Oleh: M. Risfan Sihaloho
Peoples tend to rally around power (Noam Chomsky)
Adalah galib, bahwa kecenderungan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia politik selalu berkerumun di dalam dan di sekitar kekuasan.
Kekuasaan itu tak ubahnya seperti medan magnet yang memiliki energi untuk menarik segala yang ada di sekitarnya.
Aksioma di atas sepenuhnya menjelaskan dan menegaskan, bahwa tujuan utama dari rasionalisme dan realisme politik itu tidak lain adalah kekuasaan an sich.
Maka, tidak berlebihan jika magnetisme kekuasaan dikatakan sebagai kiblatnya dunia politik pragmatis, dimana seluruh rangkaian aktivitas politik pada akhirnya bermuara pada kekuasaan. Tinggal lagi, cuma trik dan intrik mendapatkannya saja yang beragam, ada yang terang-terangan dan ada yang malu-malu kucing.
Dengan demikian, sebagai implikasinya, dalam konteks politik pragmatis, sebenarnya tidak ada yang berada dalam posisi alienasi. Kalau tidak dalam posisi berkoalisi dalam kekuasaan, maka pasti menempati posisi sebagai oposisi.
Namun, meskipun sebagai oposisi, sebenarnya tetap saja tidak terlepas dari kerangka pretensi terhadap kekuasaan.
Itulah sebabnya di kalangan praktisi politik muncul pemeo; “politik itu dinamis”. Bahkan bagi sebagian kalangan awam aroma politik itu “bau amis”.
Akhirnya, bagi kita yang awam politik, biar tak terlalu kecewa dikemudian hari, mungkin ada baiknya dengarkan nasehat politisi dan pemimpin konservatif Jerman, Otto Von Bismarck; “Jangan pernah mempercayai apa pun dalam politik, sampai hal itu resmi diingkari.”. (*)