TAJDID.ID~Jakarta || Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra angkat bicara terkait terungkapnya kasus pemerasan oleh oknum pegawai Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI yang kemudian menerima suap dalam proyek pembangunan Jalan Tol MBZ.
“Praktik pemerasan dan menerima suap yang dilakukan oleh oknum di lingkungan BPK nyata, dimana telah melakukan kejahatan yang melekat dengan kedudukan atau jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” ujar Azmi, Rabu (15/5/2024)
“Ini jelas, fungsi auditor BPK yang melekat dan strategis kok digunakan untuk perilaku bagai ‘bandit’ merajalela yang menjarah, secara halus memiskinkan rakyat dan negaranya. Oleh karenanya perilaku culas begini harus diberantas habis. Sungguh miris dan memalukan tindakan dan perbuatan oknum pegawai BPK ini,” imbuhnya.
Azmi menilai, suap maupun pemerasan terkait Laporan audit itu terstruktur, mulai dari : Tim Pemeriksa, Pengendali Teknis, Penanggunghawab dan Anggota. Jadi, menurutnya siapapun yang melakukan pemerasan atau menerima suap atas jabatannya dan menerima penyuapan termasuk bagi pejabat yang membiarkan, masuk dalam kualifikasi bersama-sama dalam permufakatan jahat harus Ikut bertanggungjawab secara hukum.
“Karenanya harus segera diperiksa semua pihak- pihak dimaksud,” tegas Azmi.
Menurut Azmi, sangat jelas dari peristiwa dan keterangan saksi dipersidangan ada permintaan pegawai BPK karenanya masuk dalam kategori suap aktif (actieve omkooping), dimana uang suap tersebut telah diterima.
“Uang yang berjumlah milyaran dari manipulasi proyek telah diterima berpindah tangan sehingga perbuatan ini sudah selesai dilakukan. Jadi jelas nyata para pelaku auditor BPK ini melakukan dengan sengaja, punya kehendak dan mengetahui untuk disuap secara sadar yang bertentangan dengan jabatannya,” kata Azmi.
“Jadi keterangan sekaligus fakta Persidangan, atas keterangan Sugiharto dipersidangan yang menjabatan sebagai Super Vice President (SPV) Infrastruktur 2 Waskita kala itu pada proyek jalan tol mbz, sehingga dari keterangan persidangan ini konsekuensinya siapapun yang menerima dana dari Rp. 5 Miliar sd 10 Milyar apakah Anggota BPK, Pejabat BPK dan Tim Pemeriksa, perlu ditetapkan segera sebagai tersangka menerima penyuapan dan ditangkap,” tambahnya.
Azmi menegaskan, penerima suap dengan karakteristik secara aktif yang meminta maka semestinya dikenakan ancaman hukuman pidana maksimal berupa penjara seumur hidup. Dan bagi siapapun yang menerima terkhusus bagi anggota tim BPK yang terlibat dalam kasus ini harus dipecat, diberhentikan dengan tidak hormat, sebab oknum BPK ini melakukan perbuatan suap dan atau patut diduga menerima uang agar tidak melakukan sesuatu dalam fungsi jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
“Termasuk dari perkara suap ini diperluas penyidikan KPK, termasuk penyidik lainnya untuk menyelidiki perbuatan lainnya berupa tindak pidana pencucian uang termasuk adanya permufakatan jahat guna meminta pertanggungjawaban pidana pelaku sekaligus menjadi alasan penerapan pemberatan hukuman maksimal bagi pelaku,” pungkasnya.
Diketahui, baru-baru ini terungkap oknum pegawai BPK ketahuan lagi memeras dalam sejumlah proyek. Oknum Pegawai BPK ketahuan memeras Rp 10 miliar kepada proyek pembangunan jalan.
Direktur Operasional Waskita Beton Precast Sugiharto mengakui, pernah menyiapkan uang sebesar Rp 10 miliar untuk memenuhi permintaan dari oknum pegawai BPK.
“Di BAP saudara ada ditanya terkait proyek fiktif. Ditanya oleh penyidik apakah ada proyek fiktif terkait pelaksanaan Tol Japek ini? Bisa dijelaskan?,” kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Di hadapan Majelis Hakim, Sugiharto menjelaskan, permintaan BPK terjadi setelah menemukan banyak masalah dalam proyek pembangunan Jalan Tol MBZ.
Untuk memenuhi permintaan itu, ia pun membuat sejumlah proyek fiktif saat menjabat sebagai Super Vice President (SPV) Infrastruktur 2 Waskita.
“Apa pekerjaan fiktifnya?” tanya Jaksa mendalami.
“Pekerjaan fiktifnya itu untuk pekerjaan, karena pekerjaan sudah 100 persen, (pekerjaan fiktifnya) hanya pemeliharaan, hanya patching-patching (menambal) saja, pak. Itu kecil saja,” terang Sugiharto.
“Berapa nilainya?” cecar Jaksa.
“Rp 10,5 miliar,” kata Sugiharto.
“Oke. Gimana instruksinya?” tanya Jaksa.
“Tolong disediain di (proyek tol) Japek ini ada keperluan untuk BPK Rp10,5 M’, Rp 10 M-an lah, pak,” terang Sugiharto.
Di muka persidangan, Sugiharto menjelaskan bahwa dirinya dipanggil bersama sejumlah Waskita Beton Precast dipanggil untuk dijelaskan adanya permintaan BPK.
Dari pertemuan itu, disepakati pembuatan proyek fiktif untuk memenuhi permintaan BPK tersebut.
“Akhirnya dibuatkanlah dokumen seolah-olah ada pekerjaan Rp 10,5 miliar itu?” timpal Jaksa.
“Iya, betul Pak,” kata Sugiharto.
Jaksa turut mendalami detail temuan-temuan BPK dalam pelaksanaan proyek jalan tol MBZ. Hanya saja, Sugiharto mengaku tidak mengetahui persis.
“Saya hanya diinstruksikan sama pak BR (Bambang Rianto), Direktur Operasional saya untuk keperluan pemenuhan BPK itu,” jawab Sugiharto.
Dalam perkara ini, Jaksa menduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 510 miliar dalam proyek pekerjaan pembangunan Jalan Tol MBZ.
Kerugian ini ditimbulkan oleh tindakan yang dilakukan eks Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” kata Jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 14 Maret 2024. (*)