Khaliq Allah SWT. Pada diri setiap anak yang lahir melekat hak-hak asasi (hak mendasar) sebagai manusia tanpa melihat perbedaan suku, ras, negara, agama, atau latar belakang lainnya.
“Karena itu, menjadi kewajiban negara dan tanggungjawab orang tua, untuk kemudian memastikan anak-anak yang lahir terpenuhi kebutuhan dan hak-haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara layak,” ujar Pj. Direktur Eksekutif Jaringan LSM untuk Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK) ini kepada tajdid.id, Ahad (6/2/2022).
Misran Lubis yang merupakan kader Muhammadiyah yang menamatkan studi S1 di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini menjelaskan, bahwa usia anak merupakan tahapan terpenting dalam perkembangan manusia. Pada tahapan ini, anak mengembangkan semua potensinya yang akan menentukan kualitasnya sebagai manusia di masa dewasa.
“Masa kanak-kanak diketahui sebagai periode tumbuh kembang tercepat, juga rentan dengan berbagai resikonya,” sebutnya.
Dengan memahami fakta-fakta masa pertumbuhan fisik, psikis dan otak seseorang yang terjadi sangat pesat dimasa anak-anak, bahkan sejak dalam kandungan, maka akan disadari betapa pentingnya memberikan perhatian yang sangat khusus dan optimal kepada anak.
“Mereka akan menjadi pewaris kehidupan, dan untuk melihat seperti apa kualitas hidup manusia suatu bangsa dan negara dimasa depan, dapat diprediksi dengan melihat bagaimana situasi saat ini anak-anak mendapatkan pengasuhan, pembinaan dan perlindungan, untuk hidup, tumbuh dan berkembang,” tukasnya.
Potret Umum Anak Indonesia
Kepala Seknas PAACLA (Patnership for Action Against Child Labour in Agiculture) Indonesia 2020-2021 i ini membeberkan bagaimana gambaran umum anak Indonesia dewasa ini.
Diungkapkannya, populasi anak Indonesia pada tahun 2019 sekitar 84,4 juta, terdiri 43,2 juta anak laki-laki dan 41,1 juta anak perempuan3. Jumlah tersebut sekitar 1/3 (33%) dari total populasi penduduk, dan menjadi jumlah populasi anak terbesar keempat di dunia4. Dari jumlah tersebut, usia dini (0-6 tahun) terdapat sekitar 32,96 juta anak.
Menurut Misran Lubis, masa depan anak-anak tersebut dapat dilihat secara umum dengan situasi keterpenuhan hak-hak dasar dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah (KEPP).
“Keterpenuhan hak-hak mendasar anak, didasarkan pada indikator masih banyaknya anak-anak yang belum memiliki akte kelahiran khususnya di daerah perdesaan, masih adanya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak,” kata Misran Lubis yang menjadi Ketua Komisariat IMM FAI-UMSI Periode 1999-2000 dan unsur Pimpinan Cabang IMM Kota Medan, tahun 2000-2001.
Sementara sektor kesehatan, lanjut Misran Lubis, juga mencatat masih tingginya angka kematian ibu (AKI) melahirkan, berada pada angka 1 per 100.000 kelahiran hidup, serta angka kematian neonatal, bayi dan anak. Bahkan 80% kematian neonatal terjadi pada pekan pertama kehidupan.
“Dari aspek perlindungan yang diukur dari perlindungan anak dalam situasi darurat karena Indonesia merupakan negara yang rentan dengan bencana, masih sangat sering terlihat adanya keterlabatan bantuan, belum terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan spesifik anak, dan sejumlah masalah anak lainnya,” jelasnya.
Misran Lubis mengungkapkan, aspek KEPP pada anak, dari berbagai lembaga layanan pengaduan dan perlindungan anak, baik KPAI, KPPPA, dan lembaga-lembaga layanan non-pemerintah, menunjukkan adanya tren peningkatan kasus kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah setiap tahunnya.
“Misalnya saja data KPPPA, pada tahun 2020 kasus KEPP tercatat 20.505 kasus, dan meningkat pada tahun 2021 menjadi 25.216 kasus. Dari kasus-kasus tersebut, 86% korbannya adalah anak perempuan. Jenis kekerasan seksual masih menjadi kasus yang paling tinggi dialami oleh anak,” tukasnya.
“Situasi yang sangat mengkhawatirkan bukan saja dari angka kasus yang terus meningkat, namun juga melihat karakteristik pelaku dan tempat kejadian yang sangat dekat dengan aktifitas anak sehari-hari, seperti di rumah, tempat pendidikan, dan lingkungan tempat bermain anak,” tambahnya.