TAJDID.ID || Untuk memenuhi kebutuhan belanja di 2022, pemerintah memutuskan masih tetap akan menarik utang yang sebagian besar dari Surat Berharga Negara (SBN). Rencananya SBN neto yang akan diterbitkan mencapai Rp 991,3 triliun.
Informasi ini tertuang dalam Buku Nota Keuangan 2022 yang dikeluarkan Kementerian Keuangan dikutip TAJDID, Senin (16/8/2021)
Dalam dokumen itu dijelaskan, pemerintah telah menetapkan pembiayaan utang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2022, sebesar Rp 973,58 triliun atau 5,2% lebih rendah jika dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2021 sebesar Rp 1.026,98 triliun.
“Kebutuhan pembiayaan utang akan dipenuhi secara pragmatis, oportunistik, fleksibel dan prudent dengan melihat peluang di pasar keuangan,” seperti dikutip dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2022.
Dibandingkan dalam dua tahun terakhir, penerbitan SBN memang terlihat ada penurunan. Seiring dengan semakin rendahnya defisit anggaran yang ditetapkan. Pada 2022 rencana defisit adalah 4,8% terhadap Produk Domestik Bruto atau Rp 868 triliun.
“Sebagian besar pembiayaan utang dalam RAPBN tahun anggaran 2022 akan dipenuhi dari penerbitan SBN. Sementara itu, instrumen pinjaman akan lebih banyak dimanfaatkan terutama untuk mendorong kegiatan/proyek prioritas pemerintah,” tulis dokumen tersebut.
Rencana pembiayaan utang sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah-panjang. Pemerintah tetap memanfaatkan fleksibilitas dalam menentukan komposisi portofolio utang yang akan dituangkan lebih lanjut dalam strategi pembiayaan utang dalam rangka menjaga risiko pengelolaan utang dan mendorong efisiensi bunga.
Adapun arah kebijakan pembiayaan utang Indonesia tahun 2022 sebagai berikut:
1. Mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian dengan menjaga rasio utang dalam batas aman
2. Meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar (perluasan basis investor dan mendorong penerbitan obligasi/ sukuk daerah).
3. Itang sebagai instrumen menjaga keseimbangan melalui komposisi portofolio utang yang optimal untuk menjaga stabilitas makroekonomi. (*)