Oleh : Suheri Harahap, Dosen UIN-SU dan Balon Wakil Bupati Tapsel
Apa itu filsafat politik orang Tapsel? Sebuah pertanyaan untuk menggugah kita pada prinsip penting dalam kehidupan sebagai warga yang akan.mengikuti pemilihan pemimpin (bupati/wakil bupati) di KabupatenTapanuli Selatan tahun 2020 ini. Seolah ada sesuatu yang salah atau hilang selama ini dari ‘ruh’ politik yang ideal yang digagas oleh ilmuwan dan ahli politik di zaman dulu sehingga saat ini perlu dievaluasi.
Siapa yang bisa mengevaluasi politik itu? Disinilah perlu digagas agar politik tidak hanya dievaluasi oleh partai politik, tim sukses, elit politik tapi yang terpenting adalah warga negara itu sendiri (kalau di Tapsel semua kelompok ada di masyarakat termasuk adat dan agama yang kita sebut ‘pranata’ .
Pranata adalah aturan main (role of game) yang menyusun kehidupan kita bersama. Apa namanya kalau di Tapsel? Itulah sistem sosial budaya adat ‘dalihan na tolu’, termasuk ‘poda ni adat’, ‘pastak-pastak ni adat’, ‘patik’,’ ‘uhum’ dll. Begitu juga dengan nilai-nilai ajaran Islam, apa itu? itulah pengamalan dari kita suci al-Qur’an yang harus dipedomani oleh masyarakat (konsep Islamisasi dan Qur’anisasi).
Sesungguhnya politik itu adalah bagaimana cara mendistribusikan keinginan dan harapan masyarakat tentang keadilan (justice), kebebasan (freedom), kedaulatan (sovereignity) oleh pemimpin. (lihatlah sumpah dan tugas kepala daerah yang diamanahkan undang-undang dan visi misinya). Pertanyaan sekarang kenapa politik ideal yang humanis, bermartabat, berdaulat, beradab, berkarakter, beretika ber-Pancasila, beragama, santun, bermoral dll, (kalau di Tapsel ada namanya ‘marsialap ari’, konsep gotong royong yang saya sebut ‘ politik humanis sama dengan politik gotong royong) menjadi buruk seperti istilah politik pragmatis, politik uang (money politic), bernuansa SARA, dll.
Filsafat politik di Tapsel yang humanis sangat penting dijadikan motivasi bagi generasi muda, sebab awal mula politik berawal dari berbagai pandangan tentang arti kekuasaan dan bagaimana situasi kehidupan di berbagai negara dan begitu juga dengan perkembangan zaman. Politik adalah cara masyarakat yang ada memandang dirinya dalam mengatur kehidupannya agar lebih baik.
Albert Enstein menyebut ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh. Dalam Islam ilmu adalah cahaya. Ilmu sebagai alat untuk menguasai dunia, Al Qur’an mendorong spirit manusia untuk menggunakan akal pikiran (nalar). Boleh menuntut ilmu walau ke negeri Cina sekalipun. Menguasai ilmu pengetahuan (Iptek) inilah yang harus menjadi perjuangan masyarakat. Tapsel harus punya kemajuan masyarakat yang kuat agama (bersih tauhidnya, uang (benda) bukan tujuan hidup termasuk dalam berpolitik. Masyarakat Tapsel harus cerdas, cinta ilmu (dengan ilmulah mereka mengubah hidupnya termasuk sumber daya alamnya).
Tapsel kedepan (kalau sekarang kita berpolitik harus bayar baru memilih, itu mungkin disebabkan oleh rendahnya perkembamgan ilmu di suatu daerah, lihat negara yang maju ilmu pengetahuannya seperti Amerika, Jerman, Iran, Malaysia dll tentu peradabannya pasti lebih maju, pastilah rakyatnya (warga negara) memilih dengan harapan untuk kemajuan negaranya dan kebangkitan ekonomi mereka. Sedangkan di Tapsel, perlu kerja keras mengubah mindset, cara berpikir baru kaum mudanya.
Ilmu politik terus berkembang, dan penemuan ahli tentang pentingnya ilmu itulah yang membuat politik kita di Tapsel bisa berubah kedepan. Disinilah kita sebagai generasi muda, pemilik wilayah, generasi penerus untuk mempertanyakan proses politik dalam demokrasi pilkada yang hanya dilaksanakan sekali dalam 5 tahun.
Apa yang harus kita pertanyakan sebagai masyarakat Tapsel yaitu siapa yang akan memimpin kita? Apakah kita termasuk daerah yang maju, dan kenapa masih ada orang miskin? Apa yang menjadi tugas pemerintah daerah (seluruh perangkat birokrasi negara), lalu apa hak dan kewajiban warganya? Mengapa kita mengklaim tanah kita, apakah ada tanah dirampas perusahaan? Kenapa kita perlu hidup rukun dan damai dsb.
Inilah cara mempernyakan dalam konsep filsafat politik bagi warga Tapsel agar bisa bangkit dan meninggalkan istilah ‘hepeng do na mangatur sude’, ‘adong hepeng na ta pilih’. Istilah Tapsel ‘tak pernah selesai’ harus dihapus. Padahal pilkada ini adalah momentum menentukan jawaban atas pertanyaan dasar/hakiki/filosofis/azasi/fundamental/esensi masa depan masyarakat Tapsel. Rakyat berkeadilan, bebas dan berdaulat. Jika ditemukan ada kejanggalan dan cara-cara yang tidak sesuai di lapangan baik oleh oknum aparat birokrasi, aparat negara dan penyelenggara pemilu, itulah tugas masyarakat untuk meluruskan dan memperbaikinya. Jangan pesimis dan Golput. (*)