Kayu itu akan membuatnya tersenyum pada hari kematiannya. Ketika itu boleh jadi tubuhnya telah hancur oleh tanah dikuburnya. Tetapi jelaslah, kayu itu masih akan tetap menjadi saksi, ia pernah hidup dan menyumbangkan sesuatu untuk surau. Tidak, bukan orang yang akan membuatnya senang, tetapi karena Tuhan sendiri melihat itu. Kalau saja mungkin ia akan menghindari penglihatan orang. Sebab, hanya Tuhan jugalah yang diinginkannya.
Disaksikannya ranting demi ranting jatuh dari pohon. Seperti itulah manusia. Satu per satu ia akan dikuburkan. Ranting jatuh itu masih pula dapat dipergunakan. Mereka dapat masuk api dan memberi panas pada dasar periuk atau memberi panas pada mereka yang kedinginan. Tetapi apa yang disumbangkan orang mati. Tidak satu pun. Bahkan orang akan menyusahkan tetangganya, karena orang-orang lain harus mengangkutnya ke kubur, memasukkannya keliang. Sesudahnya adalah tanggung jawabnya sendiri.
Hari berikutnya sudah mulai dapat membantu-bantu. Penebang itu sudah mulai menebang bagian bawah. Ranting-ranting sudah jatuh, berserakan. Sesungguhnya ia akan mengangkut kayu-kayu itu. Sekarang bolehlah kayu itu rebah dengan aman. Tak ada yang akan disangkutnya. Cabang-cabangnya telah bersih. Bisa saja sekarang, tergelimpang.
Dia pun ingin berbuat. Diingatnya ada kapak dirumah, kapak itu pertama-tama harus ditajamkan. Ya, ia mengeluarkan batu pengasah dan seember air. Aduh, tukang tebang itu melarangnya. Ia telah tua. Tetapi perlu diketahui bahwa untuk mengasah kapak dan memukul kapak itu pada pohon, bayi pun bisa dipercaya. Apalagi orang-orang tua! Keringatnya telah mengalir, ketika ia harus mengangkut air dari sumur. Dengan tenaganya dapatlah ia mempunyai sebuah kapak yang baik, mengkilat tajam, hanya besi tak terpatahkan oleh kapak semengkilat itu. Aduh celaka, penebang macam apa itu! Ia mengatakan kapak itu tidak akan mempan. Tentang kapak, penebang yang mana pun tak dapat mengalahkannya. Ia sudah merawat kapak-kapak sejak. Tak sangsi lagi, kapak itu pasti yang setajam-tajamnya didunia.
Itulah sebabnya ia berjuang keras melawan ketuaannya sendiri. Ia mengayunkan kapaknya keras-keras, sehingga badannya sendiri terguncang. Penebang itu merasa terganggu dan mengatakan padanya kalau bukannya kayu yang akan putus, hanya tubuhnya saja yang kehabisan tenaga. Lagi pula kapaknya tak mengena sasarannya. “Jangan kau pukulkan kapak itu lurus, Pak. Agak miring sedikit,” kata penebang itu. Ya, soal cara menebang bisalah dia memperbaiki. Tetapi untuk menghentikan pekerjaan itu, jangan berani. Ia buktikan lelaki tua bukannya pemalas yang selalu menggantungkan hidup pada orang lain. Pahala yang didapatnya mengantarkannya sampai akhirat. Dan, mana bisa istri akan mengumpatnya dengan: pemalas. Menyumbangkan pohon nangka kekuningan, bercahaya dalam sinar matahari. Dia akan dapat berkata tentang pohon nangka itu: itulah yang ditebang dengan tanganku.
Ia merasa telah bekerja dengan sangat keras, tak seorang pun menyuruhnya. Pada hari ketiga dari pekerjaan itu, ia bangun pagi-pagi. Betapa senang ia ketika penebang itu datang dan dia dapat menunjukkan hasil tebangannya. Kapak itu telah diayunkan begitu kuatnya, membuat bekas yang dalam. Penebang itu mengatakan, “kayu ini digigit nyamuk atau ditebang dengan kapak?” Tentu saja ia keliru, tidak pernah menghitung bahwa nyamuk tak sekalipun mau menggigit pohon nangka. Ya, tentu kapak! Penebang itu tersenyum: “Sudahlah, Kakek. Sudahlah, Bapak. Sudahlah, apalagi dikatakannya. Tidak, itu kayunya sendiri. Penebang itu memberi contoh padanya bagiamana menebang dengan cara yang betul. Dan alangkah besar bekas tebangan itu! Lelaki tua tersenyum,; “Itu karena kapakmu yang tajam! Dan tenagamu yang segar. Cobalah kalau kau sudah kerja sejak pagi!”
Mundur? Tidak, sekali-kali tidak. Istrinya akan benar kalau ia tak meneruskan kerjanya. Siapa pun yang mau bekerja bukannya pemalas. Jangan menilai seseorang dari hasilnya, tapi dari niatnya. Dan ia berniat menebang habis pohon nangka itu! Sesungguhnya perbuatna itu dihitung dari niatnya! Ia mengulang lagi dari niatnya. Cobalah ingat, ia mulai lebih pagi daripada penebang sebenarnya. Dan tenaganya pun lebih banyak keluar. Perkara keringat, itu karena penebang lebih banyak minum. Dan, apakah kerja diujur dengan banyaknya keringat yang keluar. Itu sungguh tidak jujur. Dapat saja keringat bercucuran tanpa bekerja.