Oleh: Immawan Qori Tamimy Daulay
Peristiwa kebocoran gas H2S oleh PT SMGP kembali terjadi dan menyebabkan puluhan masyarakat Sibanggor Julu harus dilarikan ke rumah sakit. Kejadian ini bukan yang pertama, dimana sebelumnya kebocoran gas H2S bahkan sudah memakan korban jiwa.
Singkatnya, penyebab mengapa kebocoran ini masih berlanjut adalah tidak adanya penegakan hukum yang dilakukan oleh stakeholder di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara maupun dari pusat. Masyarakat tidak mendapatkan perlindungan hukum yang berdasar pada perspektif korban, melihat atas kejadian serupa sebelumnya, pertanggungjawaban yang dibebankan kepada korporasi hanya berupa kompensasi atau ganti kerugian, yang mana bukan termasuk penyelesaian pokok permasalahan.
Permasalahan utamanya adalah pemerintah tidak berdaya untuk memenuhi perintah UUD 1945 Pasal 28H yang menyebutkan “bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia”.
Maka dari itu, pemerintah daerah dan pusat harus jernih membaca situasi ini dan menyelesaikan kasus ini mulai dari akar masalahnya, yaitu ada sengketa pencemaran lingkungan hidup antara korporasi dengan masyarakat terdampak, bukan masalah kompensasi dana ganti kerugian untuk biaya perobatan di rumah sakit.
Lebih dari itu Bupati Mandailing Natal, Gubernur Provinsi Sumatera Utara, hingga Presiden melalui jajarannya harus dapat mengevaluasi izin usaha PT SMGP untuk mencegah kejadian serupa.
Adapun, jika stakeholder di Kabupaten Mandailing Natal, provinsi dan pusat ingin menyelesaikan masalah ini dengan kompensasi, maka bisa dikaji dari sudut pandang pertanggungjawaban korporasi menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Pada pasal 88 UU PPLH secara jelas menyebutkan “setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggungjawab multak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan’.