Oleh: M. Yoserizal Saragih
Taliban merupakan kaum santri, yang dicap sebagai gerakan Islamis fundamentalis yang bergiat di Afghanistan dengan akar di negara tetangga Afganistan. Taliban berkuasa resmi di Afghanistan dari 1996 hingga 2001 setelah menggulingkan pemerintahan Mujahiddin yang didukung Amerika Serikat.
Resminya pemerintahan Taliban digulingkan tahun 2001 oleh invasi militer Amerika Serikat. Tapi realitanya kelompok ini sekarang bangkit dan menguasai sebagian besar Afghanistan. Pemerintahan resmi, praktis hanya berkuasa terbatas di ibukota Kabul dan sekitarnya.
Thaliban juga merupakan sebuah gerakan yang mulai menunjukkan eksistensinya di sekitaran tahun 1990-an di beberapa pesantren yang memang beraliran Sunni. Awalnya, Taliban didominasi oleh etnis Pashtun yang berada di Afghanistan Selatan.
Menurut informasi dalam sebuah artikel yang ditulis Felix Kuehn dengan tajuk Taliban History of War and Peace in Afghanistan, diketahui bahwa Taliban semakin kokoh berdiri setelah resmi menjatuhkan ibu kota Afghanistan, Kabul pada tahun 1996. Gerakan ini lantas tambah memantapkan instrumen yang ada, seperti kemampuan berperang, meningkatkan keuangan atau pendapatan dan kemampuan bernegosiasi.
Tidak hanya Kabul, Taliban juga berhasil menjangkau kota-kota lain yang berjarak puluhan kilometer dari Kabul dan membentuk sebuah komite atau departemen. Meskipun kinerja komite itu dinilai amat buruk, namun pembentukan awalnya memang difokuskan untuk kegiatan diplomasi internasional dan memberikan rasa nyaman serta keadilan bagi Taliban itu sendiri.
Pamor Taliban meredup pada 2001, ketika adanya invasi tentara Amerika Serikat (AS) ke Afghanistan. Kekalahan Taliban dari tentara AS ini benar-benar memukul. AS datang dengan segala fasilitas militer yang mumpuni, membuat Taliban kocar-kacir.
Selain itu, Taliban juga mulai kekurangan simpati dari beberapa pendukungnya.Meskipun sudah 20 tahun digulingkan, Taliban tetap menunjukkan eksistensi dan perlawanannya. Hingga akhirnya pada Minggu, 15 Agustus 2021 lalu, Taliban berhasil menduduki istana kepresidenan di Kabul dan menguasainya.
Kembalinya kekuasaan Taliban di Afghanistan dengan waktu singkat setelah selama dua dekade, telah membuat negara tetangga Afghanistan berebut mencari cara untuk menyesuaikan diri dengan pandangan geopolitik yang berubah. Banyak yang sedang dalam gejolak geopolitik saat ini, karena Negara tetangga Afghanistan mencari cara untuk menyesuaikan diri dengan rezim Taliban yang baru muncul.
Presiden Joe Biden pada bulan April lalu memerintahkan Pentagon untuk menarik pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan pada 11 September, yang secara efektif mengakhiri perang terpanjang Amerika. Ketika kehadiran militer Amerika Serikat berkurang, Taliban membuat kemajuan cepat di medan perang meskipun masih kalah jumlah oleh militer Afghanistan. Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok tersebut telah merebut kota-kota besar dan ibu kota provinsi sebelum memasuki ibu kota Kabul pada Minggu 22 Agustus 2021 dan menguasai istana presiden.
Berdasarkan dalam beberapa pemberitaan di berbagai media kini Taliban berhasil menguasai Afghanistan pada Agustus 2021. Termasuk media CNBC Indonesia, CNN Indonesia, Compas.com, TV One, dan lain-lainnya. Dalam beberapa pemberitaan di berbagai media tersebut, menucul beberapa spekulasi bahwa adanya kekhawatiran terhadap kekuasaan Thaliban. Seperti yang diungkapkan oleh Leni Winarni turut mengungkapkan kekhawatirannya terhadap Afghanistan jika pemerintahan dipegang oleh Taliban.
Kekuasaan yang dipegang oleh Talibat saat ini, membuat para jurnalis wanita di Afganistan merasa khawatir karena gerak jurnalis wanita dibatasi, seperti yang dilansir di media Detik News.com menyatakan bahwa Taliban Berkuasa, Jurnalis Wanita Afghanistan Mengaku Dilarang Kerja.
Selain itu media pers CNN Indonesia juga mengatakan bahwa Wartawan Perempuan Kabur Usai Wawancara Jubir Taliban. Di Media TvOneNews juga mengatakan bahwa Taliban Menjadi Ancaman Bagi Perempuan, serta Taliban Juga Ingkar Janji, Sejumlah Jurnalis Wanita Dilarang Kerja.
Seorang Jurnalis wanita Clarissa Ward, menyatakan bahwa kehadirannya di istana keperesidenan sempat membuat suasana tegang, kehadiran saya di sana langsung menciptakan ketegangan, mereka mengatakan kepada saya untuk berdiri di samping karena saya seorang perempuan.
Ward juga mengatakan bahwa kejatuhan pemerintah Afghanistan ini telah menyebabkan perempuan Afghanistan tidak berani untuk keluar rumah. Banyak perempuan Afghanistan mengkhawatirkan hidupnya ketika Taliban berkuasa. Hal ini juga berlaku untuk jurnalis-jurnalis perempuan yang tinggal di Kabul. Mereka takut bahwa Taliban akan melakukan aksi pembalasan terhadap pemberitaan yang ditulis media.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dari itu, penulis ingin mengkaji atau menulis sebuah esai dengan judul “Jurnalis Wanita Di Tengah Kekuasaan Taliban”.