Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Di balik deklarasi Cak Imin bergabung dengan NasDem sebagai calon Wakil Presiden Anies Rasyid Baswedan (Anies) tentu diharapkan dapat meningkatkan peluang Anies dalam pemilihan Presiden mendatang. Mengapa pesimis? Beberapa analis percaya bahwa rendahnya elektabilitas Muhaimin tidak akan mampu mendongkrak angka elektoral Anies yang masih jauh tertinggal dari dua rivalnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Tetapi mereka yang berpendapat seperti itu saya kira lupa menghitung bahwa jika tak ada tokoh lain yang akan dipasangkan menjadi cawapres dari kalangan NU (misalnya, Mahfud MD atau Khofofah Indar Parawansa), konsolidasi jama’ah NU relatif dapat dibulatkan. Itu tak lagi begitu terkait dengan data elektabilitas lama yang dibuat oleh para toke survei. Karena faktor NU, pasangan ini jauh lebih berpeluang menang dibanding Anies-AHY. Secara psikologis ada marwah yang ditinggikan dengan mengorbitkan kader menjadi Cawapres.
Apakah Prabowo atau Ganjar juga akan dicarikan wakil dari NU (Mahfud MD atau Khofifah Indar Parawansa, misalnya)? Saya lihat itu langkah mati. Pasangan itu akan tenggelam bersama Anies-Muhaimin dengan kecamuk besar internal NU. SBY-Kalla dulu memenangi Pilpres yang di dalam kontestannya terdapat dua tokoh kuat NU dalam pasangan berbeda (Mega-Hasyim Mujadi dan Wiranto-Salahuddin Wahid).
Selain NU, Muhammadiyah adalah organisasi terbesar dengan jejaring simpatisan yang besar dari keterkaitan dengan semua amal usahanya (terutama pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dan usaha bidang kesehatan). Itu sangat potensi dikelola untuk satu pilihan.
Selama ini elit politik pergi membujuk Pemuda Muhammadiyah atau Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Itu sia-sia belaka. Di Muhammadiyah ada figur yang sangat dikenal oleh seluruh warga, yang selama ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, yakni Muhadjir Effendi. Memasangkannya menjadi Cawapres jauh lebih berpeluang dibanding figur partai atau yang lain, termasuk tokoh militer, apalagi dari unsur kabinet Jokowi-Ma’aruf.
Baca: Duet Anies-Muhaimin Mencuat, Pengamat: AHY Tidak Usah Kecil Hati
Mengenai kemungkinan PD bergabung dengan kubu Ganjar atau Prabowo, semua pihak mestinya menahan diri dari spekulasi. Karena jika diandaikan bergabung ke kubu Prabowo, maka figur AHY rasanya tak mungkin dicawapreskan untuk sebuah pasangan sesama berlatar belakang militer.
SBY tentu berfikir panjang. Memang terasa agak pahit ditinggal dengan cara begini di tengah harapan besar AHY dipasangkan mendampingi Anies dan gagal. Tetapi tawaran tertinggi PD adalah jatah Cawapres untuk AHY di kubu mana pun.
Apakah Mega sudah bisa melupakan sakit hatinya kepada SBY hingga mampu menggelar karpet merah bagi PD untuk memasangkan AHY sebagai Cawapres buat Ganjar Pranowo? Sebetulnya itu lebih menarik ditelaah. Karena itu jika Mega tidak sudi, maka ke mana pun pergi PD hanya akan diimingi jatah beberapa kursi menteri pada kabinet mendatang. Jatah itu pasti lebih kompensasional di kubu Anies, yang nilainya jauh di atas peluang beroleh reward dari kubu mana pun.
Kini tinggal menunggu kalkukasi SBY: Siapa di antara Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang paling berpeluang menang? Ke situlah PD akan dibawa. Jika tetap bersama Anies, PD relatif lebih beroleh respek dari publik. Menjauh dari kubu itu potensil dinilai sebagai kurang sabar dan kurang matang. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU, Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut