TAJDID.ID~Medan || Belakangan beredar isu terkait isu reshuffle di tubuh Kabinet Indonesia Maju. Salah satu yang diisukan bakal direshuffle adalah Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang akan digantikan oleh Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang akan pensiun sebagai Panglima TNI.
Menariknya, terkait hal itu ada opini berkembang yang mengatakan bahwa Mahfud MD banyak tahu seluk beluk Istana, maka jika direshuffle ada kemungkinan ia akan perkuat pihak oposisi.
Menanggapi rumor tersebut, pengamat politik FISIP UMSU, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, jika benar isu reshuffle kabinet Jokowi dalam waktu dekat ini akan “mengorbankan” Mahfud MD, sebetulnya itu tak perlu terjadi.
“Karena Mahfud MD bisa mundur dari kabinet sebelum direshuffle, dan golden time (waktu yang tepat) untuk itu sudah terlewati,” ujar Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini, Kamis (21/10/2021).
“Mengapa harus mundur? Saya dan mungkin banyak orang di Indonesia menilai bahwa Mahfud MD itu, dengan segenap kelebihan dan kelemahannya, masihlah orang dengan pengabadian jabatan guru besar di depan namanya, yakni profesor. Dalam kapasitas itulah sebetulnya ia sudah harus mundur lebih dini,” imbuh Shohib.
Lebih lanjut Shohib mengatakan, ketidakberesan dalam pemerintahan, sebutlah rentetan tindakan hukum atas HRS dan berbagai macam kejadian sebelum dan sesudah menghadapkannya ke pengadilan, revisi UU KPK, UU Cipta Kerja dan lain-lain, seyogyanya membuat Mahfud MD sebagai insan akademik merasa resah untuk bertahan duduk di kabinet.
“Tentu saja, misalnya, ia bisa berkilah bahwa ‘saya pribadi berjalan lurus dan saya bisa mempertanggungjawabkan apa yang saya lakukan dunia dan akhirat’. Tetapi itu tidak akan bisa diterima oleh publik,” sebut Shohib.
Menurut Shohib, selain orang berbasis akademisi, seperti Mahfud MD, yang ada di kabinet, orang dengan basis rekrutmen organisasi sosial keagamaan juga mestinya bersikap sama. Memilih untuk keluar dari lingkaran kekuasaan, apa pun nama jabatannya.
Kemudian, lanjut Shohib, orang yang merasa dirinya sebagai oposisi tidak perlu bergembira sekiranya reshuffle kabinet nanti benar-benar ‘mengorbankan’ Mahfud MD dengan harapan bahwa ia kelak akan banyak melemparkan kritik tajam kepada pemerintah.
“Saya kira tak ada halangan bagi Mahfud MD untuk dibayangkan seperti itu. Meski pasti menambah amunisi kepada oposisi, namun membayangkan kesediaan mereka untuk merekrutnya ke kabinet mendatang, jika misalnya mereka berhasil memenangi perebutan kekuasaan, pasti sangat kecil,” kata Shohib.
Shohib melihat pilihan terbaik bagi Mahmud MD kelak jika benar-benar dikeluarkan dari kabinet ialah menghidupkan kembali jejaringnya yang dulu pernah menggadangnya menjadi capres.
“Majulah untuk posisi itu, narasikan konstitusi sebagai dasar untuk tindakan, apa pun hasilnya.
Kelompok mana pun yang akan memenangkan perebutan kekuasaan, tampaknya tidak akan begitu welcome terhadap Mahfud MD untuk mengisi jabatan dalam kabinet periode berikut,” tutup Shohib. (*)