TAJDID.ID~Jakarta || Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha), Azmi Syahputra menyoroti kelanjutan sidang kasus suap Wali Kota Tanjungbalai, Muhammad Syahrial. Dalam sidang, di PN Medan, Senin (26/7) Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang menjadi saksi berdalih memberikan pinjaman uang ke penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju.
Azmi mengatakan, hakim seharusnya berani menerapkan dakwaan sumpah palsu atas dikemukakan keterangan Aziz Syamsudin dipersidangan yang menyatakan persoalannya hanya memberikan pinjaman uang pada Robin Stefanus dan statusnya meminjamkan uang ke robin stefanus.
Menurut Azmi, keterangan yang disampaikannya (Azis Syamsuddin) pada dipersidangan di PN Medan itu harus diuji, karena sangat berbeda dengan fakta yang ditemukan sejak awal oleh tim penyidik KPK.
“Termasuk (berbeda dengan) keterangan ketua KPK yang menyatakan ada keterlibatan Wakil Ketua DPR RI tersebut dalam perkara suap Walikota Tanjung Balai,” ujar Azmi lewat keterangan, Selasa (27/7).
Bila disandingkan dengan keterangan pers ketua KPK pada beberapa bulan lalu, Azmi melihat bahwa sangat jelas perbuatan dan keadaannya Aziz Syamsudin patut diduga ikut serta berkontribusi dalam terjadinya tindak pidana suap tersebut, bukan pinjam meminjam uang.
“Bahkan Ketua KPK waktu itu menyatakan Aziz Syamsudin memfasilitasi, orang yang minta untuk dihubungkan untuk mengurus perkara di KPK. Kemudian ia (Azis Syamsuddin) memperkenalkan penyidik KPK Stefanus pada Walikota Tanjung Balai, termasuk pertemuannya juga di rumah dinas nya,” ungkap akademisi dan praktisi hukum alumni Fakultas Hukum UMSU ini.
Malah, kata Azmi, belakangan diketahui komisioner KPK lain, yakni Lili Pinta Ulli Siregar juga monitor kasus ini.
“Kok kini cuma bilang cuma berperan seolah olah jadi ‘lembaga sosial’ yang meminjamkan duit pada penyidik stefanus yang baik. Kalau cuma ini masalah cuma pinjem uang ya gak seheboh dan seramai ini lah dampaknya, cukup diselesaikan internal dan gak usah fasilitasi pertemuan walikota segala dengan salah satu personil KPK yang aktif,” kata Azmi.
Mencermati karakteristik perkara ini, Azmi curiga seolah akan dirubah jadi sekedar perkara pinjam meminjam uang.
“Sampai lupa angkanya 150juta atau 200 juta? Gak bisa berhenti sampai disini saja pernyataan saksi ini semestinya. Seharusnya dikejar detail lagi atas pernyataan saksi yang muatannya begini,” tegas Azmi.
“Jaksa dan Hakim semestinya kejar tuntas dong, secara gak kenal, hanya dikenal oleh teman lagi. Misalnya ditanya, mana dialog bahwa ada pinjam meminjam? mana agunan kalau mau pinjem? Dan kapan akan dibayar?,” imbuhnya.
Menurut Azmi, banyak kasus suap yang terjadi, dan biasanya ini namaya counter atau penyangkalan seolah bahwa hal itu adalah hubungan keperdataan, terutama seolah utang piutang, telah umum dilakukan oleh banyak pelaku suap.
Azmi mengatakan, mestinya hakim dan jaksa tidak begitu saja percaya, terlebih kapasitasnya seorang anggota parlemen yang terhormat dan anggota polisi perwira. Pertama, tentu kerangka hubungan yang janggal. Kedua, mempunyai “dunia” yang secara ekstrim berbeda, sehingga kurang dapat diterima akal sehat alibi ini bila dibangun oleh yang bersangkutan selaku saksi yang diminta keterangan di pengadilan
“Salah itu manusiawi, namun jangan dipertahankan. Ini keliru banget, apalagi sampai ditambah dengan kebohongan baru lagi. Ya akan membuat kejahatan semakin sempurna,” kata Azmi.
Menurut Azmi, disinilah fungsi hakim harus jeli dan teliti untuk mengamati keterangan saksi, fakta dan dibandingkan dengan alat bukti lain untuk menemukan persesuaian keterangan antar saksi , alasan-alasan yang diberikan saksi untuk memberikan keterangan, termasuk cara hidupnya, track record dan segala aspek untuk menguji apakah keterangan itu masuk akal dan dapat dipercaya.
“Semestinya hakim berani melihat fakta atas keterangan ini dengan mengacu KUHAP pasal 174 ayat 4. Hakim dapat pula menangguhkan perkara sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap keterangan palsu itu selesai, mengingat banyak sekali perbedaan keterangan yang disampaikan saksi dengan fakta yang diungkap keterangan ketua KPK pada publik,” jelas Azmi.
“Jika perlu di konfrontasi keterangan ketua KPK dan Azis Syamsudin di persidangan. Sebagaimana perintah pasal 165 KUHAP, hakim dapat meminta kepada saksi detail dan segala keterangan untuk mendapatkan kebenaran dan dapat menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing”, tutup Azmi.
***
Diketahui, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengakui pernah mentransfer duit Rp 200 juta kepada mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Stepanus Robin Pattuju. Azis mengatakan duit itu merupakan pinjaman.
“Bukan minta tapi pinjam, pinjaman saat itu persisnya atas permintaan beliau ada Rp 200 juta atau Rp 150 juta,” kata Azis saat menjadi saksi secara virtual dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Senin, (26/7/2021).
KPK mendakwa Syahrial menyuap penyidik Stepanus Robin Pattuju Rp 1,6 miliar untuk mengakali perkara.
Jaksa mendetailkan dalam Berita Acara Pemeriksaan bahwa transfer pertama dilakukan pada 3 Agustus 2020 sebanyak Rp 100 juta dan 5 Agustus Rp 100 juta. Transfer dilakukan dengan alasan berobat orang tua, berobat mertua, sekolah anak dan kontrakan Robin. Uang ditransfer ke Maskur Husain, pengacara yang belakangan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.
“Iya,” kata Azis mengkonfirmasi.
Azis mengatakan uang ditransfer ke Maskur atas permintaan Robin. Robin bilang Maskur sebagai saudaranya. Azis mengatakan Robin belum mengembalikan uang pinjaman itu. Azis mengatakan pinjaman sebesar itu bukah hal yang aneh. Politikus Golkar itu mengatakan bukan cuma Robin yang meminjam.
Ia mengatakan 2,5 persen penghasilannya sengaja dimasukkan ke rekening itu untuk amal. Azis beralasan berani meminjamkan uang ke Robin karena dikenalkan dengan teman lamanya. Azis menganggap Robin sebagai adiknya.
“Saya anggap dia adik saya,” kata dia.
Dalam perkara ini, Syahrial didakwa menyuap Robin dan pengacara Markus Husain Rp 1,6 miliar. Suap diberikan agar Robin mencegah kasus jual-beli jabatan yang menyeret Wali Kota Tanjungbalai nonaktif Syahrial naik ke tahap penyidikan. Nama Azis Syamsuddin terseret karena diduga memfasilitasi pertemuan antara Syahrial dan Robin. Pertemuan pertama mereka diduga terjadi di rumah Azis. (*)