• Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Top Bar Navigation
Selasa, Juli 1, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Paradoks Kepemimpinan dalam Eforia Pilkada

Budi Nurastowo Bintriman by Budi Nurastowo Bintriman
2024/11/24
in Muhammadiyah, Nasional, Opini, Pilkada
0
Paradoks Kepemimpinan dalam Eforia Pilkada
Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Oleh : Budi Nurastowo Bintriman

Pemimpin itu sudah pasti elit, karena memimpin bukan pekerjaan mudah dan sederhana. Maka dipastikan, hanya figur-figur tertentu yang mampu memimpin. Pemimpin yang sudah pasti elit itu juga dipastikan sangat berkecenderungan kepada sikap elitis. Hanya sedikit pemimpin elit yang bersikap populis. Hampir semua kepemimpinan berlangsung begitu.

Mari kita bahas kepemimpinan pada konteks Indonesia!

Siapa yang tak mengakui kharisma Sukarno sebagai presiden pertama Indonesia? Kharisma yang terbentuk sejak di zaman perjuangan kemerdekaan. Perjuangan untuk memerdekakan rakyat atau bangsa Indonesia dari cengkeraman dan penindasan Belanda dan Jepang. Gerak perjuangan kemerdekaan yang tentu dilandasi oleh rasa senasib dan seperjuangan (semangat populis).

Sukarno bersama pejuang-pejuang lainnya memimpin dan menggerakkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang dengan menanggalkan sikap elitisnya. Begitu pula saat di awal kepemimpinannya. Namun memasuki masa dekade ke dua kepemimpinannya, ia mulai bersikap elitis. Gerak-gerik politisnya hanya terkosentrasi pada nafsu untuk pelanggengan kekuasaannya. Maka “dwi-tunggal” (bersama Hatta) menjadi dwi-tanggal. Fenomena sikap elitis Sukarno itu jauh-jauh hari, sesungguhnya sudah disinyalir oleh Tan Malaka (baca buku “Menuju Merdeka 100%” karya Tan Malaka).

Tahun 1966, Sukarno “ditumbangkan” oleh Suharto atas nama rakyat Indonesia (populis). Pada masa orde lama kepemimpinan Sukarno, rakyat menderita karena lebih banyak dijejali jargon-jargon kosong ideologis. Jargon-jargon ideologis yang kekiri-kirian. Oleh Suharto, semua penderitaan rakyat itu disembuhkan dengan jargon-jargon “pembangunan – pemerataan – dan stabilitas sosial-politik”.

Baca juga: Rekonstruksi Jalan Pikiran Dakwah Muhammadiyah

Presiden Suharto yang elit menebar senyum ramah kepada seluruh rakyat Indonesia di mana-mana. Ia dielu-elukan sebagai pemimpin merakyat. Prestasinya membangun SD di seluruh pelosok negeri, angka kelahiran turun drastis dengan program KB, swa sembada beras, rajin dialog dengan petani dalam kemasan KELOMPENCAPIR, pengaruh besarnya di ASEAN dan di Asia, dan lain sebagainya.

Di awal dekade ke empat kepemimpinannya, Suharto kerasukan nafsu berkuasa sama dengan Sukarno. Suharto ingin berkuasa “seumur hidup”. Para elit dikumpulkannya untuk secara halus mendukung keberlanjutan kepemimpinannya. Suharto yang elit tapi populasi akhirnya terjebak pula dalam kubangan elitisme.

Sebagian besar rakyat Indonesia yang jengah selama lima tahun terakhir, melakukan perlawanan, dan hingga kemudian mampu menggulingkan Suharto. Sebagian besar rakyat itu kecewa dan marah terhadap Suharto. Di mana-mana Suharto dicaci-maki oleh sebagian besar rakyatnya sendiri. Padahal dahulunya, ia dikenal dengan hati rakyat kebanyakan. Ia kemudian buta, kalap, dan mabok kekuasaan karena di lingkupi oleh para elit pengkhianat.

Kekuasaan atau pemerintahan atau kepemimpinan Suharto bangkrut mengenaskan terlindas gerakan reformasi Mei 1998. Tatanan reformasi yang agak baru kemudian menggantikan tatanan orde baru. Produk-produk politik berupa penegakan hukum, penguatan sipil, desentralisasi, pencegahan korupsi yang demokratis banyak bermunculan. Suasana berbangsa dan bernegara seolah hendak memberi harapan segar dan optimisme.

Namun tiga pilar orde baru (ABRI – Birokrasi – Golkar) bangunan karya Suharto tak benar-benar terkubur. Mental para elit di era reformasi nyaris tak berbeda dengan mental para elit di era orde baru. Akibatnya beberapa rezim yang berkuasa di era reformasi terbukti tak mampu memperbaiki nasib bangsa Indonesia. Korupsi justeru semakin menggila dan merajalela di era reformasi.

Baca juga: Agama dan Politik

Khusus di masa pemerintahan atau kepemimpinan Joko Widodo, kebobrokan orde lama, keburukan orde baru, dan kebusukan orde reformasi berkelindan secara jahat, masif, dan licik. Joko Widodo ternyata juga punya niat berlama-lama menjadi “Raja Jawa” di Indonesia. Segala cara telah ia upayakan bersama begundal-begundal elitisnya, namun menemui jalan buntu.

Kini bersama sisa-sisa begundal-begundal elitisnya, Joko Widodo hendak terus melanggengkan kekuasaannya dari dalam dan dari luar istana. Begundal-begundal elitis Joko Widodo “dipimpin” langsung dan tidak langsung oleh Gibran Rakabuming Raka. Gerak-gerik politis Joko Widodo yang sembunyi-sembunyi dan atau yang cetho welo-welo sudah tak malu-malu lagi dilakukannya.

Citra Joko Widodo yang awalnya dulu populis (me) rakyat jelata, ndeso, dan kere, kini telah berubah 180 derajat. Ia berubah menjadi drakula politik yang haus darah kekuasaan. Darah rakyatnya yang kurus kering pun dihisapnya habis-habisan. Segala aturan bisa ia tabrak seenaknya dan semau-maunya dengan segala cara. Sementara pasukan buzzer bayarannya selalu disiapkan untuk memoles citra populisnya dan citra keberhasilannya yang penuh tanda tanya bercetak tebal.

Pada musim pilkada tingkat II dan tingkat I begini, Joko Widodo yang tak punya partai politik getol menitipkan orang-orangnya ke banyak daerah. Ia juga tak segan-segan memaksa Prabowo untuk mengkampanyekan orang-orang titipannya. Prabowo yang gagah, kaya, pintar, dan berkuasa dibuatnya seperti ayam sayur nan gemoy. Ia manut-manut saja mengkampanyekan Luthfi dan Yasin di pilgub Jawa Tengah.

Itulah politik tanpa nilai bisa tumbuh subur dan berkembang di daerah-daerah. Apapun bisa dilakukan untuk politik kekuasaan. Begitu pula strategi dan taktik politik Prabowo. Tinggal kemudian bagaimana membungkusnya dan tinggal bagaimana mengemasnya. Bagi tokoh-tokoh (bukan politikus) di daerah banyak yang larut dalam euforia pilkada tersebut. Politik nir etika dan politik nir nilai sudah tak digubris lagi. Semua hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pragmatis duniawiyah.

Baca juga: Kaderisasi Politik Muhammadiyah

Yang sangat membingungkan adalah terlibatnya kader-kader ormas keagamaan yang aktif mendukung calon-calon kepala daerah tertentu dari “peternakan” Joko Widodo dan Prabowo. Mau tidak mau, predikat mereka sebagai kader ormas juga “menyeret-nyeret” keberadaan ormasnya di daerah. Akibatnya, keberadaan ormas di daerah nyaris tak beda dengan underbow koalisi partai-partai politik pendukung pasangan calon. Situasi dan kondisi beginilah yang bikin miris, karena keberadaan ormas Islam jadi turun merwahnya dan terendahkan martabatnya.

Para kader ormas keagamaan itu silau terhadap gemerlapnya pilkada. Para kader ormas keagamaan gagap dalam menyikapi polesan-polesan memikat pasangan calon kepala daerah. Rekam jejak kepemimpinan politik Tanah Air dari sejak awal merdeka hingga kini, selalu berwarna paradoksal. Pada ujung-ujungnya, rakyat selalu dalam posisi sebagai korban bagi para elit pemimpin.

Para pasangan calon getol mengkampanyekan kepemimpinan ideal. Itulah yang kemudian diikuti para kader ormas keagamaan. Namun nyatanya setelah jadi pemimpin, semua pemimpin sibuk mencari keadaan “balik modal”. Dan setelahnya, sibuk memperkaya diri. Apakah para kader ormas keagamaan tidak belajar dari fakta-fakta sejarah tersebut?

Penulis juga sebagai kader, berpesan wanti-wanti kepada mereka, agar tetap tegak lurus kepada konstitusi Persyarijatan “Kepribadian Muhammadiyah” dan “Khittah-Khittah Perjuangan Muhammadiyah”!

Jika keadaannya hanya sedemikian itu, maka keberadaan kader ormas keagamaan tak beda jauh dengan fenomena buih. Ia hanya menjadi mainan ombak belaka, yang akhirnya tercerai-berai meski banyak jumlahnya. Maka hilanglah makna kesejatian kader. Itu sebagaimana yang telah disitir Rasulullah SAW 15 abad yang lalu dalam Hadis shahihnya tentang “wahn”.

Wallahu a’lam bishshawwab… (*)

Banyudono Boyolali, Sabtu 23 November 2024, jam 16.30

Penulis adalah mubaligh akar rumput Persyarikatan, ber-NBM : 576.926

Tags: Budi Nurastowo Bintrimanmuhammadiyah dan politik
Previous Post

Tim Tari UMSU Kembali Ukir Prestasi di Pentas Internasional

Next Post

Wamendikdasmen Fajar Tegaskan Komitmen Muhammadiyah Cerdaskan Bangsa

Related Posts

LHKP Gelar Bedah Buku “Parmusi: Pergulatan Muhammadiyah dalam Partai Politik 1966-1971” Karya Ridho Al-Hamdi

LHKP Gelar Bedah Buku “Parmusi: Pergulatan Muhammadiyah dalam Partai Politik 1966-1971” Karya Ridho Al-Hamdi

20 November 2024
139
Beberapa Hal Prinsip tentang Politik menurut Muhammadiyah

Beberapa Hal Prinsip tentang Politik menurut Muhammadiyah

27 Mei 2024
191
Diaspora Kader Muhammadiyah, Shohibul: Figur yang Diorbitkan Didasarkan Kriteria Ketat

Diaspora Kader Muhammadiyah, Shohibul: Figur yang Diorbitkan Didasarkan Kriteria Ketat

22 Desember 2023
218
Tiga Agenda Tetap Konflik Kepartaian

LSI Denny JA Sebut Warga Muhammadiyah Dominan Pilih Pasangan Ganjar-Mahfud, Shohibul: Tendensi Potretannya Tidak Merepresentasikan Aspirasi Indonesia

26 Oktober 2023
208
Kaderisasi Politik Muhammadiyah

Kaderisasi Politik Muhammadiyah

3 Oktober 2023
431
LHKP: Dalam Politik Praktis Muhammadiyah Independen, Bukan Bersikap Netral

Sambut Baik SK PP Muhammadiyah tentang Pencalegan, Ridho Al-Hamdi: Lebih Longgar dari Aturan Sebelumnya

2 Oktober 2023
216
Next Post
Wamendikdasmen Fajar Tegaskan Komitmen Muhammadiyah Cerdaskan Bangsa

Wamendikdasmen Fajar Tegaskan Komitmen Muhammadiyah Cerdaskan Bangsa

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In