TAJDID.ID || Pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar dan pengamat politik Rocky Gerung kembali menggugat Presidential Treshold (PT) pada UU 7/2017 tentang Pemilu.
Zainal Arifin Mochtar menjelaskan yang melatari gugatan mereka ke MK adalah hal mendasar yakni adanya presidential treshold yang dinilai membatasi ruang-ruang demokrasi, dalam hal ini syarat pencalonan presiden.
“Kita akan uji materi lagi ke MK,” ujarnya saat mengisi diskusi bertajuk “Ambang Batas Pilpres dan Ancaman Demokrasi”, Jumat (5/6).
Dia menegaskan, Keputusan MK yang menolak gugatan beberapa pihak pada 2018 lalu itu bukanlah keputusan hukum.
“Melainkan keputusan politik, sebab tidak ada logika hukum dari putusan MK kala itu,” tegasnya.
Sementara, Rocky Gerung mengungkapkan, MK yang seharusnya menjadi lembaga penegak demokrasi justru seperti dikerangkeng dan terbelenggu oleh kepentingan beberapa kelompok kepentingan.
“MK itu otaknya di Istana diatur disana, kakinya dirantai di Senayan atau DPR, cuma tangannya aja dia itu yang bebas, bebas transaksi dan lainnya,” kata Rocky Gerung.
Menurut Rocky Gerung, treshold di dalam sistem parlementer tidak diperlukan sama sekali, lantaran membatasi partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi.
“Gak boleh ada treshold dalam sistem presidensial. Ikut kami mengujikan UU Pemilu soal treshold. Ini adalah gerakan yang mengharuskan karena ada masalah demokrasi, yang terjadi sekarang ini,” sebutnya. (*)