TAJDID.ID~Medan || Sosiolog FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan, pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mengklaim kehadiran Kementerian Agama (Kemenag) dalam kabinet pemerintahan Indonesia sebagai hadiah dari negara khusus untuk NU, bukan untuk umat Islam secara keseluruhan, harus disikapi dengan sangat hati-hati dan bijak.
Alasannya, kata Shohib, mengingat pernyataan itu disampaikan dalam forum internal NU, maka terbuka pilihan aman untuk menganggapnya hanya sebagai upaya seorang kader NU yang sedang diamanahkan mengisi jabatan Menteri Agama memotivasi kader NU lainnya untuk semakin mencintai negara.
“Cara itu tentu juga dapat diharapkan sekaligus mendorong agar warga NU semakin bergiat memupuk sense of belongingness kepada negara,” ujar Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini kepada tajdid.id, Ahad (24/10/2021).
Baca Juga:
- Heboh! Yaqut Klaim Kemenag Hadiah untuk NU secara Khusus, Bukan untuk Umat Islam secara Umum
- Sayangkan Pernyataan Yaqut dan Said Aqil, Anwar Abbas: Mereka Lebih Menonjolkan ‘Ananiyah Hizbiyyah’
Kecuali itu, kata Shohib, dari pada terdorong menduga Yaqut Cholil Qoumas kurang dewasa dan rabun sejarah dengan pernyataannya itu, rasanya lebih baik menduganya sebagai orang yang senang berkelakar.
“Hanya saja ia sedikit berbeda dari para pelawak yang lazim, karena terkesan kurang faham bagaimana cara berkelakar dan memilah bahan untuk dijadikan lawakan,” kata Shohib.
“Memang menyikapi merebaknya isu reshuffle saat ini bisa saja ia merasa cemas jadi korban,” imbuhnya.
Dari segi ini, menurut Shohib, setidaknya dapat muncul dua tebakan. Pertama ia (Yaqut) sedang berusaha menebar pesan agar jangan ikut direshuffle.
Kedua, jika pun terjadi nanti, ia berharap pengganrinya tetap dari kalangan NU.
“Jika ini wilayah persaingan, maka jelas tidak fair. Tipis apresiasinya atas prinsif merit system,” tegas Shohib.
Menurut Shohib, sebetulnya luas sekali potensi dampak buruk pernyataannya itu terhadap keutuhan bangsa khususnya ukhuwah Islamiah. Sebaliknya dengan menseriuskan tanggapan atas pernyataanya itu, banyak potensi kerugian umat dan bangsa.
“Di antaranya penilaian rakyat terhadap dirinya dan kabinet secara keseluruhan, sebagai orang yang kurang capable,” kata Shohib.
“Mungkin ia pun cukup menyadari bahwa kapasitas dirinya jauh di bawah para menteri pendahulunya. Secara psikologis itu memang bisa mengganggu dalam menjalankan tugas,” tutup Shohib. (*)