TAJDID.ID || Ketua Komite Pengarah Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) Prof Dr M Din Syamsuddin kembali menagaskan, betapa UU No 2 Tahun 2020 atau eks Perppu No 1 Tahun 2020 sangat bertentangan dengan konstitusi.
Menurutnya pembentukan UU ini, baik oleh pemerintah maupun DPR RI adalah bentuk kejahatan luarbiasa terhadap negara, bangsa dan rakyat.
“UU No 2 Tahun 2020 ini adalah pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat, pengingkaran terhadap cita-cita nasional, yang salahsatu frasanya menyatakan bahwa negara atau pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” ujar ketika tampil sebagai keynote-speaker dalam acara Serial Webinar KMPK (6) dengan tema “Menyoal Jaminan Kehidupan Sosial Masyarakat Dalam UU Korona No. 2/2020”, Sabtu (1/8/2020)
Din menuturkan, setelah mengkaji Pasal 27 dan Pasal 28 UUD 45 maka KMPK menyimpulkan UU No 2 2020 adalah sebuah bentuk apa yang disebut dengan constitutional dictatorship, yaitu kediktatoran konstitusional.
Sebenarnya, kata Din, istilah constitutional dictatorship kurang tepat, karena ada paradoks di dalamnya.
“Sebab kediktatoran itu tidak konstitusional. Dan sesuatu yang konstitusional itu tentu tidak menampilkan kediktatoran,” tegasnya.
Namun, lanjut Din, inilah realitas yang dihadapi bangsa Indonesia hari ini, bahwa rezim yang berkuasa di Indonesia terakhir ini adalah rezim yang yang mengakumulasi kekuasan demi kekuasannya sendiri. Rezim yang ingin mempertahankan kekuasaan demi kekuasaan itu sendiri dengan menghalalkan segala cara dan ini melebihi apa yang dikatakan Lord Acton “Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely”.
Dan apa yang dihadapi sekarang ini, menurut Din adalah sebuah korupsi yang bukan penyelewengan uang saja, tapi bentuk korupsi atau kerusakan yang bersifat akumulatif, dan bahkan dari waktu ke waktu kerusakan demi kerusakan itu dilakukan sehingga terjadi penumpukan masalah.
“Dan inilah yang kita hadapi sekarang ini yang pernah saya sebut dengan lingkaran setan dalam kehidupan berbangsa dan bernagara,” ujar Din.
Maka oleh karena itulah, lanjut Din, KMPK berketetapan hati untuk menggugat UU No 2 Tahun 2020 sebagai bentuk komitmen, cinta dan kepedulian KMPK terhadap yang namanya kedaulatan.
“Karena kedaulatan adalah esensi dari negara. Tanpa kedaulatan tidak ada negara itu. Dan inilah yang hilang, inilah yang hancur dan diruntuhkan oleh rezim yang berkuasa sekarang ini,” sebutnya.
Di akhir pembicaraannya, Din mengutif sebuah hadist Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari; “Bantulah saudaramu yang zalim maupun yang terzalimi,”.
Ketua Dewan pertimbangan MUI Pusat ini menjelaskan, kalau membantu saudara-saudar yang terzalimi itu mudah dipahami, yaitu menyelamatkan mereka dari kezliman itu sendiri.
“Tapi bagaiman membantu saudara kita yang zalim, termasuk rezim yang diktator? Inilah yang pernah juga ditanyakan sahabat kepada Rasulullah dalam lanjutan hadist tersebut. Caranya adalah dengan menghentikannya, dengan memberhentikannya, yaitu memberhentikan kezaliman itu sendiri,” tegas Din.
Menurut Din, inilah salahsatu jalan keluar, termasuk jihad konstitusi, gugatan UU No 2 Tahun 2020 ini adalah bentuk cara untuk membantu saudara kita yang zalim, menghentikan kezalimannya sehingga tidak merajalela.
“Karena kalau tidak dilakukan akan menimbulkan malapetaka dalam kehidupan bersama kita,” tutupnya.
Webinar yang dipandu Sekjen KMPK Auliya Khasanofa ini menghadirkan sejumlah pembicara, seperti Prof. Dr. Siti Zuhro (Peneliti Senior LIPI), Dr. Syahganda Nainggolan (Sabang-Merauke Institute), Ir Memet Sosiawan, ME (DPP PKS), Mufidah Said SE MM (PB Wanita Al Irsyad), Yahya Al Jahri (Pemerhati Sospol) dan Dr Marwan Batubara (KMPK).
Comments 1