TAJDID.ID || Ambang batas presiden atau Presidential Threshold (PT) 20 persen harus ditiadakan alias nol persen. Sebab jika masih ada PT 1 persen, maka hal itu tetap melanggar konstitusi.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun dalam Obrolan Bareng Bang Ruslan yang digelar RMOL dengan tema “Presidential Threshold Kejahatan Politik”, Selasa (8/9).
“Legitimasi konstititusi harus nol persen, jika Presidential Threshold 1 persen itu tidak sesuai konstitusi. Kalau Presidential Threshold nol persen, maka semua Parpol punya bargaining position. Parpol kecil bisa calonkan tokoh popular, sementara Parpol besar agak jual mahal,” terang Refly dikutip dari RMOL.
Dikatakan Refly, saat ini pihaknya tidak hanya mengajukan gugatan Judicial Review (JR) Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi (MK), tapi juga ke Komisi II DPR RI.
“Perjuangan kita paralel. Kita ajukan ke MK dan ke Komisi II. Kita seperti lomba lari. Kalau putusan MK lolos, minimal Komisi II akan terikat dengan putusan,” tuturnya.
Refly mengungkapkan kengototannya menggugat PT 20 persen ke MK karena demokrasi di Indonesia hanya akan dimanfaatkan oleh bandar-bandar politik.
“Saya heran ketika orang tidak risau Presidential Threshold. Padahal jika Presidential Threshold tetap dipertahankan, maka yang bisa mencalonkan cuma cukong-cukong,” terangnya.
Cukong-cukong yang menjadi bandar politik ini, lanjut Refly, yang akan menguasai Parpol dan pemerintahan.
“Mereka menguasai aparatur maupun resoruces,” tegasnya.
Karena itu Refly menganggap aneh jika MK tidak membatalkan PT 20 persen dan tetap mempertahankannya.
Refly menuding ada nuansa incumbent mempertahankan PT supaya terjadi head to head.
“Aneh MK tidak membatalkan hal itu. Itu sama saja MK sebagai putusan pasal Istana,” ujar Refly. (*)