Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Berulangkali Yaqut menebar masalah. Umat Islam umumnya berprokontra. Kekuatan lain menyokong sesuai kepentingan politiknya. Pihak yang kontra mendasarkan resistensinya atas pemikiran masalahat umat dan bangsa dan kesadaran ideologis-historis yang kuat.
Para pemimpin Islam di Indonesia, di luar kekuatan politik terbuka mau pun tertutup di dalam pemerintahan, mestinya mampu lebih menyadari apa di balik masalah, yaitu hulu dari masalah yang terus-menerus menerpa umat Islam Indonesia.
Baca juga:
- Heboh! Jelaskan Aturan Pemakaian Toa Masjid, Yaqut Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing
- Malas Komentari Yaqut, KH Cholil Nafis: Itu Bukan Soal Kinerja, Tapi Soal Kepantasan di Ruang Publik oleh Pejabat Publik
- Imam Shamsi Ali: Suara Adzan itu Indah dan Penuh Makna, Tidak Pantas Dicontohkan Suara Anjing
- Pakar Telematika Tegaskan Rekaman Audio-Video Pernyataan Yaqut 100 % Asli Tanpa Rekayasa
Kesan kuat hari-hari belakangan ini, Muslim yang mengamalkan lima rukun Islam (Syahadah, Shalat, Zakat, Shaum dan Hajj), apa pun mazhab yang dianutnya, umumnya tidak dianggap masalah selagi komunitas ini tidak menjelma menjadi kekuatan Islam politik.
Persaingan di Dunia Muslim memasuki jantung hubungan antara negara dan agama. Berpusat pada peran apa yang harus dimainkan negara, jika memang ada, dalam penegakan moral agama dan tempat agama dalam pendidikan, sistem peradilan, dan politik.
Seolah seluruh dunia sengaja berpura-pura bertanya “apakah ketaqwaan berislam bisa sekaligus menjadi kepatriotan bernegara”. Sebuah pertanyaan yang tak beralasan. Apalagi di negeri-negeri yang sejak awal populasi Muslimnya telah menorehkan identitas diri (Islam).
Penjinakan dan penaklukan yang berakar pada ketakutan atas Islam politik telah melahirkan fakta-fakta luar biasa terutama setelah tragedi multitafsir 9/11. (*)