TAJDID.ID~Medan || Pemerhati sosial politik FISIP UMSU, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilkada langsung berlaku dengan hanya, secara teknis, menunggu Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) disesuaikan menurut ketentuan baru berdasarkan putusan MK itu. Justru itulah para legislator dari berbagai partai yang mengatasnamakan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha menganulir putusan MK itu dengan melakukan revisi atas UU Pilkada.
“Saya percaya, seyogyanya tak perlu diragukan, bahwa secara teknis DPR mampu melakukan pengesahan revisi UU itu dalam satu jam. Jika faktanya hari ini terjadi penundaan, kemungkinan besar mereka yang mengatasnamakan DPR itu sedang berusaha menghitung perlawanan rakyat serta potensi risiko politik yang besar di belakangnya,” ” ujar Shohibul, Kamis (22/8).
“Sebab, jika ada niat orang-orang tertentu di balik dinamika politik ini untuk menggulingkan Joko Widodo justru pada akhir masa jabatannya, maka kondisi memanas dan amat berbahaya saat inilah momentum yang sangat tepat,” imbuhnya.
Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PW Muhammadiyah Sumut ini mengungkapkan, dirinya amat yakin bahwa Joko Widodo dapat saja melakukan perintah kepada pihak yang memiliki kewenangan memanggul senjata agar peluru dipergunakan membungkam potensi gerakan perlawanan yang semakin meluas seperti bola salju.
“Tetapi satu orang saja peserta demonstrasi jatuh menjadi korban, apalagi dari kalangan mahasiswa, perulangan kejadian tahun 1998 akan sangat memenuhi syarat untuk terjadi,” tegasnya.
Karena itu, Shohibul mengingatkan Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih melalui pemilu 2024, saat genting begini sangat perlu mempertimbangkan untuk menyarankan kepada Joko Widodo agar secara hati-hati dan dengan mempertimbangkan semua kepentingan, bersedia mereduksi semua daftar keinginan imperatifnya dalam merubah landscape politik Indonesia menjadi demokrasi dinasti.
“Indonesia saat ini sangat dekat dengan revolusi, dan menurut hemat saya hal itu tidak perlu terjadi. Sekali revolusi menyusul kegentingan ini, segalanya bias berubah. Rakyat dapat menjadikan revolusi itu sendiri menjadi hukum tertinggi, termasuk untuk menolak hasil pemuilu 2024,” pungkasnya. (*)