• Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan
Sabtu, Januari 16, 2021
TAJDID.ID
Iklan
  • SAJIAN
  • Kejadian
    • INTERNASIONAL
    • NASIONAL
    • DAERAH
    • MEDSOS
    • PENGUMUMAN
  • Gagasan
    • OPINI
    • ESAI
    • RESENSI
  • Gerakan
    • MUHAMMADIYAH
      • PTM/A
      • AUM
      • LAZISMU
      • MDMC
      • MCCC
      • MUKTAMAR
    • ‘AISYIYAH
    • ORTOM
      • PM
      • NA
      • IMM
      • IPM
      • HW
      • TS
  • Kajian
    • KEISLAMAN
    • KEBANGSAAN
    • KEMUHAMMADIYAHAN
    • SAINS
    • KESEHATAN
  • Teladan
    • DUNIA
    • NASIONAL
  • Jambangan
    • PUISI
    • CERPEN
  • Renungan
    • SYAHDAN
    • KUTIPAN
  • Tulisan
    • PEDOMAN
    • ULASAN
    • PERCIKAN
    • TILIKAN
  • RINGAN
    • KIAT
    • CELOTEHAN
No Result
View All Result
  • SAJIAN
  • Kejadian
    • INTERNASIONAL
    • NASIONAL
    • DAERAH
    • MEDSOS
    • PENGUMUMAN
  • Gagasan
    • OPINI
    • ESAI
    • RESENSI
  • Gerakan
    • MUHAMMADIYAH
      • PTM/A
      • AUM
      • LAZISMU
      • MDMC
      • MCCC
      • MUKTAMAR
    • ‘AISYIYAH
    • ORTOM
      • PM
      • NA
      • IMM
      • IPM
      • HW
      • TS
  • Kajian
    • KEISLAMAN
    • KEBANGSAAN
    • KEMUHAMMADIYAHAN
    • SAINS
    • KESEHATAN
  • Teladan
    • DUNIA
    • NASIONAL
  • Jambangan
    • PUISI
    • CERPEN
  • Renungan
    • SYAHDAN
    • KUTIPAN
  • Tulisan
    • PEDOMAN
    • ULASAN
    • PERCIKAN
    • TILIKAN
  • RINGAN
    • KIAT
    • CELOTEHAN
No Result
View All Result
TAJDID.ID
No Result
View All Result

Kebenaran dalam Kubang Politik dan Kekuasaan

M. Risfan Sihaloho by M. Risfan Sihaloho
4 Juni 2020
in OPINI, TILIKAN
0
Kebenaran dalam Kubang Politik dan Kekuasaan
370
VIEWS
Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

 

Ikhwal kebenaran dalam konteks politik adalah sesuatu yang absurd. Artinya, kebenaran politik itu sangat musykil untuk diukur objektivitas dan validitasnya, Kecendrungan ini boleh jadi disebabkan nalar politik yang memproduksi kebenaran itu memang cenderung bersifat relativistik.

Bila dicermati, tradisi politik praktis itu memang sering diidentikkan dengan ikhwal “kepentingan” belaka. Karenanya wajar kemudian kebenaran politik hanya semata dianggap sebagai hasil representasi dari kepentingan politik. Kebenaran politik yang disajikan tidak akan pernah lepas dan bebas dari nilai kepentingan politik. Sebagai implikasinya, muncul adagium yang memandang kebenaran dalam politik itu “tidak selalu harus benar” dan begitu juga kesalahan “tidak pula melulu mesti salah”.

Tentang hal ini, filsuf eksistensialis Prancis, Jean Paul Satre dengan sinis pernah menyebut politik tidak lain adalah sebuah ilmu yang memungkinkan pemiliknya (politisi) dapat menunjukkan bahwa dirinyalah yang paling benar, sedangkan orang lain salah. Dengan demikian, wajar saja jika kemudian tindakan dan prilaku politik bisa menjadi “serba benar” atau “serba tidak keliru”, meskipun sebelumnya pandangan umum sudah menganggapnya sebagai sesuatu yang salah, kontroversial dan irrasional.

Begitulah. Dalam politik yang sering dilakukan oleh para politisi sebenarnya bukan memihak kepada kebenaran sejati, melainkan berpihak kepada kebenaran subjektif yang tidak lain merupakan cerminan dari kepentingan politik.

 

Monopoli Kebenaran

Mencari kebenaran itu lebih bernilai dibandingkan menguasainya  (Albert Einstain)

Bagi dunia filsafat  dan  ilmu pengetahuan, aforisma  yang dilontarkan ilmuan besar dunia  Albert Einstain di atas memang  adalah prinsip ideal yang seharusnya dipraktikkan. Tujuan ideal ilmu itu adalah mencari kebenaran.

Tetapi sepertinya itu tidak relevan — bahkan boleh jadi dianggap sesuatu yang  naïf – dilakukan di dalam dunia politik dan kekuasaan. Dalam logika politik dan kekuasan,  justru  ikhtiar mencari  kebenaran bukanlah suatu yang penting,  dan sama sekali bukan menjadi tujuan. Bagi politisi dan penguasa yang terpenting  adalah bagaimana menguasai dan mengendalikan kebenaran. Karena dengan mengendalikan dan menguasai kebenaran, akan membantu dan memudahkan politisi atau penguasa memenangkan kepentingannya.

Kalaupun ada  ruang untuk kebenaran, lebih sering itu hanya sebentuk bunga-bunga kata yang mekar di mulut mereka yang sebenarnya pendusta.  Jarang sekali kebenaran jadi bagian dari dedikasi dan komitmen mereka.

Dan biasanya, pihak yang paling potensial untuk menguasai kebenaran adalah mereka yang sedang memegang kekuasaan. Semakin besar kekuasaan yang digenggam, maka semakin besar peluang memenangkan pertarungan untuk menguasai kebenaran.

Dalam konteks politik dan kekuasaan, makna menguasai kebenaran adalah bagaimana penguasa menggunakan segenap kekuasaan yang dimilikinya secara optimal untuk selalu merasionalisasi dan membenarkan setiap perilaku dan kebijakan yang dikeluarkannya.

Tentunya kita masih ingat, di masa pemerintahan Orde Baru, bangsa ini pernah mengalami masa dimana telah terjadi monopoli kebenaran oleh rezim penguasa. Atas nama negara, penguasa otoritarian saat itu tampil sebagai pembuat sekaligus penafsir tunggal kebenaran politik untuk mengamankan status-quo kekuasaannya.

Dalam segala hal pihak penguasa selalu memaksakan semua yang dilakukannya harus dianggap dan diamini sebagai sesuatu kebenaran yang tidak pernah salah. Dan jika ada pihak-pihak yang berupaya menginterupsi atau mengoreksinya, maka itu akan dianggap sebagai tindakan subversif yang kemudian pantas untuk dibungkam secara represif. Terbukti, tidak sedikit tokoh, kelompok dan media massa yang mencoba nekat menyuarakan dan memperjuangkan kebenaran yang berbeda dengan kebenaran pemerintah telah menjadi korban kelaliman penguasa pada waktu itu.

Namun setelah rezim Orba runtuh dan bangsa ini memasuki era reformasi, kondisi pun berubah drastis. Kehadiran gerakan reformasi sebagai antitesa dari Orba telah membawa angin perubahan yang cukup radikal bagi bangsa ini. Salah satu implikasi yang paling menonjol dari kehadiran gerakan reformasi adalah terbukanya kran kebebasan ditengah-tengan kehidupan bernegara, termasuk dalam sektor kehidupan politik.

Tak ayal, eforia pun melanda sebagian besar anak bangsa menyambut era kebebasan tersebut. Tiba-tiba siapapun tidak tabu lagi untuk bersuara memuntahkan aspirasinya. Begitu juga terkait kebenaran politik, negara bukan lagi jadi satu-satunya penguasa tunggal kebenaran politik yang dominan. Setiap orang atau kelompok kepentingan bebas memiliki klaim kebenaran politik masing-masing.

 

Politik Pembenaran

Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun determinasi negara terhadap kebenaran politik sudah berkurang sedemikian rupa, sesungguhnya bukan berarti syahwat penguasa untuk menguasai kebenaran politik mengalami stagnasi.

Seperti yang terlihat belakangan ini, sebenarnya gelagat hasrat pihak penguasa untuk menguasai kebenaran politik masih cukup besar. Namun masalahnya, rezim penguasa di zaman reformasi tidak menguasai kebenaran politik dengan cara kursif seperti yang dipraktikkan oleh rezim penguasa orba. Oleh karenanya pilihan yang paling efektif diambil penguasa adalah dengan cara memaksimalkan hegemoni kekuasaan yang dimilikinya.

Dalam konteks hegemoni, pihak penguasa dengan segenap instrumen kekuasaannya dituntut mampu lebih moderat untuk “memaksakan” versi kebenaran politiknya.

 

Politik Kebenaran

Jika kebenaran politik begitu musykil untuk dipercaya, maka sesungguhnya masih ada bentuk representasi lain yang justru penting untuk selalu diperjuangkan dan ditradisikan, yakni “politik kebenaran”. Apa itu politik kebenaran?

Secara sederhana, politik kebenaran itu dapat diartikan dengan politik ketulusan. Artinya, politik dan kekuasan harus selalu dijalankan dengan etos  ketulusan dalam rangka memperjuangkan kemaslahatan bersama (bonum commune). Seorang politisi atau penguas yang menganut ideologi politik kebenaran akan senantiasa menjadikan dunia politik dan kekuasaan sebagai instrumen perjuangan untuk mewujudkan kebenaran dan kebaikan.

Dalam konteks kehidupan bernegara, secara konseptual kebenaran itu adalah nilai-nilai ideal yang telah disusun dan dirumuskan dalam dasar negara.

Di Indonesia, konsep aksioma kebenaran itu tak lain terkandung dalam Pancasila dan UUD1945. Keduanya menjadi postulat dan standar rujukan kebenaran bagi segenap komponen bangsa yang harus senantiasa diamalkan dalam kehidupan bernegara.

Akan tetapi, sepertinya bagi politisi hal ini bukanlah sesuatu yang mudah dan menguntungkan untuk dilakukan dalam kultur politik pragmatis. Karena dunia politik adalah kumpulan fakta dan realitas yang syarat kebohongan dan kemunafikan. Seperti pernah diungkapkan George RR Martin dalam bukunya “A Clash of Kings” (1998); “orang sering mengklaim rasa lapar akan kebenaran, tapi jarang menyukai rasa itu saat disajikan“.

Dan perlu dipahami, politik kebenaran tidak sama dengan politik pembenaran. Politik kebenaran adalah bentuk praksis dari tradisi politik adiluhung (high politic), sedangkan politik pembenaran merupakan praktik politik murahan (low-politic) yang ditujukan untuk membenarkan perilaku busuk politik.

Penutup

Boleh jadi, bagi sebagian orang gagasan politik kebenaran mungkin dianggap sebagai sesuatu yang utopis dan tidak realistik. Namun meskipun demikian, jangan sampai hal itu membuat kita pesimis dan melemahkan iktikad kita untuk terus berusaha menyirami konstelasi dunia politik kita yang begitu kering-kerontang dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan ketulusan.

Kita berharap masih ada —walaupun segelintir – politisi di negeri ini yang masih memiliki hati yang bersih untuk ikhlas memperjuangkan politik kebenaran dan punya nyali untuk mengatakan seperti yang pernah dinyatakan oleh Umar bin Khattab; “Jika ada seribu orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada seratus orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada sepuluh orang pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu. Dan jika hanya ada satu orang yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya.”. Semoga (*)


M. Risfan Sihaloho, Pemred TAJDID.ID

Tags: politik kebenaranpolitik pembenaran
Previous Post

Diundang ke Istana, Muhammadiyah Beri Masukan kepada Pemerintah Soal Penanganan Covid-19

Next Post

Terkait New Normal, Sekolah Muhammadiyah Ikut Pemerintah

Related Posts

Refleksi Sarang Laba-laba dalam al~Qur’an

Refleksi Sarang Laba-laba dalam al~Qur’an

14 Januari 2021
58
Transparansi Pengelolaan Dana Haji oleh BPKH RI

Transparansi Pengelolaan Dana Haji oleh BPKH RI

14 Januari 2021
14
Kompleksitas Jalinan Antara Muhammadiyah dan Kekuasaan

Kompleksitas Jalinan Antara Muhammadiyah dan Kekuasaan

12 Januari 2021
31
Penataan Politik Indonesia

Penataan Politik Indonesia

8 Januari 2021
52
Menakar UU Ciptaker Bab X dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI 

Menakar UU Ciptaker Bab X dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI 

7 Januari 2021
56
Perebutan Kekuasaan

Perebutan Kekuasaan

1 Januari 2021
36
Next Post
Terkait New Normal, Sekolah Muhammadiyah Ikut Pemerintah

Terkait New Normal, Sekolah Muhammadiyah Ikut Pemerintah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

SOROTAN

  • Berhentikan Ketua KPU Arif Budiman, Pemuda Muhammadiyah Sebut DKPP Gagal Paham
    Berhentikan Ketua KPU Arif Budiman, Pemuda Muhammadiyah Sebut DKPP Gagal Paham
  • Gantikan Akhyar, Sekda Jadi Orang Pertama yang Divaksin di Medan
    Gantikan Akhyar, Sekda Jadi Orang Pertama yang Divaksin di Medan
  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail
    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail
  • Mendengarkan Tukang Bongak
    Mendengarkan Tukang Bongak
  • Muhammad Sabri Fiin, Sosok Kader Otentik yang Pantas Memimpin PAN Deli Serdang
    Muhammad Sabri Fiin, Sosok Kader Otentik yang Pantas Memimpin PAN Deli Serdang

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • SAJIAN
  • Kejadian
    • INTERNASIONAL
    • NASIONAL
    • DAERAH
    • MEDSOS
    • PENGUMUMAN
  • Gagasan
    • OPINI
    • ESAI
    • RESENSI
  • Gerakan
    • MUHAMMADIYAH
      • PTM/A
      • AUM
      • LAZISMU
      • MDMC
      • MCCC
      • MUKTAMAR
    • ‘AISYIYAH
    • ORTOM
      • PM
      • NA
      • IMM
      • IPM
      • HW
      • TS
  • Kajian
    • KEISLAMAN
    • KEBANGSAAN
    • KEMUHAMMADIYAHAN
    • SAINS
    • KESEHATAN
  • Teladan
    • DUNIA
    • NASIONAL
  • Jambangan
    • PUISI
    • CERPEN
  • Renungan
    • SYAHDAN
    • KUTIPAN
  • Tulisan
    • PEDOMAN
    • ULASAN
    • PERCIKAN
    • TILIKAN
  • RINGAN
    • KIAT
    • CELOTEHAN

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In