Oleh: M. Risfan Sihaloho
Di dunia sekarang ini, rasisme telah menyelinap dan mengukuhkan dirinya ke dalam struktur inti dari struktur sosial yang mengatur masyarakat modern kita. Rasisme telah menjelma menjadi salah satu penyakit paling umum yang melanda komunitas manusia saat ini.
Coba perhatikan, bagaimana publik setiap saat dibombardir dengan berita-berita diskriminasi rasial, kekerasan, perang dan teror. Dan yang terakhir, beberapa waktu yang lalu peristiwa kericuhan besar yang melanda Amerika Serikat juga tak lain merupan ekses dari persoalan rasisme.
Orang pasti bertanya-tanya tentang pemicu kejadian tragis semacam ini yang berlaku di seluruh dunia. Kenapa bisa begitu?
***
Berlawanan dengan kepercayaan Barat yang populer, Islam dengan tegas menolak seluruh gagasan tentang rasisme dan mengutuk paham tersebut sampai keakar-akarnya. Agama Islam berdiri di atas fondasi yang kuat berdasarkan konsep saling cinta dan persaudaraan.
Dengan sangat tegas Islam menolak segala macam bentuk diskriminasi, baik itu berdasarkan warna, ras, suku, darah, strata sosial,kekuasaan dan lain sebagainya
Dalam konsepsi ajaran Islam, semua diciptakan sama di mata Allah SWT. Islam dengan tepat menolak segala bentuk pilih kasih dan diskriminasi, termasuk perbedaan biologis. Satu-satunya faktor yang membedakan antara individu adalah tingkat iman dan ketaqwaan mereka.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS al-Hujarat: 13)
Ayat di atas seringkali dikutip oleh para ulama sebagai argumentasi bahwa tidak ada yang perlu diistimewakan dari seseorang, apalagi karena harta atau rupanya, melainkan hanya takwa kepada Allah SWT.
Seorang tokoh aktivis anti-Apartheid dari Afrika Selatan, Farid Esack menegaskan bahwa takwa merupakan kata kunci bagi perjuangannya menegakkan Islam progresif anti-diskriminatif di Afrika Selatan. Ia mengungkapkan, ketika al-Quran menggunakan diksi takwa, maka ia selalu berkaitan dengan keimanan dan interaksi sosial semisal berbagi dengan orang lain (al-Lail [92]: 5), menepati janji (Ali Imran: 76), dan terutama berbuat baik kepada orang lain (Ali Imran:172, al-Nisa:126). Artinya, takwa adalah manifestasi komitmen untuk melakukan transformasi sosial sekaligus representasi bagi perbaikan secara individu.
Surat dalam al-Hujurat: 13, maka hal ini juga berkorelasi dengan sabda Rasulullah saw yang tercantun dalam Sahih Muslim:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat badan dan rupa kalian, melainkan Dia melihat hati kalian”
Dari keterangan-keterangan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw. sedari awal telah mengajarkan kepada umatnya untuk menolak segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, dan lain sebagainya. Ajaran Islam sedikitpun tidak memberi ruang bagi ketidakadilan dan rasisme untuk eksis.
Sejarah mencatat, di masa Rasulullah SAW, rasisme adalah masalah yang penting yang menjadi sasaran untuk diperangi dan dilenyapkan dari kehidupan masyarakat manusia pada waktu itu. Konsep superioritas hanya valid ketika sampai pada tingkat ketakutan seseorang terhadap Allah SWT dan kebenaran-Nya.
Secara praksis, Islam sangat menekankan konsep persaudaraan di antara manusia, terlepas dari karakteristik dan posisi mereka. Hal ini dapat dilihat dari nukilan isi khotbah terakhir Nabi Muhammad SAW di Lembah Uranah, Gunung Arafah, pada 9 Zulhijah tahun 10 Hijrah.
“Wahai sekalian umat manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu satu (esa). Nenek moyangmu juga satu. Ketahuilah, tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa selain Arab (Ajam), dan tidak ada kelebihan bangsa lain (Ajam) terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah (puith) terhadap yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih), kecuali dengan taqwanya”. (HR. Ahmad, 22978).
Pidato perpisahan yang sangat monumental itu membuat para sahabat Nabi terharu, sehingga pakaian ihram mereka yang putih bersih itu bersimbah air mata. Betapa pesan kemanusian yang disampaikan Rasulullah begitu berkesan dan inspiratif. Misi perdamaian dan persamaan hak inilah yang kemudian dikembangkan dan diperjuangkan para sahabat , sehingga dalam waktu yang singkat, kemudian mereka menjadi umat yang besar dan berwibawa dikarenakan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan.
Tidak diragukan lagi, konsepsi kemanusiaan dalam Islam begitu luhur, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua adalah bersaudara, tidak ada perbedaaan antara satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan amal perbuatannya atau dengan takwanya.
Kesetaraan ini juga secara praktis ditunjukkan melalui praktik ibadah Islam seperti haji. Orang-orang dari seluruh dunia berkumpul di Mekah dengan satu-satunya tujuan menyembah Allah. Dan mereka melakukannya dengan mengenakan sehelai kain yang sama, melakukan ibadah yang sama dan mengucapkan kata-kata yang sama untuk lebih menekankan fakta bahwa pada akhirnya, semua orang sama di mata Allah SWT.
Persamaan kesetaraan lain yang terlihat dalam dunia Islam adalah aturan dan hukum yang mengatur manusia. Terkait hukum larangan dan ganjaran dengan tegas diarahkan pada setiap individu yang hidup, tidak terbatas pada kelompok atau karakteristik apa pun. Apa yang sah untuk satu orang juga sah untuk yang lain. Dan apa pun yang dilarang untuk satu orang juga dilarang untuk yang lain. Semua aturan dan konsekuensinya berlaku untuk setiap individu manusia berdasarkan pada perbuatan mereka.
Begitulah. Sebenarnya, rasisme dan segala jenis kategori diskriminasi buatan manusia sama sekali bertentangan dengan esensi dan kesejatian ajaran Islam.
Karena itu, mengecam rasisme dan mengkampanyekan perdamaian merupakan kewajiban kita sebagai Muslim untuk memainkan peran kita dalam menjadikan dunia ini lebih baik.
Selain itu, upaya ini penting dilakukan sebagai bentuk ghirah kita memulihkan citra Islam yang selama ini kerap jadi sasaran stigmatisasi negatif oleh kelompok-kelompok tertentu dengan menyebut Islam sebagai agama barbar, suka kekerasan, intoleran dan sebagainya.
Kita harus tegas menolak dan melawan setiap tudingan yang sengaja dilancarkan untuk mendiskreditkan Islam dan umat Islam tersebut.(*)