TAJDID.ID~Medan || Pakar Hukum Pidana di Sumatera Utara, Dr. Alpi Sahari, SH. M.Hum mengatakan, pengungkapan dan penindakan praktek perjudian terutama perjudian online yang dilakukan oleh Polri dalam mengakselerasi Asta Cita mendapat apresiasi dari kalangan masyarakat. Namun diperlukan regulasi dalam legislasi nasional (peraturan perundang-undang) untuk mengatasi hambatan terkait konflik norma, kekaburan norma dan kekosongan norma dalam memaknai perjudian on line dengan perjudian off line.
“Untuk itu di dalam melakukan penindakan harus didasarkan pada asas nullum delictum nulla poena sine crimen sehingga tidak bepotensi berimplikasi menghambat kegiatan usaha,” ujar Dr. Alpi Sahari, Sabtu (21/12).
Dijelaskannya, tindak pidana perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 KUH Pidana merupakan jenis delicta ommisionis, bukan merupakan klacht delic melainkan gewonie delic. Artinya delic ini menekannkan bahwa Het strafbare feit….een gedraging zijn met drie algemene eigenshapen…wederrchtelijk, aan schuld te wijten en strafbaar (perbuatan pidana…suatu kelakukan dengan tiga hal sebagai suatu kesatuan….melawan hukum, kesalahan yang dapat dicela dan dapat dipidana).
Adapun bunyi Pasal 303 ayat (1) KUHPidana sebagai berikut: ”Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin: (a) Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu; (b) Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara; (c). Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian”.
Lebih lanjut Dr. Alpi mengemukakan bahwa Kejahatan mengenai perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (1) KUH Pidana mengandung unsur tanpa izin. Pada unsur tanpa izin inilah melekat sifat melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima macam kejahatan mengenai perjudian itu.
“Artinya tiadanya unsur tanpa izin, atau jika telah ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi atau hapus sifat melawan hukumnya dan oleh karena itu tidak dapat dipidana sebagai tindak pidana perjudian,” tegasnya.
Terkait dengan adanya kegiatan usaha permainan ketangkasan berizin yang diperoleh dari instansi berwenang bukan merupakan kualifikasi tindak pidana perjudian sebagai bentuk strafbarhandeling. “Hal ini harus diperhatikan oleh aparat penegak hukum dalam penindakan terhadap tindak pidana perjudian sehingga dalam penindakan perjudian tidak dilakukan secara melawan hukum,” kata Dr Alpi.
Dr Alpi memberikan contoh, misalnya adanya tudingan terjadinya praktek tindak perjudian di Sonhita Corner & Coffe jalan Asia Mega Mas Blok P 1 Kel. Sukaramai II Kec Medan Area yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh Tim Gabungan dan diperoleh fakta di tempat dimaksud merupakan arena permainan ketangkasan berizin yang diberikan oleh instansi berwenang.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh pihak yang mewakili Kepada Dinas Pariwisata Kota Medan yang menerangkan, bahwa dari hasil pemeriksaan yang kita lakukan, Royal Game telah memiliki izin beroperasi dan sampai sekarang masih aktif serta sesuai peraturan yang berlaku. Royal Game bukan merupakan permainan judi, tapi ketangkasan dengan hadiah barang-barang elektronik seperti televisi, kulkas, mesin cuci, kipas angina, rice cooker, setrika dan lain-lain.
“Dikaitkan dengan unsur dan maksud (wessenchau) rumusan delik pidana perjudian, maka Royal Game bukan merupakan praktek perjudian,” egas Dr. Alpi. (*)