TAJDID.ID || Dalam Kurun waktu 4 bulan ini di wilayah Kelurahan Sememi Kecamatan Benowo Kota Surabaya telah terjadi dua kasus kekerasan seksual dimana dalam hal ini korbannya adalah anak-anak.
Demikian disampaikan penggiat sosial perlindungan anak, Dadang Setiawan melalui pesan yang dikirim via whatsapp. Jum’at (7/1/2022).
Dadang menuturkan, pertama kasus pedofilia terkuak pada bulan Oktober 2021. Ada 4 anak seumuran SD menjadi korban pelampiasan hasrat seksual pelaku Dewasa.
“Dari pengakuan pelaku, perilaku biadab ini dia lakukan sudah beberapa kali dalam kurun waktu tahun yang sama. Sayang, pelaku hanya disuruh pindah tempat tinggal begitu saja tanpa proses hukum,” sebutnya.
Lanjuta dia, kemudian kekerasan seksual melalui anus atau anal, korbannya 1 anak seumuran SD dan pelaku seumuran SMP ini terkuak di bulan Januari 2022.

Kata pria asal Jombang yang juga politisi Partai Umat itu bahwa, berdasarkan pengakuan korban, kekerasan seksual ini sudah dialaminya selama empat kali.
“Sangat disayangkan kasus kedua ini pun selesai atau tuntas dengan perdamaian di ranah masyarakat, belum kongkrit pola rehabilitasi bagi korban anak ataupun pelaku anak. Saya khawatir bagaimana dengan dampak biopsikososial anak-anak korban,” kata dia.
Dadang mengingatkan, pada 2014 lalu ada kasus pedofilia di Surabaya, pelaku bernama Tjandra Adi Gunawan dan beberapa korbannya, sampai terdapat beberapa korban seperti ini. Memurut dia, bisa jadi karena pada kasus pertama terjadi pembiaran, pengabaian. Demikian juga pada Tahun 2013, masih di Surabaya ada juga kasus mucikari cilik yang tega menjual beberapa teman sebayanya.
Dia mensinyalir hal itu bermotif dendam karena sang mucikari cilik juga pernah menjadi korban kekerasan seksual.
“Pandangan saya dua kasus ini bisa saja terjadi karena pemahaman masyarakat lemah terhadap isu perlindungan anak, acuh tak acuh, serta pola pendampingan yang tidak optimal pada korban.
Dia menyayangkan kota Surabaya yang tercatat empat kali berturut-turut meraih penghargaan sebagai Kota Layak Anak kategori utama dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) terhadap kasus kekerasan seksual terkesan membiarkan pelakunya.
Padahal kata dia, anak adalah masa depan Surabaya, masa depan Indonesia, seyogyanya semua pihak serius dalam upaya-upaya melindungi anak. Masyarakat harus diberikan edukasi terkait isu perlindungan anak, juga lembaga atau organisasi pemerintah maupun swasta yang memiliki tupoksi terkait perlindungan anak memaksimalkan garis koordinasi.
“Bisa saja ini dilakukan dengan Program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Saya rasa Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sudah membuat regulasi, modul. Itu bagus, bisa diadopsi dan di terapkan,” tutupnya. (*)
Kontributor: Iwan Abdul Gani.