Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Saya setuju Jokowi berkeinginan berkemah di titik nol lokasi Ibukota Negara (IKN) meski saya yakin endingnya tak merubah apa-apa, apalagi jika kemah itu dimaksudkan untuk mempercepat perpindahan IKN.
Catatan-catatan keanehan seperti ini sudah mengkristal di dalam benak publik dan lama-lama nilai sensasionalnya terus melemah.
Tetapi mungkin orang-orang di sekitar Jokowi tak memiliki kemampuan mengitari Jokowi dengan pengkondisian yang membuatnya semakin kreatif dan produktif melahirkan ide-ide baru solusi masalah bangsa.
Jokowi tak ubahnya terkurung dalam bahasa sangat menyedihkan, sebagaimana kontradiksi-kontradiksi nasional bahwa pada, misalnya, kesulitan karena Covid-19, dalam kunjungannya ke berbagai tempat Jokowi membagi-bagi hadiah yang bagaimana pun juga berefek menambah glorifikasi diri beliau di mata awam tetapi awam yang berkerumun atau dikerumunkan tidak juga tiba pada stimulus dan taktik solusi permanen atas kesulitan yang di hadapinya.
Jika program dan kegiatan kemah ini akan dilaksanakan, saya ingin Jokowi dibawa dan dikemahkan lagi di berbagai tempat di Indonesia.
Di antaranya Papua. Di sana diusahakan agar beliau tak boleh berkutat pada pola lakon yang terlalu simbolis, karena itu menurut saya di Papua beliau perlu berkemah berbulan-bulan.
Jika tidak, hanya akan divonis genit dan haus pujian yang tak semestinya.
Datang dan dirikanlah kemah untuk jangka waktu berbulan-bulan di Papua. Tentu tenda harus kuat dan berbasis perhitungan matang dalam mendirikan karena yang akan menempati seorang Presiden, Kepala Negara dan Kepala Psmerintahan.
Kendalikan pemerintahan dari sana. Gubernur, aktivis LSM dan tokoh masyarakat saya kira dengan senanghati akan membantu mencarikan lokasi agar beliau beroleh kesempatan langka dan berharga untuk berinteraksi dengan indigeous people Papua.
Saya juga meyakini ekstrimis yang selama ini meresahkan di sana dan yang bermanuever di tingkat diplomasi internasional pasti terpukau dan menyerah sukarela begitu mengetahui Jokowi datang tak sekadar melancong dan protokoler check on the spot seperti layaknya musyafir, tetapi berdiam lama, mempelajari anatomi masalah dan memberi putusan adil yang membuat semua pihak puas. (*)