Penjelasan 5:
Soekarno berapi-api pidatonya dalam forum-forum dunia. Tahun 1955 ia mengundang kepala pemerintahan seluruh Asia dan Afrika. Ia ingin bersama orang menderita agar lepas selepas-lepasnya dari segala bentuk dikte dan apalagi penjajahan.
Anda tak boleh lupa, Soekarno pun pernah memutuskan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB karena merasa badan dunia itu tidak adil dan terus dikapitalisasi sebagai perpanjangan tangan untuk melanggengkan penguasaan Barat ke dunia bekas jajahan.
Anda tahu kasus Palestina? Itu penjajahan. Anda tahu kasus Rohingya? Itu penjajahan. Anda tahu kasus Xinjiang? Itu penjajahan. Anda tahu kasus Afghanistan? Taliban tak mau dijajah dan sesusah apa pun keadaan mereka terus bekerja mengorbankan nyawa demi istiqlal (kemerdekaan).
Soekarnomu pun terkadang sangat melankolis soal kemerdekaan itu dan gampang sekali ia tersinggung jika hal itu menjadi masalah di mana saja pun di seluruh dunia. Anda tahu mengapa ia berinama monumental bangunan Masjid di ibukota, Istiqlal, yang berseberangan dengan Katedral itu? Itu karena begitu pentingnya merdeka dijaga.
Karena itu ia tak pernah melewatkan kesempatan berteriak untuk memengaruhi dunia agar keamanan dan ketertiban terjaga.
Bagaimana Sekarang?
Pekerjaan adalah satu masalah besar. Rakyat tak beroleh akses yang cukup untuk tanah di negeri agraris yang oleh Koes Plus disebut istimewa melalui syair lagunya “Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.
Sejumlah isyu krusial ada di sini. Jangan Anda pura-pura tak tahu dan merasa tak punya urusan dengan politik agraria yang buruk dan yang tak memihak kepada rakyat itu.
Pekerjaan, sesuatu yang ditegaskan “:Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan”. Bagaimana Anda menafsirkan ini? Anda buat UU Cipta Kerja agar beroleh harapan datangnya modal asing dan dari investasinya akan terbuka pekerjaan bagi rakyat?
Kuno sekali Anda berfikir dan tak jelas nasionalisme dan tak jelas kefahaman atas konstitusi.
Pemerintah berkewajiban memberi pekerjaan. Bukan sekadar pekerjaan. Tetapi pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Itu bunyi pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Saya sarikan semua uraian itu di dalam sebuah gambar. Anda berhak untuk ikut menyuarakan ini, tanpa rasa takut. Anda tak akan menyebut saya memberontak kepada pemerintah dan Anda tak akan memberi label radikal, intoleran dan anti pluralitas karena saya berucap seperti ini.
Lebih banyak orang yang tahu bahwa negara-bangsa perlu disehatkan dengan tolok ukur konstitusi, keadaan akan makin baik ke depan.
Saya sedang berbicara tentang permasalah krusial yang kini menjerat bangsa. Di antaranya ekstrimisme ekonomi, radikalisme ekonomi, dan intoleransi ekonomi. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU, Ketua LHKP PWM Sumut dan Koordinator Umum n’BASIS