TAJDID.ID || Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang mengklaim penanganan Covid-19 terkendali selama 10 hari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat Jawa Bali, banyak mendapat tanggapan dari sejumlah pihak.
Salahsatunya datang dari Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Ia menilai pemerintah terus-menerus membantah kekacauan penanganan Covid-19 di Indonesia.
“Pak LBP menangkis bahwa pelaksanaan penanganan Covid-19 baik-baik saja. Soal pelaksanaan vaksin yang kacau dan lain-lain, menurut saya kekacauan ini terjadi karena tidak mengakui data dan suara-suara masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (12/7/202).
Jika pemerintah terus membantah kondisi darurat sekarang ini, Asfinawati khawatir akan semakin banyak korban. Menurutnya kondisi nyata di lapangan ialah masyarakat saat ini berjuang untuk mendapatkan oksigen, layanan kesehatan, maupun vaksin.
“Itu real-nya kehidupan masyarakat. Kalau ini saja dibantah, ya kita tidak punya pemerintah lagi, ini pemerintahan yang gagal,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar mengatakan, Presiden Joko Widodo sebaiknya memimpin langsung penanganan pandemi Covid-19 dan tak melempar tugas kepada para menteri maupun kepala daerah.
“Coba Presiden sekarang nongol, maunya apa, dan kasih indikator-indikator yang singkat, padat, dan jelas, yang bisa dipenuhi rakyat. Jangan seperti istilah Leon (Ketua BEM UI) dan kawan-kawan itu lip service terus,” ujar Haris.
Selain itu, menurut Haris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri BUMN Erick Thohir juga perlu dimintai pertanggungjawaban. Sebagai pemimpin Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Haris menilai mereka telah gagal mencegah masuknya virus corona varian delta ke Indonesia.
“Kita tidak dalam keadaan baik-baik saja, setiap hari kita mendengar kabar duka,” kata Haris.
Kemudian terkait adanya kebijakan vaksinasi berbayar, menurut Haris itu hanya semakin menyebabkan ketimpangan akses bagi masyarakat. (*)