TAJDID.ID-Medan || Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kewenangan pembentukan peraturan daerah, hal ini dikarenakan dalam rangka penjabaran kebijakan untuk pencapaian tujuan otonomi daerah diperlukan instrumen hukum dalam bentuk produk hukum daerah yaitu Peraturan Daerah.
Demikian dipaparkan Kepala Subbid Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah Kanwil Kemenkumham Sumatera Utara, Dr Eka NAM Sihombing SH MHum saat mempertahankan disertasinya “Penerapan Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Formil dan Materil dalam Pembentukan Peraturan Daerah” dalam Sidang Terbuka Program Doktor (S3) Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang diselenggarakan secara daring, Rabu (5/8/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa di tataran peraturan perundang-undangan tingkat pusat juga masih terdapat yang tidak mengimplementasikan baik asas pembentukan peraturan perundang-undangan formal maupun materil.
“Menariknya lagi, dalam penelitian saya menemukan fakta bahwa masih ada peraturan daerah di Sumatera Utara yang belum mencerminkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan baik asas-asas secara formal maupun secara materil,” ungkap EKA yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini.
Maka berdasarkan fakta tersebu, Eka mengajukan sejumlah saran. Pertama, diperlukan suatu desain regulasi yang dapat menjamin konsistensi dari pembentuk peraturan daerah yaitu kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sehingga yang dapat diatur melalui Peraturan Daerah merupakan hal-hal yang memang menjadi urusan yang diberikan kepada pemerintahan daerah.
Kedua, diperlukan penguatan upaya preventif agar dalam pembentukan peraturan daerah mencerminkan asas-asas peraturan perundang-undangan baik formal dan materil. Menurutnya, upaya tersebut dengan melembagakan executive preview melalui proses pengharmonisasian program pembentukan peraturan daerah, melalui instansi vertikal yaitu Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang ada di setiap ibukota provinsi.
“Hal tersebut dapat diimplementasikan dengan melakukan perubahan terhadap tahapan perencanaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018,” jelasnya.
Ketiga, diperlukan upaya konkritisasi penerapan asas peraturan perundang-undangan baik formal maupun materil. Upaya konkritisasi tersebut dilakukan dengan merumuskan norma secara eksplisit dalam Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Selain itu perlu juga dipertimbangkan agar penerapan asas peraturan perundang-undangan baik formal maupun materil dapat dijadikan salah satu alasan dalam pengajuan permohonan pengujian peraturan perundang-undangan baik di Mahkamah Konstitusi maupun di Mahkamah Agung,” sebutnya.
Di depan para promotor, Co-Promotor dan Penguji , Eka berhasil mempertahankan disertasinya dengan predikat Sangat Memuaskan.
Eka menyadari bahwa penyusunan disertasi ini laksana setetes air yang jatuh dalam luasnya samudera,
“Sehingga saya berbesar hati apabila para pembaca sudi memberikan kritik, saran dan masukan dalam rangka proses penulisan dan penelitian berikutnya,” tutup Eka.(*)