TAJDID.ID || Mahasiswi arsitektur Universitas Yordania, Lina Al-Hourani, bertekad untuk mengharumkan nama baik tanah airnya dengan mengikuti kompetisi Internasional Bloomberg terkait proyek usulan solusi ekonomi, lingkungan, dan perkotaan di dunia setelah Covid-19 berakhir.
Ia dan timnya sudah mencapai babak akhir kompetisi bergengsi yang diselenggarakan oleh American John Hopkins University tersebut, tapi tiba-tiba mereka dikeluarkan dari proyek global itu dikarenakan menolak Israel sebagai rekan setim Yordania yang mewakili Asia Barat.
Mahasiswi cantik berusia 21 tahun tidak tergiur untuk mendapatkan hadiah jutaan dolar. Dia percaya bahwa prinsipnya tidak dapat ditawar-tawar. Jika dia tetap melanjutkan kompetisi, mungkin dia akan memperoleh juatan dolar. Namun masalahnya berkaitan dengan Palestina, maka tidak ada kata tawar lagi baginya.
“Saya menolak usulan itu karena seolah memberikan pengakuan terhadap keberadaan negara ilegal dan penjajah yang menindas orang lain,” tegasnya.
“Ini masalahnya terkait dengan Palestina, dan tidak boleh bersikap diam atau setengah-solusi,” imbuhnya, dikutip dari Quds News Network.
Gadis yang berasal dari desa Al Masmiya Al Saghira di kota pendudukan Ramle, barat laut Yerusalem itu, ia belum pernah melihat Palestina tetapi dia melukis dengan kuasnya gambar-gambar yang paling indah.
“Prinsip saya tidak memungkinkan saya untuk bersaing dengan mereka yang mendistorsi citra negara saya dalam kontes kecantikan internasional,” tegasnya.
Dia bertanya, apakah orang yang membunuh, merampok, dan menduduki menguasai keindahan dalam menggambar?
“Saya tidak akan melegitimasi keberadaan Israel, dan saya tidak akan memberinya kesempatan untuk melanjutkan penjajahannya atas Palestina,” tukasnya.
Lina Al-Hourani menegaskan bahwa nilai hadiah yang berjumlah satu juta dolar AS, tidak bisa membeli prinsipnya.
“Saya dibesarkan dengan prinsip, yang dasarnya adalah Palestina, jadi posisi saya dalam masalah ini tidak dikompromikan, sementara hal-hal lainnya tidak menarik minat saya,” ujar Lina Al-Hourani.
Atas putusan yang diambilnya, ia banyak mendapat pujian dan tekanan di media sosial, namun itu tidak membuatnya tersanjung dan takut.
“Saya tidak mengalami tekanan apa pun atau tidak ditekan untuk mundur, saya juga tidak merasa terhormat atau gila ucapan terima kasih. Tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi saya berharap masalah ini akan berkembang. Kurva positif memperkuat posisi saya,” katanya.
Lina Al-Hourani menolak gagasan melanjutkan kompetisi seperti yang disarankan oleh beberapa orang. Namun dirinya menegaskan, bahwa ini soal prinsip yang tak dapat dikompromikan.
“Masalahnya jauh melampaui simbolisme langkah. Penolakan normalisasi ilmiah adalah bagian dari penolakan normalisasi secara umum. Dan kompetisi saya dengan mereka yang menyerang Palestina itu berarti saya mengakui keberekaan mereka. Maka saya tolak ini,”ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hambatan terbesar untuk memperluas lingkaran pemukiman dan normalisasi dengan Israel adalah opini publik di kawasan Arab.
“Karenanya langkah saya adalah upaya untuk memperkuat bendungan ini dalam menghadapi normalisasi,” lanjutnya.
Dia percaya bahwa langkahnya mewakili pesan terima kasih dan perjuangan bagi mereka yang mengorbankan hidup mereka demi Palestina, dan juga merupakan pesan kepada para tahanan yang terluka bahwa pejuang Palestina sedang dalam perjalanan, dan mengucapkan selamat tinggal “entitas kanker” ini (Israel, red).
A Jordanian architecture student, Lina al-Hourani pulled out of an international challenge run by Hopkins University to avoid teaming up with an Israeli group that was supposed to represent the Middle East alongside the Jordanian group.#FreePalestine #BoycottIsrael pic.twitter.com/kGTekePfOz
— Quds News Network (@QudsNen) September 2, 2021
Lina Al-Hourani menambahkan dirinya menghormati sudut pandang mereka yang bertahan dalam kompetisi.
“Mereka memiliki pendapat yang berharga dan posisi yang terhormat. Mereka melihat kelangsungan hidup mereka dalam kompetisi dan berkompetisi dengan Israel sebagai perlawanan. Ini perspektif yang berbeda,” katanya
Departemen Arsitektur Universitas Yordania telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kompetisi internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Amerika (John Hopkins), untuk menemukan solusi bagi kota-kota di dunia ini untuk pulih dari dampak epidemi “Corona” di bidang ekonomi, lingkungan dan tingkat perkotaan.
631 kota, mewakili 99 negara, memenuhi syarat untuk mengikuti kompetisi ini, dan 50 kota dinominasikan untuk tahap akhir. Amman mewakilinya di Timur Tengah, bersama dengan Tel Aviv, karena mereka memenuhi syarat untuk bersaing memperebutkan 15 kursi pertama untuk memenangkan hadiah satu juta dolar. (*)