TAJDID.ID~Jakarta || Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha), Azmi Syahputra mengatakan, sikap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) yang tegas atas beberapa peristiwa tindakan anggota kepolisian yang diduga mencemarkan nama baik institusi kepolisian termasuk anggota kepolisian yang melakukan tindakan yang tidak prosedural layak untuk diapresiasi
Diketahui, Kapolri mengatakan kepada Kepala satuan wilayah untuk cepat ambil tindakan tegas, segera copot, PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) dan proses pidana bagi anggota yang melakukan pidana.
“Segera lakukan agar menjadi contoh bagi yang lainnya,” ujar Jendral Listyo, Selasa (19/10).
Bahkan Kapolri perkuat perintah kepada Kasatwil (Kepala Satuan Wilayah) agar jangan ragu.
“Bila ada sikap ragu, akan diambil alih langsung oleh Kapolri,” katanya.
Sikap tegas Kapolri ini, kata Azmi Syahputra, perlu disambut dengan formulasi penanganan yang serius dan konkrit atas maraknya peristiwa perbuatan anggota yang merugikan masyarakat atau adanya tindakan anggota yang tidak prosedural kedepan agar memudahkan pengendalian bagi Kapolri.
Pertama, kata Azmi, perlu dibuat oleh Kapolri pengembangan aplikasi pelaporan online sistem pengaduan masyarakat yang terpadu secara nasional guna mengetahui sejauh mana proses laporan itu berjalan dan tindaklanjutnya dan diberi batas waktu, misal paling lama 14 hari harus selesai atas pengaduan masyarakat tersebut.
“Aplikasi ini memudahkan dan bisa menjadi sarana pengawasan sekaligus koreksi ,agar masyarakat tahu posisi kasus atas laporan mereka, apakah sudah di follow up atau belum.Termasuk bagi anggota di lapangan ,aplikasi ini bisa jadi alarm baginya jika melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum , tindakan tidak prosedural dan bertentangan dengan kewajiban anggota,” jelasnya.
Dengan adanya aplikasi ini, lanjut Azmi, menjadi bagian upaya dan diharapkan polri akan tumbuh lebih baik.
“Apalagi bila aplikasi ini dapat dioperasionalkan dengan efektif dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat, yang mana hal ini jika dikaitkan dengan konsep transformasi Polri yang ‘Presisi’ hadir melalui penekanan pada upaya pendekatan pemolisian yang prediktif diharapkan dapat membangun kejelasan dari setiap permasalahan keamanan guna menciptakan keteraturan sosial di tengah masyarakat,” sebutnya
Kedua, lanjut Azmi, perlu dilakukan management perubahan internal secara berkala, berupa penguatan pemahaman hukum , sosialiasi hukum, termasuk adanya ruang komunikasi pencerahan bagi anggota penegak hukum.
Azmi menjelaskan, guna diberikan pemahaman berkala agar dapat menciptakan SDM yang handal untuk menghadapi masyarakat yang semakin cepat berubah dan perkembangan teknologi. Menurutnya, bisa jadi anggota polisi ada yang kurang update terhadap pemahaman hukum, sehingga semua hal dianggap diskresi.
“Kondisi keterbatasan pengetahuan hukum bisa menjadi pemicu masalah antar masyarakat dengan anggota kepolisian di lapangan,” kata Azmi.
Kemudian, last but not least (yang terakhir tapi ini tidak kalah penting), kata Azmi, perlu segera dilakukan adalah penelitian terkait fenomena perilaku penyimpangan anggota kepolisian ini , agar diketahui identifikasi detail dan sumber masalah serta menemukan solusi konkritnya.
“Termasuk mengkaji faktor hambatan internal serta mencari kaitan apakah penyimpangan perilaku anggota ini ada kaitanya dengan tugas Polri yang kini semakin bertambah saat di era covid 19, dimana polisi menjadi petugas tracer covid, petugas bansos, ikut dalam bantuan tunai UMKM, vaksinasi, tugas di Posko PPKM Mikro. Padahal diketahui semestinya hal tersebut bukanlah menjadi tugas Polri,” tutup Azmi Syahputra.