Oleh: Dr (Cand) Suheri Harahap MSi, Dosen UIN-Sumut, Calon Wakil Bupati Tapanuli Selatan 2020-2025
PAIAS PAMATANGMU (Bersihkan Badan/ragamu) , PAIAS PARABITONMU (Bersihkan Pakaianmu), PAIAS BAGASMU (Bersihkan Rumahmu), PAIAS PAKARANGANMU (Bersihkan Lingkunganmu)
Kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi adat budaya sangat penting untuk diwariskan dari generasi ke generasi agar kita tidak kehilangan identitas seperti “Poda Na Lima” sebagai payung hukum adat yang tak tertulis untuk dijalankan sebagai perilaku sosial antar individu, kelompok dan antar kelompok di Tapanuli Selatan Bumi Dalihan Na Tolu.
Kita masih ingat banyak konflik sosial lahir di Tapsel seperti Batang Toru, Tolang Jae, dan sebagainya yang tak boleh terjadi lagi yang meninggalkan bebas sosial dan ekonomi bagi warga Tapsel. Pemerintah harus menjaga katup pengaman munculnya konflik vertikal dan horizontal.
Namun faktanya, masyarakat banyak yang lupa apa yang terjadi 10 atau 20 tahun yang lalu, mereka hanya butuh apa yang kita bawa dan mereka dapatkan hari ini. Kemudian muncullah budaya permissif, pragmatis dan instan. tentunya kondisi ini jauh dari diskursus kedaerahan dan potensi apa yang harus dimajukan sebagai ‘branding’ Tapsel.
***
Budaya adalah produk asli masyarakat dari dulu yang membingkai pola hidup sehingga bertahan selama berabad-abad. Tapi selalu disebut bahwa zaman sudah berubah, ini zaman ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informatika (cyber community), lahirnya penemuan dari zaman modern tentang ilmu. Ilmu lahir dari kejayaan dunia Barat yang menginvasi negara maju ke negara dengan istilah negara-negara terbelakang ( negara berkembang), lahirlah imperialisme, kolonialisme dalam bentuk penjajahan.
Lantas, kita akan masuk ke babak baru ‘konsep penjajahan’ budaya, ekonomi dan politik kaum liberalis/bourjuis yang mengandalkan kekuatan kapital (modal) sebagai instrumen pertarungan di era millenial. Pertarungan ide dan gagasan akan dikalahkan dengan modal. Sebagai implikasi, budaya (termasuk adat istiadat) kemudian bukan lagi dianggap sebagai solusi, sehingga cenderung akan ditinggalkan sebagaimana digagas Huntington.
Sekarang konsep developmentalisme terus didorong agar konsep pembangunan SDG’S (social development goals) terwujud. Kapan kita bangkit sebagai negara Indonesia maju 2045? Tetapi sebagai bangsa yang memiliki falsafah Pancasila, kita sangat kuat dengan akar budaya lokal untuk memelihara kehidupan yang harmonis.
Kearifan lokal (local wisdom} salah satunya ‘konsep gotong-royong di Tapsel namanya “marsialap ari”. Lalu pertanyaannya, kapan Tapsel bangkit? Sementara hutan, tanah, air, SDM, SDA, infrastruktur, dana desa, APBD, APBN masih banyak yang perlu dibenahi secara serius dengan pelibatan masyarakat secara partisipatif. Pemerataan pembangunan secara menyeluruh. Pembangunan infrastruktur fisik ( jalan, jembatan, irigasi dll) penting tapi juga harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur sosial budaya.
Dalam pergaulan antara masyarakat dengan pemerintah dibutuhkan sharing untuk lahirnya kebijakan (policy) dan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good goverment) maupun untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat seperti lahirnya Peraturan daerah maupun peraturan bupati maupun aturan-aturan lainnya yang dijalankan secara sungguh-sungguh. Aturan -aturan di desa oleh kepala desa harus bisa bersama masyarakat adat untuk menjaga kehidupan yang rukun, termasuk menjaga lingkungan, hutan, keluar-masuk warga sehingga legalitas (KTP), jual beli tanah, kebun/lahan tidak diberikan secara mudah. Dinas kehutanan, badan pertanahan dan OPD (organisas pemerintahan daerah) harus transparan begitu juga dengan badan usaha milik daerah (BUMD). tidak boleh lagi ada kawasan hutan lindung tapi ada pembangunan yang menggunakan dana APBD.
Tugas pemerintah dari pusat sampai ke daerah adalah mencerdaskan masyarakat agar rakyat terpenuhi kebutuhan dasar (sandang/papan), rakyat tidak lapar, miskin, menganggur, putus sekolah, kantong kosong (kapan terisi kalau tak ada kerja, bagaimana kerja kalau pendidikan rendah, sudah kerja masih kurang karena gaji rendah, sudah sarjana tak berani pulang kampung (desa) karena masih ditanggung orang tua, belum lagi lahan orang tua semakin sempit tak cukup memenuhi cita-cita menyekolahkan ditambah harga-harga yang tak sesuai. (data kualitatif tentang Tapsel akan diperkuat dengan data kuantitatif agar rasional dan terukur)
Visi untuk terwujudnya “Tapsel Sejahtera” adalah suatu yang pantas diimpikan oleh segenap warga Tapsel. Karena memang daerah sangat kaya dengan sumber daya alamnya. Misalnya Tapsel punya tambang emas. Mestinya dana CSR (corporate social responsibility bisa menguatkan pendidikan dan kesehatan maupun kehidupan sosial budaya masyarakat adat. Semoga kelompok masyarakat (civil society) para tokoh agama, ulama, pesantren dan pemerintah Tapsel (eksekutif, legislatif, yudikatif) dan jajarannya serta aparat negara (TNI/ POLRI) dan institusi yang dilahirkan oleh reformasi KPU, PASWAS Kabupaten dan jajarannya saling menjaga pentingnya menjaga demokrasi yang berdaulat, rakyat pemegang mandat kedaulatan tertinggi.
Pemerintah harus menggunakan pendekatan kolaboratif dalam mengatasi problem sosial, termasuk kemiskinan Tentu harus dibuktikan, apakah Tapsel miskin karena kultur/mentalitas atau justru karena sistem kebijakan yang tak berpihak.
Begitu juga dengan tingginya peredaran narkoba di desa-desa, prostitusi, judi dll, adalah sederet persoalan yang sekarang melilit dan mengancam masyaratakt Tapsel. Karenanya kedepan, dengan memperkuat kehidupan keagamaan ( mesjid, gereja, sekolah/ pengajian.) bersama-sama dengan doktrin budaya Poda Na 5 yang diinternalisasikan dengan kebijakan akan terwujud Tapsel yang beriman, berkarakter, berbudaya. (*)